BAB 1 – Kelahiran Bayi Bermata Merah

1320 Words
JUDUL     : EYES (18+) AUTHOR : NHOVIE EN GENRE    : PARANORMAL URBAN—THRILLER ================= BLURB. WARNING!! Mengandung adegàn dewasa, umpatàn dan kata-kata kàsar. BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN ======= Gaven Althair, dilahirkan ke dunia dalam kondisi prematur dan dibantu oleh dukun kampung. Namun kelahiran Gaven, membuat ke dua orang tuanya cemas dan bertanya-tanya. Bayi laki-laki itu terlahir dengan netra berwarna merah menyala. Sesaat setelah kelahiran bayi laki-laki itu, hujan deras serta petir menyambar-nyambar selama sepuluh menit. Saat hujan badai tersebut, Gaven tidak menangis sama sekali. Bahkan netra berwarna merah menyala itu tidak berkedip sedikit pun. Sang dukun kampung yang biasa dipanggil dengan sebutan “nini” itu mulai membersihkan bayi bermata merah itu. Setelah bayi Anna bersih, nini menutup netra Gaven dengan telapak tangannya seraya megucapkan mantra. Sesaat kemudian, netra merah itu berubah kembali menjadi cokelat terang dan nini memberikan Gaven kepada Anna untuk disusui. Sang dukun kampung memberi tahu Anna dan Matheo—orang tua—Gaven tentang kejanggalan pada diri Gaven. Bayi laki-laki itu diprediksi memiliki kekuatan supranatural yang luar biasa. Namun “nini” tersebut tidak tahu pasti kekuatan seperti yang dimiliki oleh Gaven. Anna dan Matheo sedikit khawatir mendengar penjelasan nini tersebut.  Kekuatan Supranatural seperti apa yang dimiliki Gaven? Apakah Gaven mampu menjalani hidup normal dengan KEKUATAN MEMBUNUH yang ia miliki? === ===== ======= Banten, September 2000. Malam itu, hujan turun dengan derasnya dan petir menyambar-nyambar seakan hendak mencambuk siapa saja yang melewati sebuah jalanan perkampungan. Tidak hanya hujan dan petir, guntur juga ikut menggelegar memekakkan telinga siapa saja yang berada di perkampungan itu. Anna—wanita berusia tiga puluh tahun—tba-tiba terjaga dan merasakan kontraksi hebat di perutnya. Wanita yang sedang hamil enam bulan itu meringis menahan sakit. Janin yang ada di dalam rahimnya terus mendesak keluar jauh sebelum waktunya. “Pak ... Pak ... tolong, Pak.” Anna terus mengguncang-guncang tubuh suaminya. “Hhmmm ....” Matheo—suami Anna—hanya bergumam pelan. “Pak, anak kita mau lahir ... tolong, Pak.” Anna berusaha membangunkan suaminya yang masih tertidur lelap. “Ada apa, Bu? Bukankah kandunganmu masih enam bulan? Mau lahiran apa.” Matheo masih malas untuk bangkit, sementara Anna sudah mengeluarkan keringat dingin karena menahan rasa sakit yang terus terjadi. “Pak, aku tidak bercanda ... aku mohon, tolong bantu aku. Aaahhhh ....” Ana benar-benar sudah tidak tahan. Ia berteriak guna menghilangkan sedikit rasa sakit yang mendera dirinya. Matheo segera terjaga setelah mendengarkan teriakan Anna. Anna tidak berbohong, darah sudah mengalir lewat paha wanita itu. Di tengah cuaca yang dingin dan hujan deras, Anna malah mengeluarkan banyak keringat. Ia sungguh kesakitan. “Pak ... tolong a—aku ....” Anna mulai terbata-bata. Rasa sakit yang dideritanya memang luar biasa. Matheo segera turun dari ranjang dan mulai mengeluarkan sepeda motor miliknya. Fasilitas kesehatan cukup jauh dari kediaman Matheo sementara Anna sudah merasakan sakit yang teramat sangat. “Bu, kita bawa ke rumah nini saja, bagaimana? Rumah bidan di sini lumayan jauh.” Matheo yang sudah lengkap dengan jas hujan, memberi saran kepada istrinya. “Terserah, Pak. Aku sudah tidak tahan. Nanti anak kita bisa keluar di sini.” “Berpegangan, kita akan segera ke rumah nini.” Matheo segera melajukan sepeda motornya menuju rumah salah seorang dukun kampung yang biasa mereka panggil dengan sebutan “nini”. Hujan yang begitu deras membuat Matheo kesulitan untuk mengendarai sepeda motornya dengan baik. Ditambah lagi, medan yang cukup sulit dengan jalanan berlumpur dan penuh dengan genangan air. “Pak, hati-hati bawa motornya. Aku bisa terjatuh.” Anna memegang erat pinggang suaminya karena motor yang dikendarai Matheo berkali-kali hampir oleng. “Iya, Bu. Aku sudah berhati-hati. Jalanan ini terlalu buruk. Dimana-mana air tergenang, aku tidak bisa melihat jalanan yang masih keras dan bagus.” Matheo berusaha menyeimbangkan diri agar motor itu masih berjalan dengan stabil. Tak lama, mereka pun sampai di sebuah gubuk yang cukup jauh dari permukiman warga. Gubuk yang sekelilingnya ditumbuhi pohon-pohon besar dan juga rumput-rumput liar. Sekeliling gubuk itu sangat gelap dan cukup membuat bulu kuduk bergidik. Namun, demi menyelamatkan nyawa bayi dan istrinya, Matheo tidak memedulikan kengerian yang terpancar begitu jelas di tempat itu. Beruntung, gubuk yang dihuni oleh seorang wanita tua yang biasa dipanggil oleh warga dengan sebutan “nini” itu sudah dialiri jaringan listrik. Jadi gubuk itu sedikit terang walau tidak terlalu benderang. “Bu, kita sudah sampai. Apa ibu bisa turun sendiri?” Matheo masih memegang kemudi motornya agar motor itu masih stabil. “Iya, akan aku usahakan.” Anna perlahan mulai turun seraya memegang kuat pinggang suaminya. “Ibu berpegangan dulu pada tubuhku, aku akan turun dari motor.” Matheo mulai turun dan memapah istrinya. “Permisi ... Ni ... Nini ....” Suara Matheo kalah keras oleh derasnya bunyi hujan. Namun, seakan sudah tahu akan kedatangan pasangan suami istri itu, nini yang dimaksud segera keluar dan menyambut mereka dengan ramah. “Sudah datang rupanya ... ayo masuk.” Nini itu menyuruh Anna dan Matheo masuk ke dalam gubuknya. Anna sudah kepayahan, ia merasakan anaknya sudah berada di ujung jalan lahirnya. Tiba-tiba Anna rebah sebelum berhasil masuk sempurna ke dalam gubuk nini tersebut. Bahkan wanita itu belum sempat membuka jas hujannya. “Pak ... aku sudah tidak tahan, anak kita mau keluar.” Anna menangis menahan sakit yang teramat sangat. “Gendong dia, bawa dia ke dalam. Biarkan jas hujan itu melekat di tubuhnya. Anak kalian sudah waktunya untuk keluar.” Matheo tercenung melihat nini yang tampak begitu santai. Seakan wanita tua itu sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. “Bu, tahan sebentar ya.” Matheo membopong istrinya masuk ke dalam gubuk. “Tidurkan ia di sana.” Nini memerintah Matheo agar membaringkan Anna di atas tikar yang sudah disediakan oleh nini. Matheo semakin heran. Suasana di dalam gubuk seakan sudah siap menyambut kedatangan mereka. Nini sidah menyiapkan air hangat dalam wadah besar, kain, dan beberapa peralatan tradisional lainnya untuk membantu persalinan seseorang. “Menyingkirlah, aku akan membantunya.” Matheo menyingkir dan nini sudah bersiap di depan organ vital Anna untuk membantu wanita itu melahirkan bayinya. Wanita tua itu merobek jas hujan Anna. Lalu ia merubah posisi kaki Anna seperti posisi seorang wanita yang hendak melahirkan. “Nini ... sakit ni ... anakku sudah minta keluar, Ahhh.” Anna semakin tak kuasa menahan rasa sakit yang mendera seluruh persendiannya. “Aku sudah melihatnya, ia begitu bersinar. Bersiaplah, satu kilatan kuat diiringi guntur besar, maka anakmu akan lahir ke dunia.” Nini itu berbicara seolah akan datang seseorang yang istimewa ke muka bumi ini. Matheo masih bingung dengan semua yang diucapkan oleh nini itu. Pria itu terus menatap bagian bawah istrinya. Memang benar ada segurat sinar merah ia lihat di area pintu lahir tersebut. Tak lama, sebuah kilatan besar menyambar diiringi suara guntur yang menggelegar kuat. Seketika aliran listrik menjadi padam. “AAAAAHHHHH ....” Anna terpekik menahan sakitnya. Wanita itu menghejan dengan sangat kuat. Di tengah kegelapan malam yang benar-benar pekat tanpa sedikit pun cahaya, Matheo malah melihat sinar merah menyala dari bayi yang baru saja keluar dari rahim istrinya. Tidak hanya Matheo yang melihat sinar itu, nini dan juga Anna melihat sinar merah menakutkan itu memenuhi ruangan gubuk nini. “Ia sudah lahir ... Ia sudah lahir ....” Nini tersebut tertawa ringan, namun tawanya terdengar menyeramkan. Matheo dan Anna sedikit bergidik. Tidak lama, lampu kembali menyala. Sinar merah itu juga sirna seiringan dengan adanya cahaya lain di ruangan itu. Matheo kini bisa melihat putranya. Lagi, pria itu dibuat terheran-heran. Bayi yang baru dikandung selama enam bulan, lahir dengan keadaan sangat sehat dan tubuh padat. Bayi laki-laki itu sangat tampan. Netranya menatap tajam seisi ruangan gubuk nini, tapi sayangnya bayi itu sama sekali belum menangis. Matheo melihat ada yang ganjil. Bola mata manusia biasanya berwarna hitam dan cokelat atau beberapa ada yang biru dan abu-abu, tapi bola mata putranya malah berwarna merah menyala. Tatapan bayi itu begitu mengerikan. Bayi itu terus melihat sekeliling seakan ada yang terlihat dari netra merahnya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD