BAB 7 – Kembali Memerah

1559 Words
Jakarta, Juli 2020. Semenjak Gaven lulus SMP, Anna dan Matheo memutuskan untuk pindah dan menetap di kota Jakarta. Matheo memboyong keluarganya meninggalkan desa ujung kulok menuju ibu kota negara Indonesia, untuk merubah hidup dan nasib mereka. Dua puluh tahun sudah usia Gaven kini. Pemuda itu sedang menempuh pendidikan di salah satu Universitas terbaik di kota Jakarta. Namun sayang, semenjak pandemi besar melanda seantero bumi, khususnya ibu kota Jakarta, Gaven terpaksa menghentikan sementara kuliahnya, sebab orang tuanya sudah tidak mampu lagi membiayai kuliah pemuda itu. Matheo dipecat dari pekerjaannya sebagai buruh pabrik mainan anak-anak. Sementara Anna yang bekerja sebagai pedagang sayur di pasar tradisional, juga terpaksa harus kehilangan mata pencahariannya akibat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diberlakukan di kota itu. “Pak, kamu keluar dong, Pak. Usaha apa kek, sebab sudah tidak apa apa pun lagi yang akan kita makan.” Anna terlihat emosi tatkala melihat Matheo lebih banyak menghabiskan waktu di depan televisi. “Mau cari pekerjaan dimana, Bu? Ibu tidak lihat semua orang juga bernasib sama. Warga tidak boleh kemana-mana, tidak boleh bekerja, karyawan dipecat, usaha bangkrut, perekomian anjlok, terus aku harus apa?” Matheo masih berusaha untuk tenang. “Ya ngapaian kek, pinjam uang kek, atau apalah ... kalau seperti ini terus, kita bisa mati pak. Bukan mati karena virus tapi mati karena kelaparan.” Anna membanting salah satu panci. Panci itu berdenting sangat keras hingga terdengar oleh Gaven dari dalam kamarnya. “Aku harus pinjam ke siapa lagi, Bu? Pinjaman yang lalu saja, belum bisa kita bayar ....” “Aku tidak mau tahu, Pak. Kalau tidak, ya sudah! Biarkan kita bertiga mati kelaparan.” Anna terus mengomel dari dalam dapur. Matheo terdiam, ia hanya menghela napas panjang. marah atau melawan istrinya? Itu tidak mungkin, karena hanya akan membuat perpecahan dan pertengkaran yang lebih parah lagi. Begitulah keluarga Anna dan Matheo tengah diuji. Di saat mereka mulai merasakan kebahgiaan dan perbaikan ekonomi selama di Jakarta, di saat mereka berhasil mendidik Gaven dengan baik hingga pemuda itu bisa tumbuh menjadi pemuda yang sangat amat tampan, sabar dan berprestasi, di saat itu pula mereka harus berada di titik terendah dalam hidup. Pandemi besar sudah mèrusak semuanya. Anna dan Matheo yang sebelumnya selalu romantis, kini lebih sering terlibat pertengkaran keluarga. Gaven yang terbiasa hidup sabar dalam limpahan kasih sayang, kini perlahan-lahan mulai tersulut emosi oleh keadaan. Gaven keluar dari kamar setelah mendengar bunyi dentingan keras sebuah panci. Pemuda itu juga mendengar jelas setiap pertengkaran yang terjadi di dalam rumah kontrakan mereka. Gaven melihat ibunya tengah terduduk dan menangis di dapur, sementara Matheo hanya terdiam di depan televisi. Gaven tahu pasti, jika pikiran ayahnya tidak berada pada televisi yang tengah menampilkan ulang acara dangdut Indonesia. Gaven yakin, ayahnya juga tengah bingung untuk mencari solusi atas permasalahan rumah tangga yang saat ini tengah mereka alami. Gaven masuk kembali ke dalam kamarnya, mengambil hoodie dan masker yang memang sudah di siapkan di rumah itu. Pemuda itu pun keluar dari kamarnya, tanpa memberi tahu Anna dan Matheo. Gaven terus berjalan kaki menyusuri sudut ibu kota Jakarta yang mulau lengang. Sebelum virus jahat itu masuk dan menggerogoti banyak jiwa di kota ini, kota ini tidak akan pernah sepi walau sedetik pun. Aku harus mencari pekerjaan. Setidaknya, dari gajiku, ibu bisa memasak apa saja untuk kami makan, Gaven terus bergumam dalam hatinya. Sepi ... Setiap sudut yang ia lewati bagai kota mati. Banyak toko yang tutup, pusat pendidikan dan dinas pemerintahan juga tutup. Perkantoran banyak yang memberlakukan WFH (work from home). Pasar tradisional juga sangat lengang. Beberapa pekerja buruh angkut, hanya termenung di tepian toko yang tutup seraya menghitung peluh mereka. Peluh itu terus keluar, sementara uang belum mereka dapatkan walau sepersen pun. Gaven memperhatikan semua dengan detail. Kota ini benar-benar berubah. Hiruk pikuk gemerlap ibu kota, sudah hilang bagai di telan bumi. Semuanya berubah seketika oleh kehadiran virus jahat yang sudah menguasai hampir setiap sudut negeri di bumi. Gaven melihat ada sebuah restoran yang masih terbuka. Pemuda itu pun berusaha masuk ke dalamnya walau harus melewati serangkaian pemeriksaan dan juga disuruh cuci tangan terlebih dahulu. “Maaf, abang mau makan apa?” tanya seorang pramusaji wanita yang tengah menggunaka masker dan juga sarung tangan. “Maaf mbak, aya tidak ingin makan, saya ingin mencari pekerjaan. Mana tahu restoran ini butuh tukang panggul atau pekerjaan berat lainnya. Saya bersedia mengerjakan apa saja.”Gaven menjelaskan dengan senyum mengembang dari balik masker yang tengah ia kenakan. Manajer restoran yang mendengar percakapan itu, segera menghampiri Gaven, “Maaf, Dek. Restoran kami sedang tidak butuh karyawan. Justru restoran ini sudah memecat banyak sekali karyawannya. Adek lihat sendiri bukan? Bahkan tidak ada satu pun pelànggan yang datang. Semua orang lebih memilih berdiam diri di rumah mereka.” Manajer itu tertunduk. “Iya, Pak. Tidak apa-apa, saya mengerti. Kalau begtu saya permisi, selamat siang.” Gaven pun pamit dan segera meninggalkan restoran itu. Pemuda itu melangkah dengan gontai dan lesu. Gaven terus dan terus melangkahkan kakinya tanpa kenal lelah. Hingga pada akhirnya, kaki itu membawanya ke sebuah pusat perbelanjaan yang masih terbuka. Gaven masuk ke dalam pusat perbelanjaan itu, berharap ada yang bisa memberinya pekerjaan di sana. Sebelum masuk, satpam mencegat pemuda itu. Gaven disuruh cuci tangan terlebih dahulu dan diukur suhu tubuhnya. “Silahkan masuk,” ucap satpam setelah memastikan pemuda yang ada di depannya dalam keadaan baik-baik saja. “Terima kasih, Pak.” Gaven kembali tersenyum dari balik masker yang tengah ia kenakan. Gaven masuk ke dalam salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota itu. Sepi ... Kembali, hanya perasaan itu yang terasa saat ini. Mall itu benar-benar sepi dan hampir tidak ada pengunjung. Belum sampai masuk ke bagian dalam Mall, Gaven sudah memutar kembali tubuhnya. Ia yakin, ia tidak akan mendapatkan pekerjaan di sini. Baru saja Gaven memutar tubuhnya, ia merasa tubuhnya menabrak seseorang hingga orang tersebut tersungkur. “Ma—maaf ... saya tidak sengaja.” Gaven melihat seorang wanita yang cantik dan seksi, terjengkang di hadapannya. Seorang pria berbadan kekar, membantu wanita itu untuk berdiri. Gaven memperhatikan wanita cantik yang ada di hadapannya, ia merasa tidak asing dengan paras wanita itu. “Mbak, saya benar-benar minta maaf. Saya tidak sengaja.” Gaven kembali menunduk dan merasa bersalah. “Tidak apa-apa.” “Mbak ini artis’kan? Mbak penyanyi pop yang terkenal itu’kan? Wah ... saya tidak menyangka akan bertemu dengan mbak di sini.” Gaven sangat antusias, ia berniat bersalaman dengan wanita yang sudah ia tabrak. “Jangan macam-macam dengan bos saya!” Baru saja Gaven menyodorkan tangan hendak bersalaman dengan wanita itu, pria kekar yang merupakan bodyguard langsung memberikan sebuah pukulan tepat di dàda Gaven. Gaven langsung tersungkur, “Maaf, Pak. Saya tidak berniat menyakiti bos anda, saya hanya ingin bersalaman sebab saya terlalu menggemari beliau.” Gaven berkata seraya memegang dadanya yang perih atas pukulan tadi. “Kau ingin menyebar virus kepada bos saya, iya?” pria kekar itu bukannya berhenti menyakiti Gaven, malah kembali memberikan sebuah tendangan untuk ke dua kalinya di dàda pemuda itu. “Auuhh ....” Gaven kembali merintih kesakitan. Dua kali sudah dadanya kena hantaman tangan dan kaki pria kekar itu. “Sudah ... sudah ... jangan diteruskan, lagi pula pemuda itu tidak bersalah. Ia tidak sengaja.” Rose—seorang aktris sekaligus penyanyi ternama—menyuruh pengawalnya berhenti menyakiti Gaven. Gaven bangkit seraya memegang dadanya, “Pak, saya sudah katakan kalau saya tidak sengaja. Saya juga sudah minta maaf atas kesalahan yang sudah saya lakukan, tapi mengapa anda malah menghujani saya dengan pukulan?” Gaven berdiri dan berusaha menahan emosinya yang mulai memuncak. “Dasar manusia anjìng! Sudah tahu kau bersalah, masih saja mengelak. Kumatikan juga kau hari ini, bangsàt!” Bugh ...!! Untuk ke tiga kalinya, tubuh Gaven mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari pria kekar itu. Kali ini wajahnya yang menjadi sasaran. Gaven sudah tidak tahan. Keadaan ekonomi yang sulit serta perlakuan kasar  yang sudah berlebihan dari pemuda kekar, membuat Gaven kehilangan kesabaran. Gaven benar-benar berada di puncak amarah. Tubuhnya kini terasa sangat panas, aliran darahnya berjalan lebih cepat, begitu juga jantung pemuda itu. Gaven kembali merasakan ada dorongan yang begitu kuat dari dalam tubuhnya. Dorongan untuk membunuh dan membunuh. Dengan sekuat tenaga, Gaven masih berusaha mengendalikan emosinya. Sisi baik dari dalam jiwanya terus menerus mengingat semua pesan dari ke dua orang tuanya. Nak, kalau ada yang jahat sama Gaven, Gaven jangan balas dengan kejahatan juga, nanti Tuhan bisa marah dan tidak akan memberikan Gaven hadiah. Gaven benar-benar tengah berperang dengan jiwanya sendiri. pemuda itu kewalahan dalam menghadapi lonjakan emosi dalam jiwanya. Terlebih, pria kekar itu terus saja menghujani Gaven dengan hinaan dan kata-k********r. “CUKUP!! Jangan kau teruskan lagi ocehanmu. Aku sudah berbaik hati karena sudah mengakui kesalahanku, tapi kau tidak berhenti menghinaku. Sekarang, kau rasakan apa yang akan aku lakuan terhadapmu, bajìngan!” Gaven terus menatap pria itu dalam-dalam. Netra cokelat terang itu perlahan-lahan berubah  warna menjadi merah. Merah dan semakin merah. Rose melihat semua itu dengan jelas. Rose melihat netra Gaven tiba-tiba merah dan bersinar. Walau hanya dua detik, tapi cukup membuat bulu kuduk Rose dan pria kekar itu bergidik. Setelah menutup kembali matanya dan manik itu kembali ke warna semula, Gaven pergi dan bergegas meninggalkan pusat perbelanjaan itu. ia pergi dengan membawa luka di perut, dàda, wajah dan jiwanya. === ===== Maaf ya, yang BAB 6 belum sempat aku revisi. Mama aku masih DROP dan keadaannya semakin memburuk.  Mohon doa terbaik dari teman-teman semua, Terima kasih...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD