Flora, SMA kelas 2.
"Makasih, Om!"
Dia turun dari motor gedenya Om Wala. Flora pun berlari kecil memasuki kawasan sekolahnya. Ini bukan yang pertama, memang Flora suka diantar-jemput sama beliau. Om Wala amat banyak manfaatnya yang bisa Flora ambil. Sampai-sampai Flora pernah bilang ....
"Om, jadi pacar aku, yuk?"
"Heh!" Digetoklah kepala gadis remaja tanggung di depannya. Saat itu Flora berhasil merayu Om Wala buat ngejajanin dia di McD.
Flora mencebik. Kepalanya digetok pakai sendok, untung belum dipakai itu sendok, jadi masih bersih.
"Itu kamu yang gak laku apa karena pesona Om terlalu kuat sampe remaja labil kayak kamu ngajakin pacaran gini?"
"Enak aja gak laku! Yang mau sama aku banyak, keleus! Yah ... tapi nggak ada yang totalitas jajanin aku kayak Om. Soal pesona, uang Om tajem banget pesonanya sampe aku khilaf mikir gini: Gimana kalo Om Wala jadi pacar aku aja? Wah ... tiap hari bisa jajan sepuasnya aku!" Flora cekakak weka-weka.
Mendengarnya, Om Wala tampak terperangah. Mungkin nggak habis thinking sama pemikiran Flora. Ya, tapi bodoh amatlah. Si amat saja tidak peduli, tuh.
"Kalo kita pacaran, emangnya siap dipandang sebagai simpenan om-om?"
Flora menatap teman papanya itu secara lamat-lamat. Waktu itu umur Om Wala masih ... 35 tahunan. Tetap tampan dan menawan. Yeah, meski tua, sih!
"Tanpa jadi pacar Om aja aku udah dicap sugar baby, kok."
Buset!
"Siapa yang bilang?"
"Temen." Flora mengedikkan bahu tak acuh. "Mungkin juga di mata orang-orang yang lihat kayak sekarang," imbuhnya berbisik. Tapi Flora tidak peduli, sih.
Wala menatap sekitar, lalu dia menatap putri centil sang kawan di depannya. Flora masih pakai seragam SMA yang dibalut jaket hitam miliknya. Tampak kebesaran dipakai oleh Flora.
"Tapi kamu tau sugar baby itu apa?"
Flora sedang mengunyah, dia mengangguk, lalu menelan hasil kunyahannya. "Bisa dibilang mirip-mirip sama akulah," sahutnya santai. "Sama-sama dapet manfaat dari om-om."
Astagfirullah, Flora.
Wala getok lagi kepala itu, kali ini pakai sumpit yang belum dibuka. Flora kontan mendelik, sekarang dengan pipi yang menggembung isi makanan.
"Om-omnya juga dapet manfaat dari bayi gulanya, tau!" decak Wala, agak pelan suaranya.
"Oh, ya? Emang manfaat aku selama ini buat Om apa?" Sambil kemudian Flora sedot lemon tea-nya. Segar, Pemirsa! Flora suka minuman dingin ini.
Om Wala tidak serta-merta menjawab, malah bilang, "Udah, cepet habisin! Terus pulang. Nanti papa kamu merepet lagi ngomelin Om, pulang sekolah bukannya langsung dibawa ke rumah, malah mangkal dulu di sini."
"Lho, nggak pa-pa. Yang penting lambung anaknya diisi asupan, papa nggak bakal marah."
Begitu, Sis!
Sekarang Flora sedang mendengarkan guru yang mengajar di depan. Nggak sabar pulang sekolah dan dijemput sama Om Wala lagi. Kali ini Flora mau nagih janji buat jajan di kedai ramen yang baru buka dekat kampus impian Flora. Ah ... nggak sabar! Flora mau makan banyak, senangnya! Papa nggak salah temenan sama manusia kayak Om Wala, dia dermawan banget, uangnya diporotin sama Flora juga pasrah-pasrah saja. Duh! Harusnya yang kayak Om Wala dilestarikan, nih.
Tanpa sadar Flora senyum-senyum sendiri. Keuangannya mumpuni dan sejahtera selama ada teman papa yang itu. Namun, pernah sekali Om Wala tidak main ke rumah, Flora nyaris jatuh miskin sebab papa dan mama hanya memberinya uang jajan dengan jumlah minimalis.
Pas ditanya, "Om ke mana aja?"
"Kenapa? Kangen?"
"Iya." Flora jujur. "Kangen uang Om."
"Bocah gemblung dasar!"
Flora cengengesan. "Om, ada film seru yang mau tayang di bioskop, lho. Nonton, yuk?"
"Gak." Sambil lepas helm dan turun dari motor. Nah, mendengar suara motor Wala, Flora langsung ngacir menyambutnya. "Papa kamu mana?"
"Ada di kamar, lagi bikin adik sama mama."
Seketika Wala menoleh cepat. Lagi, Flora nyengir. "Canda, Om."
Kebayang betapa Wala ingin ngereog di sana? Dikremes-kremes gitu Floranya biar tobat jail.
"Papa lagi anter mama belanja bulanan. Flora nggak diajak, katanya nanti aku minta jajan banyak-banyak." Agaknya, Flora mencebik. "Dasar aja papa pelit."
"Ya udah, Om pulang lagi aja kalo gitu."
"Eh, jangan!" Refleks, Flora cekal lengan teman papa. "Katanya mau nonton?"
"Kapan Om bilang gitu?"
"Om nggak bilang, tapi aku yang maksa. Yuk?"
"Nggak."
"Ini, kan, Minggu. Om pasti senggang. Yuk???" Maksa!
Sialan memang. Lebih sialan lagi karena Wala angguki.
Ya sudahlah, Minggu itu keinginan Flora buat nonton film bagus yang diperbincangkan di kelas terpenuhi. Dia sampai menitipkan kunci ke tetangga kalau-kalau papa dan mamanya pulang dari belanja. Telah Flora kirimkan pesan juga terkait itu.
"Yuk, Om!"
Nah, itu minggu lalu. Kalau sekarang Flora mau ke kedai ramen. Sudah bikin janji sama teman papa yang itu pagi tadi ketika di motor.
Begitu waktu istirahat sekolahnya tiba, Flora kirimkan pesan kepada gerangan.
Flora: Jadi, kan, Om?
Sumber Uangku: Hm.
Flora: Jangan telat jemput akunya, ya?
Sumber Uangku: Hm.
Flora: Hm-hm terus! Om sakit jempol?
Sumber Uangku: Tapi gak gratis, ya, Ra.
Flora: Laaah? Maksudnya, biaya ramen mesti aku ganti, gitu? Ih, biasanya juga Om sukarela jajanin aku?
Sumber Uangku: Kali ini nggak.
Sumber Uangku: Dipikir-pikir kamu bener juga.
Flora: Soal?
Sumber Uangku: Manfaat.
Flora berdecak. Cepat-cepat dia ketik balasan mumpung Om Wala lagi online.
Flora: Oh, mau kayak FWB, ya?
Sumber Uangku: Apaan, tuh?
Masa, sih, om-om kayak Om Wala nggak tahu?
Flora: Friend with benefit.
Satu detik, dibaca. Detik berikutnya, mengetik. Namun, sampai menit-menit berlalu, nggak ada tuh pesan balasan yang masuk. Hingga jam pelajaran kembali dimulai, Flora balik ke kelas, simpan ponselnya. Keasyikan chat sama Om Wala, Flora jadi cuma jajan sedikit. Yah ....
Sementara itu, di lain tempat.
"Gil, anak lo gaul sama siapa, sih, anjir? Meresahkan banget!"
"Sama lo, kan?"
Yeu!
Wala tutup teleponnya.
Asli, deh. Flora membuatnya sakit kepala!
Eum ... yang bawah tapi.
Agsgshsbzhskkdhdjfkkdsskssjhhh!
***
Pulang sekolah.
"Dijemput sama om kamu lagi, Ra?"
"Iya, Sis." Siska namanya, teman sebangku Flora, juga sahabat baiknya.
"Yah ... gimana Kak Zaky mau lirik kamu kalo kamunya keseringan dijemput om-om?"
Oh, iya. Zaky itu cowok yang sejak kelas 1 Flora taksir, dia kakak kelasnya. Rencananya nanti hari kelulusan Kak Zaky, Flora mau ungkapkan rasa ini. Sekarang dia merasa cukup buat jadi penggemar rahasianya saja dulu.
"Abisnya papa aku gak bisa jemput, sibuk jaga resto. Kamu juga tau sendirilah, Sis, uang jajan aku berapa dari papa. Sayang kalo dipake buat ojol, mending buat jajan, toh lumayan juga mumpung ada yang mau jadi ojol gratis. Iya, kan?"
"Tapi Kak Zaky--"
"Eh, eh, itu Kak Zaky!" pekik Flora girang. Dia tersipu-sipu di saat sekilas tatapannya bersirobok dengan gerangan. "Nyamperin, Sis! Aduh ... aku masih cantik, gak?" bisiknya heboh.
Siska di sebelahnya siaga merapikan rambut Flora. "Dah, cantik!"
Sip.
Detik itu, Kak Zaky benar berdiri di depannya, juga di depan Siska.
"Udah mau pulang?"
Eh?
"I-iya, Kak." Jantung Flora deg-deg ser nggak keruan.
Fakyu! Kak Zaky senyum, woi! Berasa pengin Flora geret ke pengadilan, minta surat dispensasi nikah dan sekalian sajalah dilakukan isbat nikahnya di sana bareng dia.
Astagfirullah, ngaco mode on!
"Ya udah, hati-hati, ya?"
Flora mengangguk. Kak Zaky pun pergi setelah mengatakan itu dan menatap Siska sebagai formalitas. Uh ....
"Duh, duh, kaki aku mau jadi jeli, nih, Sis, udah kayak di n****+-novel."
Siska tertawa. "Dasar, kamu! Ya udah, ah, aku balik duluan, ya? Hati-hati sama om-omnya!"
Flora bedecak. "Iyaaa!"
Meski demikian, dia senyum dan dadah-dadah sama Siska yang juga telah hengkang.
Tuhan ... mimpi apa dia semalam hingga hari ini Kak Zaky menghampiri dan berbasa-basi?
Sedang asyik senyum-senyum sendiri, tatapan Flora pun tak sengaja memergoki seonggok daging yang cukup berumur di seberang jalan sana, matanya sedang terarah ke sini.
Omaygat!
Itu Om Wala.
Sejak kapan cowok dewasa itu ada di sana? Menjemputnya.
Oke, sip. Flora ngacir menghampiri.
"Kok, nggak nyeberang, Om?"
Flora terima helm yang Om Wala sodorkan.
"Soalnya di sana ada orang gila yang senyum-senyum sendiri, malu."
Dih!
Itu, kan, Flora. Lagian tadi cuma ada dirinya di situ, tempat biasa Om Wala menjemputnya. Sepeninggal Siska.
"Siapa cowok tadi?"
Flora baru saja duduk manis di boncengan. "Om liat?"
"Oh ... pacar? Papa kamu tau?"
"Belum jadi pacar. Bantu doa aja biar disegerakan. Nanti aku kasih tau papa buat minta restu biar bisa tembus ke pelaminan." Flora haha-hehe.
Motor gede itu pun mulai dijalankan.
"Jangan sama dia."
"Apa?!"
"Cari yang lain aja!"
"Oh ... oke!" Agak teriak soalnya suara Flora tersapu angin, pun suara Om Wala yang tergerus bising kendaraan. "Tapi yang jual kembang gula di mana, Om?!"
"Hah? Duda?! Apa nggak ada remaja lain yang bisa kamu jadiin pengganti dia? Kok, maunya sama duda?!"
Astagfirullah, Om Wala ngomong apa?
Flora mepet-mepet.
"Gimana?!"
"s**u KAMU NEMPEL!"
Karena begitu dekat, kali ini Flora kedengaran. Dia gebug saja punggung itu.
"BILANGIN PAPA, NIH!" Sambil menjauh, dia kerucutkan bibirnya. Om Wala nggak sopan, ah, kata-katanya! Tidak ramah di telinga anak bangsa seusia Flora. Dasar, ya, bujang tua!
Tak lama, motor berhenti.
"Oh, ya, ke minimarket dulu, ya?"
Flora mengangguk. "Sekalian beli kembang gula, di sini ada?"
Om Wala mengernyitkan kening. "Kamu mau kembang gula?"
"Lha, nggak kebalik?"
"Siapa yang mau kembang gula?"
Flora pun ikutan turun dari motor, ngintilin Om Wala. Apa tadi dia salah dengar, ya?
Ah, nggak tahulah!
"Mau beli apa, Om?"
Teman papa yang dermawan sama Flora itu melangkah di jajaran rak kebutuhan pria.
"Pisau cukur. Biar nanti nggak usah mampir dan langsung pulang aja kalo udah anterin kamu."
Hell ....
Flora melongok wajah Om Wala. Apanya yang mesti dicukur? Orang cambang saja nggak ada.
Merasa ditatap sebegitunya oleh anak gadis, Wala risi. Dia pun melirik. "Ngapain liat-liat?"
Flora mencebik. "Nggak."
Ya sudah, Om Wala kembali fokus.
"Om, aku jajan di sini juga, boleh?"
"Ambil seperlunya."
Yes!
Cepat-cepat Flora meluncur ambil keranjang belanja. Pokoknya camilan di rumah harus full stock, nih. Mumpung ada yang mau membiayai. Lumayan buat teman nonton drakor. Ya ampun! Pembalut juga perlu. Eh, kayaknya hand body Flora juga sudah tinggal sedikit, deh. Sekalian keperluan mandi juga, ah. Biar bisa milih jenis sabun berdasarkan aroma, kalau dibeliin sama papa biasanya yang itu-itu saja dengan harga standar, padahal kurang wangi kalau kata Flora.
"Nggak pa-pa, ya, Om?"
Detik itu, Om Wala menoleh. Tadi sedang lihat-lihat area sabun cuci muka. Cuma lihat, sih, pasti. Flora tahu merek facial wash Om Wala itu nggak dijual di minimarket. Eh, eh, mata om itu melotot melihat keranjang belanja Flora.
"Kamu--"
"Besok nggak usah jajanin aku."
"Flo--"
"Lusa juga!"
Membuat Om Wala menghelakan napasnya. Sabar, sabar ....
Flora nyengir.
"Sini!"
Diambil alihlah keranjang belanja itu. Flora cengengesan. Yes! Om Wala terbaik memang!
Kini lelaki dewasa itu berjalan menuju kasir. Ihiy! Flora senang sekali. Yang demikian itu, dia ikuti langkah gerangan, tetapi mata tak sengaja melihat jajanan asing di rak paling pojok. Aneh banget nggak menyatu dengan kawan-kawannya, permen karet jenis baru itu Flora ambil dua, rasa stroberi.
Oke, sip.
Flora letakkan di keranjang belanja tepat di sebelah kaki Om Wala, orangnya masih antre sambil mengangkat telepon saat itu. Hingga akhirnya tibalah belanjaan Flora dan Om Wala diurus mbak kasir. Flora berdiri tepat di sisi teman papanya.
Seketika itu, Flora merasa mbak kasir lirik-lirik yang agak gimana gitu, ya ... aneh banget. Namun, Flora nggak peduli. Om Wala juga sambil fokus main ponsel. Balas chat entah dari siapa. Flora mencebik pelan.
Begitu total nominal belanja disebutkan, fokus Om Wala teralih. Dia ambil dompet dan keluarkan benda berharga kecintaan Flora. Uang.
Selesai sudah.
Mereka keluar dari sana.
"Om, Om tadi merasa nggak mbak kasirnya liatin kita sampe kayak gitu banget?"
"Gitu gimana?"
"Ah, Om fokus sama hape, sih."
"Mami Om chat, bawel banget, nyepam kalo nggak dibales."
Flora ber-oh ria.
Mereka pun cus ke tempat tujuan, kedai ramen. Setibanya di sana, Flora senyum kesenangan. Dia jinjing sekresek belanjaan. Duh, tadi tuh jangan belanja banyak-banyak, ya? Malas sekali bawa-bawa ini. Yang seketika diambil alih lagi oleh pria di sebelahnya.
"Yuk!"
Flora senyum lagi.
Memang, nih, kalau lagi mode begini, Om Wala itu the best banget! Coba kalau umurnya ... maksimal 27 tahunanlah, ya. Flora mau, deh, jadi pasangannya. Namun, sayang, s****a dan sel telur yang saling jatuh cinta itu sudah berubah bentuk menjadi Om Wala keluaran tahun lampau, hingga usianya 35 tahun saat ini. Sementara Flora masih belasan. Om Wala SMA juga Flora belum lahir. Belum dibikin malah. Yaaah ....
Nggak pa-pa, yang penting Flora sudah kenyang dijajanin sama dia. Oke, sip.
"Aku mau yang katsu, ya, Mbak. Level satu aja." Pesanan Flora. Dia menatap orang di sebelahnya. "Om mau yang mana?"
Membuat tatapan orang sekitar tertuju pada mereka, tanpa disadari keduanya. Pikiran orang-orang ketika melihat Flora dan Wala pasti dilema, antara mau positive thinking cuma nggak bisa.
"Samain aja."
Baiklah.
"Minumnya lemon tea, ya." Lagi, Flora menatap lelaki di sisinya. "Om juga?"
Wala mengangguk.
"Tempatnya di atas, ya, Mbak," tukas Flora.
Selepas dibayar, lalu dapatkan nomor meja, Flora dan Wala pun menapaki anak tangga. Flora jalan lebih dulu, di belakangnya ada Om Wala yang membawa jinjingan belanjaan Flora. Belanjaan Om Wala cuma satu, pisau cukur saja.
Flora pilih tempat dekat jendela. Duduknya pun berhadapan dengan Om Wala.
"Udah izin sama papa belum mau mampir dulu ke sini pulang sekolahnya?"
"Lho, Om belum izin?"
Kan, kan, kebiasaan!
"Kali ini kamu aja yang izin. Om diomelin terus tiap nurutin kemauan kamu."
"Papa aku galak, ya?"
"Bukan. Emang dasar anaknya aja yang bandel."
Flora mencebik. "Bandelnya sama Om Wala ini," katanya.
Sumpah!
Satu kalimat itu bisa lain artinya kalau diterjemahkan di otak ganteng Wala. Tahu? Jadi, dia sentil jidat Flora.
Well, wilayah duduk yang Flora pilih cukup sepi. Baru terisi mereka dan satu pasangan lain. Yang ramai itu di bawah dan di ruang sebelah.
"Sana izin dulu!"
"Iya, ini mau izin." Sambil Flora keluarkan ponselnya. Benar saja, 3 missed call dari papa terpampang di notifikasi. Dia pun langsung telepon balik.
"Maaf, Pa. Flora lupa bilang, hari ini Flora ngajak Om Wala mampir dulu ke kedai ramen, jadi Om Wala telat mulangin Flora. Gak pa-pa, ya?"
Setidaknya papa tahu kalau hari ini anaknya diantar-jemput sama Om Wala. Yeah ... tepatnya, waktu Om Wala pagi-pagi ke rumah, Flora langsung cegat dan minta diantar ke sekolah, lalu minta dijemput pulangnya.
Sebenarnya, Flora nggak tahu pasti Om Wala ada keperluan apa sama papa sampai sering sekali berkunjung, pagi buta, kadang tengah malem juga, pernah numpang nginap. Sekilas yang Flora dengar, sih, dia pusing di rumah ditodong kapan nikah. Nasib jadi bujang tua ngenes amat, ya? Di situ Flora merasa kasihan.
Kok, Tuhan lama banget kasih jodoh buat orang sebaik Om Wala? Eh, apa baiknya cuma sama Flora anak Papa Agil?
Entah, deh.
Intinya sekarang makan ramen saja dulu, sudah tiba soalnya pesanan Flora dan Om Wala itu.
"Baca doa dulu, Ra. Biar kerasa kenyangnya begitu ramen ini habis."
"Bawel, ah."
Detik pun terus berlalu. Flora makan dengan khidmat. Sedap! Yang lalu dia tatap mangkuk ramen Om Wala.
"Om kalo gak suka sama ayam katsunya, sini buat aku aja!"
"Maunya kamu itu, sih."
Flora tertawa, tetapi Om Wala tetap memberikan katsu itu kepadanya. Diletakkan di mangkuk Flora.
"Makasih."
Lagi, waktu terus berlalu. Saat makan mereka tidak mengobrol banyak, begitu ramen habis, barulah Flora kembali cerewet. Tak sengaja pula di kolong meja kakinya nyeruduk kaki Om Wala.
"Oh, maaf!"
"Gak mau diem, ya, kamu?"
Flora nyengir. "Punya Om panjang banget."
Uhuk!
Bukan Wala, woi, bukan! Apalagi Flora yang nyeletuk. Seketika itu tatapan Wala dan Flora alih ke meja sebelah. Oh, ada dua manusia yang menatap ngeri bin ... apa, ya? Kepada mereka; Flora dan Wala.
Seketika itu Wala tendang kaki Flora di kolong meja, nggak keras tentunya, cuma sebagai teguran.
"Kakinya, ih, yang panjang!" gerutu Flora.
"Omongan kamu, tuh, bisa bikin orang salah paham."
"Iya, maaf. Kaki aja itu, kaki."
Begitulah, sampai dua manusia di sebelah mereka selesai makan dan berlalu. Wala pijat-pijat kening. Capek, deh!
"Oh, ya, soal FWB ...." Pelan sekali suara Om Wala saat bilang itu. "Kamu paham artinya?"
Friend with benefit.
"Teman yang saling memberi manfaat." Sambil mengangguk-angguk dia menjawab.
Om Wala mendekat dan agak bisik-bisik. "Paham?"
Ya elah!
"Pahamlah." Flora mengerling. "Kayak kita," balasnya, berbisik dan agak condong juga.
Detik itu Wala dorong kening Flora dengan jari telunjuknya. Ampun, bocah! Serah, dah, serah!
"Emangnya Om nggak paham?"
Wala habiskan es lemon tea-nya. "Paham."
"Ngapain nanya aku?"
Om Wala cuma diam. Persis di chat waktu jam istirahat tadi. Tidak meresponsnya walau sempat mengetik.
"Udah, kan? Yuk, pulang!"
Flora mencibir. "Ya udah, ayo!"
Begitulah mereka. Akrab sekali.
Daripada sama Om Adit dan Om Arief, Flora lebih jinak dan akur sama Om Wala. Soalnya selain masih sendiri, Om Walalah yang suka jajanin dia. Dua teman papa yang lain itu sudah berkeluarga, jadi Flora agak sungkan juga. Ya, meski tak dipungkiri, mereka pun suka kasih Flora THR pas lebaran.
Singkat cerita, sekarang Flora sampai di rumah.
"Om mau langsung pulang?"
"Mau ke studio dulu."
"Nggak mau mampir dulu? Masuk."
"Kamu sendirian di rumah, kan?" Soalnya papa dan mama Flora jam segini masih jaga resto.
Iya, orang tua Flora punya rumah makan karena masakan mereka memang T.O.P BE.GE.TE. Jadi, mesti diuangkan. Oh, ya, lokasi restonya nggak begitu dekat dengan rumah, tetapi tidak jauh juga.
"Ya udah, makasih, ya." Flora iming-imingkan belanjaannya. Pisau cukur Om Wala sudah diambil tadi, dikantongi juga.
Namun, ketika Om Wala mau hengkang, tiba-tiba motor yang memuat papa dan mama Flora tiba di halaman.
"Dah mau balik, Wal?"
"Lha, kalian tumben jam segini udah pulang?" balas Wala.
"Alhamdulillah, hari ini rame banget. Kehabisan duluan, jadi resto tutup lebih awal," sahut Syakira.
"Emang gak nyetok bahan?"
"Nggak," kata Agil, turun dari motor. "Mau langsung pulang?"
"Tadinya," jawab Wala. Dia ikutan turun dan lepas helmnya.
Seketika itu Flora menghampiri papa dan mamanya, mencium tangan mereka.
Yeah, di saat Syakira alim berjilbab, anaknya nggak. Malah hasilnya centil kayak Flora. Itu turunan Agil kayaknya, yang dulu suka banget centilin Syakira. Flora ini sulung, tetapi rasa bungsu. Adiknya memilih sekolah pesantren dan itu diyakini gen Syakira banget.
"Yuk, masuk!" ajak Agil.
"Itu bawa apa, Sayang?" tegur sang mama, menotice belanjaan Flora.
"Oh ... ini."
"Lo diporotin lagi sama Flora, Wal?"
Wala dan Flora saling lirik.
"Gak. Gue yang sukarela ngasih. Sedekah."
Idih, idih!
Flora manyun, sementara mama kini menasihatinya untuk jangan begitu terus. Papa pun bilang, "Belajar buat hidup tanpa uang Om Wala, Flora. Nanti donasi dia berhenti, kamu yang kesulitan."
Buset!
Donasi pula dikata.
"Om Wala mau nikah, kalo dia punya istri, kamu jangan suka minta-minta gini lagi, ya? Kena omel istrinya nanti," imbuh mama.
Flora tercenung. Iya juga, ya?
"Ya udah, ini berlaku sampe Om Wala nikah aja, kok."
"Santai aja kali. Gue udah anggap Flora kayak ponakan sendiri, kok," tukas Om Wala.
"Dulu lo anggap Flora udah kayak anak sendiri, sekarang naik level jadi kayak ponakan, ya, Wal?"
Awas saja nanti kalau levelnya berubah lagi.
Wala tertawa. Dia pun duduk di sofa ruang tamu rumah Agil.
"Coba sini Papa liat itu kamu belanja apa? Kok, banyak banget, Ra?"
Membuat Flora mau nggak mau ikut gabung di sana, lain dengan mama yang pamit ke dapur buat bikin sesuguhan. Minimal air putihlah, ya. Flora pun serahkan belanjaannya kepada papa yang saat itu juga dibongkar satu per satu.
Belum semua Agil cek, Flora melihat permen karet jenis barunya, lalu dia comot dan kupas saat itu juga. Namun, ketika dia buka dan ... detik itu permen karet jenis baru yang Flora maksud--yang satunya, Flora beli dua--dipegang papa.
"Kok, gini bentuknya?" celetuk Flora, belum paham situasi di sana.
Fix, Wala melotot.
Pun, Agil juga. Memandang Wala penuh--
"Sumpah! Gue gak tau apa-apa, Gil!"
Sementara Flora ... kepalanya penuh tanda tanya. "Ini ... apaan, sih?"