First Day

1220 Words
Cherly menghela nafas panjang beberapa kali sebelum menguatkan hatinya untuk keluar dari mobil dan melangkah masuk ke dalam gedung Tanujaya Corp. Sebenarnya Cherly sudah beberapa kali pergi ke sana untuk sekedar menemui Bella jadi beberapa karyawan di sana sudah mengenal gadis itu. Cherly langsung menuju ruangan Bella yang terletak di lantai 7. "Selamat pagi, Nona Cherly." Sapa Narsya, asisten sekaligus sekretaris Bella. Cherly tersenyum canggung. Bagaimanapun kali ini, dia datang kemari sebagai karyawan jadi panggilan Nona oleh Narsya malah membuatnya salah tingkah. "Bu Narsya, panggil aku Cherly aja. Mulai hari ini Cherly akan membantu pekerjaan Ibu." Narsya tersenyum melihat kecanggungan Cherly. Di matanya, gadis ini sangat manja jadi dia sempat membayangkan jika gadis ini pasti sangat menyebalkan dan sulit diajak bekerja sama. Tapi, sepertinya Narsya harus mematahkan semua anggapan itu. "Panggil Kak Narsya aja. Atau mau panggil Narsya seperti biasa juga nggak apa kok, Cher." "Baiklah. Kak Narsya." "Ibu Bella sudah menunggu di dalam." "Tante Bella sudah masuk?" Narsya kembali tersenyum. "Iya, sudah. Sepertinya beliau sengaja masuk karena ini adalah hari pertamamu bekerja. Dan, maaf, tapi jika di kantor, tolong panggil Ibu Bella dengan sebutan Ibu agar lebih formal." "Ah iya, maaf. Aku terlalu terbiasa memanggilnya tante." "Nggak apa. Masuklah." Cherly mengetuk pintu beberapa kali dan masuk ke dalam setelah Bella mempersilahkannya masuk. Mata Bella langsung berbinar senang saat melihat Cherly datang. Dia langsung bangkit dari kursinya, menghampiri Cherly dan memeluk gadis itu. "Tante sudah sehat?" Tanya Cherly dengan raut wajah khawatir. "Tante udah baikan kok. Tante senang akhirnya kamu bersedia bekerja di tempat Tante." Cherly hanya tersenyum. Sebenarnya dia masih nggak yakin untuk bekerja di tempat Bella, hanya saja papanya terus menerus mendesaknya dan menggunakan sakit Bella sebagai dorongan agar dia mau bekerja membantu Bella. Cherly yang menyayangi Bella akhirnya mengiyakan. Ponsel Bella yang tergeletak di atas meja berdering. Bella melirik ponselnya dan sedikit antusias saat melihat nama putranya yang tertera di sana. "Carlie yang nelpon. Kamu mau berbicara dengannya?" Tanya Bella seraya meraih ponselnya. "Nggak, Tante. Kalau gitu, Cherly keluar dulu ya, Tan. Cherly mau belajar banyak hal ke Kak Narsya." Ucap Cherly lalu langsung berjalan keluar ruangan Bella. Bella menghela nafas melihat Cherly yang sengaja menghindari Carlie. Tapi, wanita itu tidak mengatakan apapun dan mengangkat telpon dari putranya. "Halo." "Bagaimana kondisi mama hari ini?" "Udah baikan." "Kenapa mama buru-buru sekali masuk kantor?" "Kok kamu tahu? Papa yang cerita?" "Bukan. Tadi Carlie nelpon ke rumah tapi Bibi bilang mama udah masuk kantor hari ini." "Kalau kamu begitu khawatir pada mama, ya kamu pulang dong. Kamu gantiin mama kerja. Mama punya asisten baru yang pasti bisa bikin kamu bahagia." "Apa maksud mama?" "Kalau mau tau, kamu segera pulang sebelum masa magangnya berakhir." "Magang?" "Ah.. mama udah nggak mau ngasi clue lagi. Pokoknya segera pulang ke sini kalau memang kamu khawatir pada mama." "Aku sudah berjanji pada papa kalau aku akan segera pulang." "Benarkah? Kapan? Minggu depan?" "Astaga. Mana mungkin secepat itu, Ma. Carlie masih punya satu proyek yang harus Carlie selesaikan. Setelah proyeknya selesai, Carlie akan pulang. Mama dan papa harus lebih banyak istirahat dan bersenang-senang saat Carlie kembali." "Kalau begitu, mama dan papa akan pergi honeymoon ya." Carlie tertawa mendengar mamanya yang begitu antusias. "Iya, silahkan honeymoon lagi selama yang mama dan papa mau." "Kamu sudah pulang?" "Baru saja sampai apartemen, makanya aku baru menelpon mama." "Ya sudah kalau begitu kamu mandi, makan lalu istirahat. Tristan bersamamu?" "Dia pergi menemui Karen." "Astaga, anak itu. Mama rasa hal yang harus mama lakukan sebelum menikahkanmu adalah menikahkan Tristan terlebih dahulu." Gerutu Bella yang disambut kekehan Carlie. "Tristan akan sangat membenci ide itu. Dia masih nggak mau terikat dalam pernikahan." "Kenapa kalian berdua begitu berbeda padahal kalian tumbuh besar bersama? Bagaimana mama dan papa harus bertanggung jawab pada orang tua Tristan nantinya." Keluh Bella lagi. Lagi, Carlie terkekeh mendengar mamanya sudah mengeluh dan mengomel akan banyak hal. Itu adalah pertanda kalau mamanya sudah pulih dan sehat seperti sedia kala. "Mama dan papa nggak perlu bertanggung jawab soal apapun. Tristan sudah dewasa dan bisa bertanggung jawab atas semua keputusan yang dia ambil." "Mama berharap dia nggak sampai menghamili Karen dulu baru menikahinya." "Itu masih lebih baik daripada mereka memutuskan hanya tinggal bersama tanpa menikah." "Astaga. Sepertinya, mama harus kembali ke Amerika dalam waktu dekat dan berbicara dengan keduanya. Kalau mama hanya bicara dengan Tristan lewat telpon, dia hanya bilang iya, iya saja." Carlie tertawa membayangkan betapa kesalnya Tristan saat Bella hanya sekedar menelponnya untuk memberikan nasihat. Dan, sepertinya, sepupunya itu akan makin bertambah kesal jika Bella sampai datang dan memaksanya menikahi Karen. Hubungan Tristan dan Karen memang sudah berjalan cukup lama, tapi tidak seorangpun dari keduanya siap untuk berkomitmen ke jenjang pernikahan. Karen sangat menikmati karirnya sebagai model, sementara Tristan masih berusaha menyesuaikan diri menjalankan perusahaan tanpa Axel dan akan mempersiapkan diri menjalankan perusahaan tanpa James, yang selama ini menjadi tangan kanannya. Pria tua itu berniat pensiun dalam beberapa tahun ke depan. "Sepertinya aku nggak perlu lagi mengkhawatirkan mama. Mama sudah sepenuhnya sehat." "Tapi mama rindu padamu." "Aku akan berusaha menelpon mama sesering mungkin. Kita bisa video call di akhir pekan." "Hmm.. baiklah. Jangan lupa makan lalu segeralah istirahat." "Iya. Mama juga jangan terlalu lelah dulu. Urusan kantor biar papa yang lebih banyak handle. Lagipula Kak Narsya dan Kak Teguh juga sangat bisa diandalkan bukan? Jadi, papa dan mama bisa mengalihkan pekerjaan ke mereka kalau itu nggak terlalu penting sekali." "Iya, mama tahu. Lagipula sekarang mama punya tambahan satu asisten lagi. Dan, mama ingin menjodohkanmu dengan dia." Carlie terdiam. Dia terlalu terkejut dengan ucapan mamanya. Mamanya selama ini sangat menyukai Cherly dan mati-matian menjodohkan mereka berdua, tapi sekarang malah menyodorkan gadis lain untuknya. Apa itu artinya Cherly dan Dean sudah menentukan tanggal pernikahan? "Hm.. Aku nggak mau dijodohkan dengan siapapun. Kalau mama masih bersikeras menjodohkanku, aku akan tinggal di Amerika bersama Tristan." "Astaga anak ini. Kalau memang kamu nggak ingin dijodohkan, lebih baik kamu memperkenalkan pacarmu ke mama saat kamu tiba di Indonesia." "Apa Cherly akan menikah?" Tanya Carlie pelan dan ragu. "Kenapa tiba-tiba menanyakan Cherly?" "Karena mama tidak bersikap seperti biasanya. Biasanya mama hanya akan menyodorkan Cherly, tapi sekarang mama menyodorkan gadis lain padaku." Bella hampir tertawa mendengar ucapan Carlie. Tapi, wanita itu menahannya karena dia ingin tahu reaksi putranya tentang pernikahan Cherly. "Ya, dia akan segera menikah. Mama harus menyerah untuk menjadikannya menantu. Makanya, saat mama punya asisten baru dan dia secantik Cherly, mama langsung menyukainya. Dan, mama yakin kamu juga pasti akan langsung jatuh cinta padanya." Hening. "Halo? Lie, kamu masih di sana kan, sayang?" Tanya Bella lalu menjauhkan ponselnya untuk memastikan kalau telponnya masih tersambung. "Carlie nggak mau dijodohkan. Titik." "Ya nanti kenalan dulu aja. Mama akan atur semuanya jadi pertemuan kalian bisa sealami mungkin. Oh iya, kamu harus datang ke pernikahannya Cherly. Gimanapun juga keluarga kita dan keluarga Cherly sangat akrab jadi nggak enak kan kalau kamu nggak hadir." "Mama dan papa aja udah cukup kok. Carlie sibuk." "Nggak bisa. Pokoknya kamu dan Tristan harus hadir." Carlie menghela nafas kesal. Dia tidak pernah bisa mendebat mamanya. "Kabari saja tanggalnya. Nanti Carlie akan mengatur jadwal kerja Carlie. Sampai nanti, Ma." Ucap Carlie lalu menutup telpon. Di sisi lain, Bella malah tersenyum mendapati perubahan emosi putranya. "Hmm.. kamu memang menyukai Cherly. Dasar pake nggak mau ngaku sama mama sendiri." Gerutu Bella sebal. Tapi, otaknya langsung menyusun beberapa rencana untuk kencan putranya dengan Cherly jika nantinya Carlie pulang ke Indonesia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD