She is Not Little Girl Anymore

1286 Words
Troy tengah memeriksa berkas yang ada di hadapannya, saat ponselnya berdering. Matanya melirik layar ponselnya dan tangannya bergegas menyambar ponsel serta menggeser tombol hijau saat tulisan rumah terlihat di layar. "Halo." "Tuan, Ini Bi Puput. Nona Cherly mengurung diri dan nggak mau makan." Troy menghela nafas panjang. Dia sudah menduga ada yang salah dengan putri kesayangannya itu. Pagi tadi, Cherly menemaninya sarapan dengan berpakaian rapi dan memakai make up. Hal yang jarang dilakukannya kecuali gadis itu memiliki jadwal kursus baking yang belakangan ini diikutinya. "Dia menangis lagi?" "Nggak tahu, Tuan. Kamar Nona dikunci dan saat Bibi mengetuk, Nona tidak mau membuka pintunya." "Ya sudah, Bi. Nggak apa. Nanti begitu saya pulang, biar saya yang bicara padanya." "Baik, Tuan." "Oh iya, Bi. Kemarin Cherly pergi ke mana? Dengan siapa?" "Kalau pergi ke mana Bibi kurang tahu, Tuan. Tapi kemarin Nona berdandan cantik sekali dan membawa kado, sepertinya acara ulang tahun. Dan, kemarin dia pergi bersama Tuan Dean." Mendengar nama calon menantunya disebut membuat amarah Troy nyaris meledak. Selalu saja pria itu membuat putrinya sedih dan menderita. Apa lagi yang dilakukan pria b******k itu kali ini? "Baiklah, Bi." Ucap Troy lalu menutup telpon. Tangannya bergerak menekan interkom. "Vin, masuklah." Tak lama kemudian, Ervin asisten pribadi sekaligus sekretaris utama Troy muncul. "Vin, suruh anak buahmu yang mengikuti Cherly untuk melapor padaku kemana Cherly pergi semalam dan apa yang telah terjadi." "Kemarin Nona pergi ke ulang tahun Nona Seline. Dia marah karena melihat Tuan Dean menggandeng keluar seorang gadis. Selanjutnya, mereka bertengkar di rumah Tuan Dean dan berakhir dengan Tuan Dean meninggalkan rumahnya, sementara Nona Cherly diantar pulang oleh supir Tuan Aldo." Jelas Ervin setelah membaca file yang selalu dikirim anak buahnya setiap hari. "Kemarin ulang tahun Seline?" "Iya, Pak. Saya sudah mengirim kado dari anda untuk Nona Seline." "Baiklah. Kamu keluarlah. Aku akan menelpon Seline dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi semalam." Ervin mengangguk dan menundukkan kepalanya sekilas kemudian keluar ruangan. Sementara, Troy langsung menelpon keponakannya. "Halo, Om." "Selamat ulang tahun, Seline. Om harap kamu suka kado dari Om." Seline terkekeh. "Selera Om Ervin selalu bagus kok, Om." Troy ikut terkekeh mendengar kejujuran keponakannya itu. "Tidak bisakah kamu berpura-pura tidak tahu kalau Ervin yang menyiapkan segalanya?" "Mana bisa seperti itu? Om terlalu sibuk untuk mengingat hal kecil seperti ulang tahunku. Biar kutebak. Kali ini Om menelpon juga pasti karena Cherly kan? Anak itu membuat Om cemas lagi ya?" "Hahaha.. kalian berdua ini seumuran kan? Bagaimana bisa kamu mengatakan Cherly sebagai anak itu?" "Dia marah besar pada Dean kemarin. Tapi, kurasa semuanya hanya kesalahpahaman saja kok, Om." "Aku tidak membela, Dean." Ucap Seline buru-buru menambahkan, takut bila Omnya salah paham dan berbalik marah padanya. "Gadis yang digandeng Dean itu adalah pianis muridnya Om Ted, Papanya Billie. Setahuku Dean dan Billie juga akrab jadi kemungkinan Dean hanya membantu gadis itu karena dia buta." "Jadi Cherly hanya salah paham?" "Sepertinya begitu sih, Om. Seline juga sudah menasehati Cherly agar bertanya baik-baik pada Dean. Om tahu kan kalau Cherly agak mirip Om yang suka meledak-ledak bila miliknya disentuh." Lagi, Troy terkekeh. "Dan, kamu sangat mirip mamamu yang begitu blak-blakan." "Hehehe.. Kan emang Seline anaknya mama." "Ya sudah. Om tutup dulu telponnya ya. Terima kasih atas informasinya. Lalu, jika kamu ada waktu, sering-seringlah ajak Cherly keluar bersamamu." "Iya, Om. Bye." "Bye." Troy melirik jamnya yang menunjukkan bahwa jam makan siang hampir berakhir tapi dia sendiri belum makan siang. Dia kembali menelpon Ervin. "Vin, jadwalku berikutnya jam berapa?" "Hari ini tidak ada jadwal lagi, Pak. Besok jadwal Bapak sangat padat dari pagi hingga malam hari." "Kalau begitu seusai makan siang aku akan segera pulang menemui putriku. Kalau ada urusan mendadak tapi kamu masih bisa menghandle, lakukanlah." "Baik, Pak." Troy keluar dari ruangannya sambil menelpon Bella. "Kamu di mana, Bel?" "Di restoran depan kantorku bersama Axel." "Boleh bergabung dengan kalian?" "Tentu saja. Kamu membolos?" "Sudah tidak ada jadwal lainnya. Ervin akan menghandle jika ada hal mendadak. Lalu, bisakah kamu menelpon Cherly dan mengajaknya makan siang bersama?" "Menantuku? Kalian bertengkar?" "Bukan seperti itu. Hanya saja kurasa kalau kamu yang menelpon dia akan menyambut dengan baik." "Baiklah. Akan kucoba. Ahh, kamu ingin pesan apa? Biar kupesankan saja." "Samakan saja denganmu atau Axel." "Baiklah." 30 menit kemudian, Troy muncul di hadapan Bella dan Axel. Hidangan untuknya juga telah tersedia di meja. Jadi, Troy menyapa Bella dan Axel terlebih dahulu, lalu mulai menikmati makanannya. "Kamu sungguh tidak bertengkar dengan Cherly?" Tanya Bella penasaran. "Dia tidak mengangkat telponmu?" "Iya. Kalian bertengkar? Kamu memarahinya?" "Kapan Troy pernah marah pada putrinya?" Sahut Axel. "Yang ada dia selalu luluh dan menuruti keinginan Cherly." "Ah...benar juga sih. Lalu, kenapa kamu memintaku menelponnya?" "Apa kamu serius dengan ucapan yang selalu kamu katakan?" Tanya Troy tanpa menjawab pertanyaan Bella. "Yang mana?" "Kamu selalu menginginkan Cherly sebagai menantumu. Kamu benar-benar serius?" Bella meletakkan sendoknya dan berpandangan dengan Axel, lalu menatap Troy dengan antusias. "Tentu saja aku serius. Cherly dan Dean putus? Aku akan segera memaksa Carlie pulang ke Indonesia kalau begitu." Ucap Bella semangat. "Bagaimana denganmu, Xel? Kamu juga menginginkan Cherly sebagai menantu?" Axel terdiam sejenak kemudian menatap istrinya yang tengah menatap penuh harap padanya. "Aku setuju saja selama anak-anak memang menginginkan hal itu." "Hanya jika Cherly dan Carlie memang saling menyukai dan ingin menjalin hubungan." Tegas Axel seraya menatap Bella yang tengah merengut. "Carlie suka kok sama Cherly." "Lalu, bagaimana dengan Cherly? Lagian mama dengar sendiri dari Carlie kalau dia suka pada Cherly?" "Aku senang kalau ternyata anak-anak kita berjodoh, tapi aku nggak ingin memaksa mereka terjebak dalam pernikahan kalau memang mereka tidak menginginkan itu. Kita masih bisa tetap berteman dan bisa melakukan kerja sama tanpa pernikahan anak-anak." Jelas Axel lalu menatap Troy. "Aku setuju dengan Axel. Aku juga nggak akan memaksa. Hanya saja, jika memang Carlie sungguh serius menyukai Cherly dan kalian menerima Cherly sebagai menantu, aku akan serius untuk menyingkirkan Dean serta lebih mendorong Cherly membuka hati untuk Carlie." "Apa lagi yang dilakukan Dean?" "Entahlah. Seline bilang mereka hanya salah paham tapi aku sungguh nggak tahan melihatnya lebih sering menangis saat bersama Dean." Jelas Troy kesal. Axel menghela nafas. "Kamu harus mengurangi sedikit sifat overprotektifmu itu, Troy. Biarkan mereka menyelesaikan masalah mereka sendiri. Dalam hubungan juga wajar kalau ada pertengkaran atau kesalahpahaman. Kalau nanti Carlie bersama Cherly, apa kamu juga akan bersikap seperti ini?" "Kalau Carlie mencintai Cherly, dia pasti akan bersikap baik pada Cherly. Hubungan Cherly dan Dean tidak seperti pasangan pada umumnya. Aku melihat sorot cinta hanya pada mata Cherly." "Biarkan mereka menyelesaikan hubungan mereka sendiri. Cherly sudah cukup dewasa dan kamu nggak selamanya bisa berada di sisi Cherly. Mulai kurangi sikapmu yang terlalu memanjakannya." "Apa aku terlalu berlebihan selama ini?" Axel langsung menganggukkan kepalanya. Tatapan Troy beralih pada Bella berharap temannya bisa membelanya, sayangnya kali ini Bella juga mengangguk. "Kasih sayangmu agak berlebihan sejak kejadian Giselle itu. Axel benar kamu nggak bisa selamanya berada di sisi Cherly, sudah saatnya kamu berhenti memanjakannya dan memberinya sedikit tanggung jawab." "Haruskah aku mulai mendorongnya untuk bekerja di perusahaan? Sejak kejadian di perusahaan cabang beberapa tahun lalu, Cherly enggan untuk bekerja lagi." "Lalu, kalau bukan Cherly, siapa yang akan meneruskan?" Tanya Axel. "Aku berniat untuk menyerahkannya pada suami Cherly nantinya." Bella dan Axel saling berpandangan. "Kalau kamu mengijinkan, biar aku yang bicara padanya dan biarkan dia bekerja di bawah bimbinganku." Ucap Bella. "Bisa-bisa nanti hubungan kalian merenggang. Kamu selalu tegas kalau masalah pekerjaan." "Kalau itu demi kebaikkan Cherly, nggak apa Troy." Tegas Bella. "Boleh?" "Baiklah. Lakukan sesukamu." "Dan, aku juga akan membujuk Carlie agar dia mau pulang kemari. Kamu nggak keberatan kan, Pa?" "Papa juga maunya dia pulang, Ma. Tapi Carlie yang selalu menolak kan? Kalau mama bisa membujuknya pulang tentu itu bagus sekali." "Perjodohan Cherly dan Carlie?" "Hanya jika memang anak-anak mau melakukannya." Tegas Axel lagi. "Baiklah. Serahkan saja pada mama." Ucap Bella percaya diri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD