BAB 11 – Makhluk Menyeramkan

1315 Words
Gaven terduduk di atas ranjang di dalam kamarnya. kamar bernuansa biru laut itu, cukup membuat Gaven merasa nyaman. Kamar yang sudah ia tempati selama bertahun-tahun. Di kamar itu pula, Gaven sering menghabiskan hari dengan melukis dan menggambar apa saja yang ia ingat, terutama gambar manusia. Diam-diam, Gaven masih terus menggambar manusia tanpa sepengetahuan Matheo dan Anna. Gaven teringat dengan gambar yang baru saja ia buat tadi siang. Gambar yang ia gunakan untuk menghilangkan nyawa pengawal pribadi Rose. Gaven menatap gambar itu dalam-dalam. Gambar yang benar-benar begitu detail dan jelas. Gaven terus menatap gambar itu, ada sesuatu yang menyesak di dalam dadanya. Ada segurat penyesalan di dalam hati Gaven. Ia sudah membohongi ke dua orang tuanya. Gaven sudah mengkhianati kepercayaan Matheo dan Anna. Gaven sudah kembali menjadi seorang pembunuh. Penyesalan yang begitu dalam membuat Gaven kehilangan kesabaran. Ia meremas kertas itu dan membuangnya dengan kasar ke dalam tempat sampah. Maafkan Gaven ibu, ayah ... Gaven tidak mampu mengendalikan diri Gaven. Maafkan Gaven ... Gaven bergumam dalam hatinya. Lelah menyesali perbuatannya, Gaven pun mulai mencoba merebahkan tubuh ke atas ranjang. Ia ingin beristirahat sejenak. Mengatur kembali hati dan berusaha megendalikan emosi. - - - Gelap ... Gaven tersentak dan ia kebingungan. Ia kini berada di sebuah ruangan yang begitu gelap. Tidak ada satu titik cahaya pun yang terlihat. Gaven bagaikan orang buta yang kehilangan pegangan. Dimana aku? Gaven bertanya-tanya dalam hatinya. Pemuda itu mencoba meraih apa pun di sekitarnya. Namun nihil, ia tidak menemukan apa pun. Ruangan itu seakan kosong dan luas. Gaven terus melangkah. Awalnya pelan, lambat laun Gaven setengah berlari, berharap menemukan cahaya dan menemukan jawaban atas pertanyaannya. Semakin Gaven berlari, semakin ia tidak menemukan petunjuk apa pun. Gaven merasa semakin lama ruangan itu semakin luas. Tidak ada apa pun yang bisa Gaven sentuh, tidak ada apa pun yang bisa Gaven lihat. Semua gelap, sangat gelap. Sekarang aku harus kemana? Aku tidak tahu apa-apa, aku tidak tahu aku berada dimana. Gaven kebingungan dan ia mulai lelah melangkah. Apa-apaan ini, mengapa tidak ada siapa-siapa di sini? Aku harus kemana? Atau apa semua ini hanya mimpi? Gaven berhenti melangkah, ia tahu sejauh apa pun ia melangkah, itu akan tetap sia-sia. Gaven mencoba duduk. Namun, baru saja bokóng Gaven terduduk di sana, Gaven merasakan ada yang hangat. Bokóngnya terasa hangat, empuk dan sedikit basah. Hei, apa ini lumpur? Mengapa bisa empuk dan basah begini? Di mana aku sebenarnya? Gaven segera bangkit dan mundur beberapa langkah. Tidak jauh dari tempat lembab dan basah tadi, Gaven merasa punggungnya membentur sesuatu. Ia merasa membentur sebuah benda keras mirip dinding. Apa lagi ini? Gaven membalik tubuhnya dan mencoba meraba benda keras yang sudah menyentuh punggungnya. Ini seperti dinding, iya ini dinding. Pasti ada jalan keluar, aku yakin ada pintu di sini. Aku harus mencari pintunya. Gaven terus meraba benda yang sama sekali tidak terlihat oleh matanya. Terus dan terus, hingga ia lelah dan tidak juga menemukan pintu yang dimaksud. “Gaven ....” Lagi, di tengah ke putus asaan, Gaven kembali mendengar gema suara yang tidak tahu berasal dari mana. Suara yang sama dengan suara yang didengar oleh Gaven ketika ia berusia sepuluh tahun. “Gaven ....” Gaven bergidik, ia menoleh ke kanan, ke kiri hingga memutar tubuhnya tiga ratus enam puluh derajat, namun ia tidak juga menemukan apa pun. Hanya kegelapan yang ada di sekeliling Gaven. “Gaven ....” Suara itu kembali terdengar. “SIAPA DI SANA? TOLONG KELUARKAN AKU DARI DI SINI! AKU INGIN PULANG!!” Kali ini Gaven berteriak dengan sangat keras. Dari pertama masuk ke dalam ruangan gelap itu, Gaven hanya bisa bergumam dalam hati. “Kamu sendiri yang harus mencari jalan pulangmu, Gaven ....” Gaven mendengar jawaban. Suara yang entah dari mana asalnya. Suara yang dasarnya mirip laki-laki namun gemanya mirip suara perempuan. “DARI TADI AKU SUDAH MENCARI, NAMUN AKU TIDAK MENEMUKAN APA-APA DI SINI. SEMUANYA GELAP, BAGAIMANA BISA AKU MENEMUKAN JALAN PULANG, HA?” Gaven terus berteriak. “Gaven ... gunakan kekuatanmu untuk menemukan jalan pulang. Gunakan mata merahmu untuk melihat sekitar. Kau pasti akan menemukan jalanmu.” Suara itu kembali memberi petunjuk. “TAPI BAGAIMANA CARANYA? AKU BISA MENGGUNAKAN KEKUATAN ITU HANYA KETIKA AKU MARAH SAJA.” “Tidak, Gaven ... kamu bisa menggunakan kekuatan itu kapan saja. Kamu bahkan bisa mengendalikannya sendiri. kekuatan yang sangat besar dan luar biasa.” “IYA, TAPI BAGAIMANA CARANYA?” “Kendalikan pikiranmu, kendalikan alam bawah sadarmu. Coba untuk fokus dan konsentrasi.” “Baiklah, aku akan coba.” Kali ini Gaven tidak lagi berteriak. Gaven berusaha berdiri tegap, kemudian menutup ke dua matanya. Ia berusaha untuk fokus dan konsentrasi. Gaven berusaha mengosongkan pikiran, melupakan semua permasalahan. Ia berusaha mengatur napas, bersikap tenang dan memusatkan pikiran untuk satu tujuan, yakni membangunkan kekuatan yang tertidur di dalam dirinya. Lima menit berselang, Gaven merasakan tubuhnya memanas. Jantungnya memompa lebih cepat. Aliran darahnya mengalir semakin deras dari biasanya. Sedetik kemudian, Gaven pun membuka matanya. Ruangan yang awalnya gelap, kini berubah menjadi merah. Warnanya merah yang menyala yang keluar dari sepasang netra Gaven. Kini, Gaven bisa melihat, tempat seperti apa yang kini ada di sekelilingnya. Tempat itu berupa sebuah ruangan yang begitu luas. Di sisi kanan Gaven terdapat dinding tanpa batas di bagian atas. Seakan dinding itu menyatu dengan langit. “SIAPA KAU?!” Gaven tersentak tatkala netranya menatap sesosok makhluk besar yang menyeramkan. Makhluk tinggi berwarna hitam kemerahan. Wajahnya dan tangannya putih bagai tepung. Netranya merah semerah darah. “Hahaha ... akhirnya kita bertemu juga, Gaven.” Suara makhluk itu menggema menakutkan. Giginya terlihat merah bagai darah ketika tertawa. “Siapa kau, mau apa?” Gaven bergidik. “Aku ... aku adalah leluhurmu yang sudah memberikan kekuatan besar itu kepadamu. Aku, aku yang sudah menurunkan ilmu itu untuk membunuh semua orang yang tidak kau sukai. Aku ... aku ingin kau membunuh semuanya. Gunakan kekuatan itu untuk kejahatan, Gaven.” Makhluk itu menunduk. Gaven merasakan aroma napas yang hangat dan busuk yang keluar dari mulut makhluk tinggi itu. “TIDAK! Nini itu sudah berpesan agar aku jangan menggunakan kekuatan itu untuk kejahatan. Kau pasti berbohong.” “Hahaha ... Gaven, akulah yang sudah memberikan kekuatan itu kepadamu. Bukan nini atau ke dua orang tuamu. Sekarang aku perintahkan kau untuk menggunakannya untuk kejahatan. Gunakan kekuatan itu untuk kejahatan, maka kau akan berjaya dan kaya, hahaha ....” “TIDAK! Ibu dan ayah sudah megingatkan aku berkali-kali. Aku tidak akan menggunakannya untuk kejahatan.” Gaven bersikeras. “Kalau begitu, kau akan tinggal di sini selamanya. Kau tidak akan menemukan jalan pulang.” Makhluk itu berbalik badan dan mulai melangkah meninggalkan Gaven. “TUNGGU!!” Makhluk itu berhenti, “Ada apa, Gaven?” “Apa yag harus aku lakukan agar aku bisa keluar dari sini.” Gaven menyerah. “Hahaha ... anak pintar, akhirnya kau menurut juga.” “Cepat katakan! Jangan membuang waktuku.” Makhluk itu dengan cepat berbalik badan dan menatap Gaven, tajam. “berjanjilah dalam hatimu, kalau kau akan menggunakan kekuatanmu untuk kejahatan. Bunuh siapa saja yang ingin kau bunuh. Semakin banyak nyawa yang melayang, maka kekuatanmu akan tumbuh semakin besar.” “Benarkah demikian?” “Ya ... Semakin banyak jiwa yang tewas oleh pandangan mata merahmu itu, maka akan semakin besar kekuatanmu.” “Lalu bagaimana dengan janjiku kepada nini, ibu dan ayah?” “Hahaha ... jangan pedulikan mereka. Yang penting kau akan jadi orang besar. Kau akan jadi manusia hebat dan ditakuti. Apa kau tidak menginginkannya?” “Ya, aku menginginkannya.” “Kalau begitu berjanjilah dalam hatimu, maka kau akan menemukan jalan pulang." Suara itu kembali menggema. “Baiklah, aku akan mencoba.” Gaven kembali berdiri tegap, ia menutup ke dua matanya. Gaven berkonsentrasi dan berjanji di dalam hatinya untuk menuruti semua keinginan dan perkataan makhluk besar yang mengaku sebagai leluhur Gaven. Gaven ingin menjadi orang besar. Gaven akan melakukan apa pun untuk memenuhi ambisinya itu. walau ia harus mengingkari janjinya kepada ke dua orang tuanya. Walau Gaven harus menjadi penjahat setelah ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD