BAB 8 – Tawaran Pekerjaan

878 Words
Gaven terus melangkah keluar pusat perbelanjaan. Sesampai di luar, Gaven mengeluarkan secarik kertas dan pensil yang memang selalu ia bawa ke mana saja. Gaven memang senang melukis apa saja yang ia lihat di mana saja. Maka dari itu, Gaven selalu membawa kertas dan pensil kemana pun ia pergi. Pemuda itu mulai melukis wajah pria kekar yang sudah menyakitinya. Gaven melukisnya dengan sangat cepat dan detail. Gambar itu semakin detail dan jelas. Gambar yang dibuat Gaven, bagaikan lukisan tangan dari seorang yang sudah profesional. Setelah gambar itu selesai, Gaven tersenyum kecut sesaat lalu menatap gambar itu sesaat hingga netranya berubah warna menjadi semerah darah. Gaven lalu memberi tiga buah titik di bagian bawah mata pada gambar itu. Dua detik setelah menyimpan kembali gambar itu, Gaven mendengar ada keributan di dalam pusat perbelanjaan. Pria kekar yang sudah menyakitinya, tiba-tiba terjatuh dan mati mendadak dalam mall itu. Semua orang tampak panik dan tidak berani menyentuh jasad pria kekar, karena mereka mengira sang pria kekar meninggal karena virus mematikan yang kini tengah melanda seluruh negeri. Gaven tertawa sejenak lalu mulai melangkah pergi meninggalkan pusat perbelanjaan itu. Ia merasa puas karena sudah berhasil menghabisi nyawa orang yang sudah menyakitinya. Emosinya sudah terbalaskan. Pria kekar itu membayar kontan atas kesalahan yang sudah ia lakukan terhadap Gaven. "Hai, tunggu!" Langkah kaki Gaven terhenti setelah mendengar suara seorang wanita yang tengah memanggilnya. Gaven membalik tubuhnya, "Mbak Rose, ada apa anda memanggil saya?" "Kamu kenal saya?" "Siapa yang tidak kenal dengan anda, anda adalah seorang aktris dan penyanyi terkenal. Saya menyukai lagu-lagu anda." "Benarkah? Saya tidak menyangka jika disukai pemuda tampan seperti anda." Rose tersenyum, ia tertegun dengan ketampanan pemuda yang ada di depannya. "Ada apa anda memanggil saya?" "Saya tahu ada yang tidak biasa di tubuh anda, maukah anda bekerja dengan saya? Saya ingin anda menjadi pengawal pribadi saya. Saya akan memberi gaji tinggi, bagaimana?" "Hhmm ... Menarik, kebetulan saya memang sedang membutuhkan pekerjaan. Berapa gaji yang anda tawarkan?" "Sepuluh juta sebulan, itu pun kalau kamu mau melakukan hal lainnya, saya akan memberi lebih banyak lagi." "Maksud anda?" "Nanti kita bicarakan di tempat saya. Jika anda bersedia, maka mulai detik ini anda sudah resmi menjadi pengawal saya, bagaimana?" "Boleh, tapi saya minta seperempat gaji saya di muka. Saya ingin memberikannya kepada ibu untuk membeli bahan makanan. Di rumah kami, sudah tidak ada lagi yang akan dimasak." Gaven tertunduk, netranya berkaca-kaca. "Tenang saja, saya akan memberi lima juta di awal. Kamu bisa bawa mobil?" "Bisa, saya biasa disuruh membawa mobil teman saya ke kampus. Tapi maaf, saya belum punya SIM, belum ada biaya untuk mengurus." "Itu gampang, nanti saya buatkan. Sekarang antar saya pulang. Nanti akan kita bicarakan mengenai tugas dan tanggung jawab anda." Rose begitu senang ketika Gaven menerima tawarannya. "Baiklah, Bos." "Jangan panggil saya dengan sebutan seperti itu. Panggil saja mbak Rose. Saya tidak enak apabila dipanggil seperti itu oleh pemuda tampan seperti anda." Rose memperlihatkan senyum manisnya kepada Gaven. "Siap! Mbak Rose yang cantik." Wanita tiga puluh dua tahun itu tersipu malu. Ia cukup tertegun dengan paras tampan, postur gagah, suara lembut dan kekuatan besar yang dimiliki Gaven. "Jangan bicara seperti itu. Oiya, nama anda siapa?" Gaven menyodorkan tangannya kepada Rose, "Saya Gaven, Gaven Althair, dua puluh tahun." "Waw ... dua puluh tahun, masih sangat muda. Pantas saja terlihat keren." Rose menatap Gaven dari ujung rambut hingga ujung kaki dengan tatapan tidak biasa.  Gaven tertawa kecil, ia semakin memperlihatkan senyum manisnya kepada bos barunya. Beberapa saat, Rose tertegun. Namun karena keributan yang terjadi di dalam mall, dan beberapa petugas kesehatan berseragam APB (alat pelindung diri) lengkap, sudah datang ke lokasi, membuat Rose tersadar dan mengajak Gaven segera meninggalkan tempat itu. "Gaven, ayo kita segera tinggalkan tempat ini." "Iya." Gaven menurut. Rose membawa Gaven ke parkiran. Sesampai di samping mobilnya, Rose memberikan kunci mobil kepada Gaven.  "Gaven, bawa mobilnya. Kita segera tinggalkan temat ini." "I—iya, Mbak." Gaven mulai membukakan pintu penumpang bagian belakang untuk Rose, wanita itu masuk dan mengucapkan terima kasih. Gaven pun mulai melajukan mobil itu dengan kecepatan sedang, pergi meninggalkan pusat perbelanjaan yang kini tengah ribut oleh kematian seseorang secara mendadak. "Gaven, saya tahu bahwa kamu yang sudah membunuh pengawal saya, benar'kan?" Rose mulai membuka percakapan setelah mobil mereka agak menjauh dari pusat perbelanjaan. "Ma—maksud anda?" Gaven tergagap. "Kamu tidak perlu takut, Gaven. Justru karena itu aku ingin mempekerjakanmu. Aku sangat senang jika bisa dilindungi oleh pria hebat sepertimu." "Maaf, Mbak. Pria tadi sudah kelewatan menyakitiku. Aku bahkan sudah meminta maaf, tapi beliau tidak menghiraukan." "Iya, saya tahu itu. Ketika saya melihat sinar yang tidak biasa dari matamu, saya bisa tahu jika kamu yang sudah membunuhnya dengan kekuatan hebat yang kamu miliki. Maka dari itu, saya langsung menemuimu." "Ja— jadi, anda tidak marah?" Gaven masih tergagap. "Hahaha ... Untuk apa saya marah? Kamu ini benar-benar polos, Gaven." "Syukurlah, saya pikir anda akan melaporkan saya ke polisi." "Kalau saya ingin melaporkan anda, saya tidak mungkin akan anda untuk bekerja dengan saya." "I—iya, maaf mbak Rose." "Sudahlah, sekarang sebaiknya kita segera ke rumah saya. Saya akan menjelaskan semua tugas dan kewajiban anda. Sekalian, saya juga akan memberikan setengah dari gaji anda di awal." "Benarkah? Terima kasih, Mbak." Gaven begitu senang ketika mengetahui dirinya akan mendapatkan uang hari ini. Uang yang akan ia berikan kepada Anna—ibunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD