I Fell In Love with Her at First Sight

1066 Words
Seline menatap dua pria di hadapannya sambil menyilangkan tangan di d**a. Achiel tampak tersenyum santai menanggapi Seline yang terlihat serius, sementara Pieter terlihat sedikit merasa bersalah. Melihat gelagat tunangannya, Seline bisa langsung tahu kalau Pieterlah yang memberikan nomor Cherly pada Achiel. "Maaf, Lin. Aku melakukannya karena aku kalah taruhan dengan Achiel. Aku merasa itu nggak masalah karena kamu juga berencana untuk menjodohkannya dengan Cherly." "Aku berubah pikiran. Aku nggak bisa mengenalkan Cherly pada playboy." Achiel mengangkat alisnya mendengar penuturan Seline. Wajah tampannya sedikit mengerut kesal. "Aku bukan playboy. Aku hanya belum menemukan wanita yang tepat jadi wajar kan kalau aku sering putus?" "Aku nggak peduli kisahmu dengan para wanita itu. Tapi, kalau yang ingin kamu permainkan adalah Cherly, lebih baik kamu urungkan niatmu. Om Troy bisa membunuhmu." "Kamu membuatku semakin ingin mendapatkan Cherly." "That's not challenge, Chiel. Please, berhenti mengganggu Cherly!!" "I fell in love with her at first sight." "Please, Chiel. Cherly sangat marah. Dia berencana mengirimmu ke penjara kalau kamu masih saja menerornya. Dan, dia sangat serius dengan ucapannya." "Dan, kurasa kalau Om Troy sampai tahu kejadian ini, dia akan bergegas membunuhmu. Dia sudah cukup kesal dengan Dean jadi kurasa dia nggak akan segan untuk melenyapkanmu." Tambah Seline. "Please deh, Lin. Nggak usah selebay itu." "Aku nggak lebay. Lebih baik kamu berhenti mengganggu Cherly." "Aku sungguh tertarik pada Cherly. Aku nggak akan mempermainkan dia." "Mau taruhan? Kujamin hubunganmu dengan Cherly nggak akan bertahan lebih dari 3 bulan." Sahut Pieter yang membuat Seline melotot. "Kamu gila!! Sepupuku bukan bahan taruhan!!" "Bukan seperti itu, Sayang. Maksudku, aku meragukan ucapan Achiel kalau dia sungguh tertarik pada Cherly." Di tengah obrol mereka, ponsel Achiel berdering. Refleks, Seline menatap layar ponsel Achiel yang berada di atas meja sehingga siapapun yang berada di dekatnya bisa melihat nama si penelepon. Seline mendengus saat melihat nama yang tertulis 'Baby Selena'. Sementara Achiel tampak salah tingkah, namun dia tetap mengangkat telpon tersebut dan segera menjauh dari meja. "Mana mungkin dia serius mengejar seorang gadis." Ucap Pieter lalu tersenyum penuh kemenangan seolah dia sungguh memenangkan taruhannya dengan Achiel. Seline melotot sebal pada tunangannya. "Kamu udah tau kelakuan Achiel begitu tapi masih memberikan nomor Cherly padanya?!" "Aku minta maaf, sayang. Aku kalah taruhan dengan Achiel saat itu. Lagipula sejauh aku mengenal Cherly, dia nggak akan mungkin jatuh dalam pesona Achiel. Dia terlalu tergila-gila pada Dean." Seline tetap menatap Pieter kesal. "Kamu dan Chiel sepertinya suka banget ya membuat taruhan. Jangan-jangan aku juga kamu jadiin bahan taruhan ya?!" Tanpa menunggu penjelasan Pieter, Seline bangkit berdiri dan keluar dari Cafe. Achiel yang baru saja menutup telpon dari Selena menatap ke arah Seline yang sudah berada di luar cafe dan Pieter yang berusaha mengejar tunangannya dengan bingung. "Kenapa mereka berdua bertengkar?" Gumam Achiel lalu kembali ke tempat duduknya dan menghabiskan latte pesanannya, kemudian buru-buru keluar dan menuju pelataran parkir. Pria itu menemukan Pieter yang tampak kesal. "Anter aku ke rumahnya Seline." Achiel mengangkat alisnya. Mereka memang tadi berangkat bersama menggunakan mobil Achiel sehingga Pieter nggak mungkin bisa mengejar Seline yang telah pergi dengan mobilnya. "Nggak bisa. Aku harus menjemput Selena di bandara. Dia bisa sangat marah kalau aku tidak segera sampai ke sana. Lagian kenapa juga kalian tiba-tiba bertengkar?" "Tentu saja gara-gara kamu." Achiel mengerutkan keningnya. "Kenapa jadi aku?" "Ahh sudahlah. Lupakan!! Aku pergi ke rumah Seline naik taksi saja." Ucap Pieter lalu bergegas memesan taksi online. Achiel menatap Pieter sekilas sebelum akhirnya bergegas masuk ke mobilnya dan segera melaju menuju bandara untuk menjemput Selena. "Menenangkan perempuan yang ngambek jauh lebih merepotkan dibandingkan mengurus Pieter. Apalagi jika perempuan itu Selena." Gumam Achiel. *** Cherly menatap layar Ipadnya dengan intens. Dia terlihat sangat serius memperhatikan cara chef itu mendekor cake dengan rapi dan cantik. Setelah dia yakin bisa melakukannya, gadis itu mengalihkan fokusnya pada cake di depannya. Tangannya meraih buttercream yang tadi dibuatnya, tapi bunyi ponselnya mengganggu fokusnya. Cherly meletakkan piping bagnya, kemudian meraih ponselnya. Dahinya mengerut melihat nama Billie yang tertera di sana. "Aneh sekali. Kenapa dia tiba-tiba menelponku?" Gumam Cherly, kemudian mengangkat telpon Billie. "Halo..." "Kamu di rumah?" "Iya. Ada apa?" "Ini tentang tunanganmu." "Dean? Kamu bertemu dengannya?" Tanya Cherly antusias. "Aku akan menjelaskan semuanya nanti. Aku akan tiba di rumahmu dalam 20 menit." "Kamu akan membawaku menemui Dean?" "Tentu saja kamu yang harus menemuinya sendiri dan menyelesaikan masalah kalian segera. Tapi, aku punya satu syarat penting." "Apa itu?" "Jangan menyeret Melody dalam masalahmu dengan Dean. Apa yang terjadi di antara kalian itu semua hanyalah salah paham yang timbul dari kesimpulan sembronomu." "Jadi, kamu menyalahkanku?" "Kamu nggak mau mengakui kesalahanmu?" "Baiklah. Kita batalkan saja pertemuan kita dan maaf aku nggak akan memberitahumu di mana Dean sekarang." Tambah Billie setelah beberapa saat tidak juga kunjung mendapatkan jawaban dari Cherly. Cherly mendengus kesal mendengar ancaman Billie. Bisanya pria itu menarik kembali ucapannya. Mana mungkin Cherly sanggup tidak bertemu Dean lebih lama lagi? Dia sudah sangat merindukan Dean dan ingin bertemu pria itu tidak peduli walau nantinya dia hanya akan mendapatkan tatapan dan ucapan dingin atau bahkan sebuah bentakan. Yang penting baginya saat ini dia bisa bertemu Dean. Soal minta maaf, dia sudah ahli melakukannya. Dari awal hubungan mereka sampai sekarang, Cherly sudah tidak bisa lagi menghitung berapa kali dia minta maaf dan memohon pada Dean agar pria itu tidak marah dan putus dengannya. Jadi.. "Baiklah. Ini semua salahku. Aku yang sembrono menyimpulkan segalanya. Puas?!" "Tepati janjimu juga bahwa kamu nggak akan menyeret Melody dalam hubungan kalian." "Iya." "Oke. Sampai jumpa nanti." Ucap Billie lalu memutus teleponnya. Cherly meletakkan ponselnya dan melepas celemeknya. Konsentrasinya sudah hilang dan dia sudah tidak ingin melanjutkan acara belajarnya hari ini. Perkataan Billie membuatnya merasa senang sekaligus gelisah. "Bi.. Bi Puput.." Teriak Cherly. "Iya, Non." "Tolong bereskan semua ini." Ucap Cherly sambil menunjuk cake, butter cream, mixer, loyang, dan beberapa peralatan yang sudah dia gunakan. "Mau disimpan dulu atau langsung dibuang semuanya?" "Kalau Bibi mau, cakenya bisa dibagikan dengan yang lain. Tapi, cakenya masih polos dan belum Cherly beri cream. Kalau nggak mau, bisa langsung dibuang aja. Moodku udah rusak dan aku sedang menunggu tamu penting." "Tuan Dean mau datang kemari?" Cherly tersenyum kemudian menggelengkan kepalanya. "Bukan, Bi. Teman kuliah Cherly yang mau kemari." "Mau disiapkan makan malam, Non? Atau Bibi siapkan minum?" "Nggak perlu, Bi. Dia nggak akan bertamu terlalu lama." "Baik, Non." Ucap Bi Puput lalu mulai membereskan cake, dan berbagai peralatan dapur yang tadinya digunakan oleh Cherly. Sementara Cherly berjalan menuju ruang tamu untuk menunggu kedatangan Billie.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD