Chapter 24

1231 Words
            Aku mengerjapkan mata. Tak ada cahaya silau yang menyapa mataku. Justru cahaya lembut berwarna jingga yang menyapaku. Aku melihat sekeliling. Sepi. Gelap. Hanya ada sedikit cahaya dari jendela yang terbuka lebar. Aku menggeliat. Sepertinya aku tidur siang terlalu lama. Langit di luar sana sudah berubah warna, matahari hendak pamit pergi karena sudah menyelesaikan pekerjaannya hari ini sebagai penerang untuk semuanya. Aku menguap lebar. Ya ampun, rasa kantuk masih menyerangku. Tapi aku tidak boleh tidur lagi. Nanti malam kami semua harus bersiap untuk pesta kembang api dan makan besar yang akan di adakan di komplek perumahan. Itu merupakan acara wajib untuk menutupi nyepian mahkota hari ini. Tapi listrik rumah masih belum boleh di nyalakan, di gantikan dengan lentera yang menyala di setiap sudut. Hal ini akan berlangsung hingga besok.             Aku membuka jendela lebih lebar, agar makin banyak cahaya yang masuk. Angin sore menyapa tubuhku. Hari ini cuacanya semakin siang semakin panas. Tadi pagi sempat mendung, tapi mendung belum tentu hujan. Mendung hanya menyapa sebentar, berganti dengan terik sinar matahari. Sepertinya matahari mengerti kalau hari ini kami ada pemadaman listrik, jadi dia bekerja ekstra menyinari bumi sebagai pengganti lampu. Karena matahari yang sangat terik itu, semua jendela di rumah terbuka lebar agar cahaya masuk. Tapi aku anaknya yang tidak tahan dengan cuaca panas, jadilah aku bermandikan keringat dan jadi mudah mengantuk.             “Kok sepi ya,”gumamku. Aku mengelilingi ruang tamu. Tidak ada orang. Aku pergi ke dapur. Kosong juga, tidak ada orang. Pergi kemana semua orang di rumah ini? Bukannya kalau sedang nyepian begini tidak ada yang boleh keluar rumah sampai nanti malam?             Perutku berbunyi protes. Ah, aku tidur terlalu lama sampai melewatkan makan siang. Aku pergi ke lemari untuk mengecek apakah ada makanan yang tersisa. Kosong, tak ada isi di lemari. Aku pergi ke kulkas. Beruntung aku sudah mengganti kulkas ke mode terbaru, dimana gel- gel pendingin yang ada di dalam kulkas untuk menyimpan makanan bisa bertahan berminggu- minggu dinginnya meski tanpa listrik. Benar saja, beberapa makanan ada di dalam kulkas. Aku memasukkan tanganku ke dalam gel pendingin untuk mengambil makanan. Dingin. Aku mengeluarkan makanan dan mengendusnya. Oke, masih bagus dan tidak membeku. Sepertinya mama sudah menyetel suhunya dengan tepat, sehingga makanan tidak akan membeku di dalam sana.             Aku menaruh makanan itu di atas meja. Makan siang yang simple saja, chicken katsu dan kari jepang. Syukurlah makanan ini masih dalam suhu yang nikmat untuk di santap. Aku mengambil sendok dan memakannya. Enak. Sama seperti saat aku masih kecil rasanya, dimana nenek sering memasak kari jepang ini biar aku mau makan.             “Loh Teh, baru makan?”Tanya seseorang dari pintu dapur. Aku menoleh. Mama berdiri di sana dengan rambutnya yang menggembang seperti singa. Mama pasti baru bangun tidur.             “Iya ma, tadi ketiduran,”jawabku. Mama menuangkan air dari teko ke gelas dan duduk di depanku. Mama menguap sambil menutup mulutnya, lalu meneguk air di gelas hingga habis.             “Kamu udah ibadah? Jangan hanya tidur aja kerjanya, hari ini hari sakral bukan hari libur biasa,”Tanya mama.             “Iya ma. Nanti. Makan dulu. Mama juga tidur aja tuh,”jawabku. Mama melirikku dan mendengus.             “Mama baru tidur sebentar, kan capek siapin sarapan,”ujar mama. Mama bangkit dari duduk dan menaruh gelas di westafel cuci piring.             “Sudah, mama mau mandi. Nanti siap makan kamu cuci piringnya ya. Terus jangan lupa mandi, langsung ibadah habis itu!”Perintah mama. Aku mengangguk pelan. Mama berjalan keluar pintu dapur, namun kemudian berhenti.             “Oh ya, kamu ada lihat papa gak?”Tanya mama. Aku mengeleng pelan, lalu berhenti.             “Oh, tadi kayaknya ada sih ma. Main sama aku di ruang tamu. Terus aku bangun udah gak ada lagi. Gatau kemana,”jawabku.             “Hem, papamu ini kemana sih. Lagian nyepian juga, malah main petak umpet,”gerutu mama. Aku mengangkat bahuku.             “Nanti juga papa keluar dari tempat sembunyi kalau udah bosan ma.” ****             Langit di luar sana sudah semakin menggelap dan saat itulah aku keluar dari kamar mandi. Seharusnya aku menghilangkan kebiasaan mandi larut di tengah nyepian seperti ini. Bukan apa sih, karena aku anaknya takut gelap, jadilah aku tadi mandi tanpa pintu tertutup. Terlalu takut kalau di tutup malah bakalan muncul sesuatu dari bak ataupun air di shower yang berganti dengan rambut- rambut gelantungan. Agaknya aku harus berhenti nonton film hantu sih.             Pencahayaan di kamarku hanyalah lentera yang kutaruh di setiap sudut kamar. Niatnya sih biar lebih terang, tapi tetap saja bagiku ini kalah terangnya dengan lampu tumblr yang bergelantung di kamar. Aku mengambil baju di dalam lemari dengan asal, lalu memakainya dengan cepat. Aku melepaskan lilitan handuk di rambutku dan menepuk- nepuk rambutku lembut dengan handuk, lalu menyemprotkan vitamin rambut. Biasanya aku langsung mengeringkan rambut dengan hair dryer, tapi jelas itu tidak berfungsi tanpa listrik. Yah, jaman sekarang ada sih yang portable, pakai baterai yang di charge begitu. Tapi harganya masih terlalu mahal untukku yang masih anak sekolah ini.             Setelah mencoba dengan berbagai usaha –menepuk rambut pelan pelan dengan handuk, menggoyang- goyangkannya agar ada efek angin yang mengeringkan, rambutku kini sudah kering. Aku menyisir rambut dan menggenakan parfum. Oke beres. Pintu kamarku di ketuk dan tampaklah mama di muka pintu.             “Sudah siap? Ayo kita ibadah bareng dulu, sebelum nanti pesta kembang api,”ajak mama. Aku mengangguk dan pergi turun ke bawah sambil menenteng lentera. Tampak di bawah sana nenek sudah menunggu di ruang tamu di temani dengan remang cahaya lentera di atas meja.             “Ayo sini nanti udah keburu habis waktunya,”ajak nenek. Kami berdua melangkah lebih cepat. Kami berdiri di sebelah nenek.             “Yak udah yuk, kita ibadah,”ajak nenek. Suasana hening sesaat. Angin malam yang masuk menemani khusyuknya kami dalam beribadah. ****             Ibadah selesai. Aku menyalim mama dan nenek, di susul dengan mama yang menyalim nenek. Setelah itu nenek bangkit dan merapikan bajunya yang sedikit kusut.             “Oh ya, Dion mana? Tadi siang bukannya ada ya?”Tanya nenek. Benar juga. Papa tadi tidak ikut kami beribadah.             “Tidak tahu mak. Tadi Wilda udah cariin, tapi gak ada juga,”jawab mama. Nenek membelakkan matanya.             “Jangan- jangan, Dion di culik?!” Nenek menduga- duga. Tawaku dan mama pecah.             “Ya ampun mak, mana mungkin. Siapa juga yang mau culik bang Dion? Dia kan bukan anak kecil lagi!”Jawab mama.             “Tapi … dia gak ada sama kita sekarang. Kamu cariin kemana- mana juga gak ada kan? Bisa aja dia di culik! Ya ampun nak …” Nenek panik dengan dugaannya sendiri. Mama mencoba menenangkan nenek. Ini memang agak aneh. Tadi papa masih ada denganku, siang tadi kami masih bermain game board bersama. Lalu aku ketiduran, dan bangun papa sudah tidak ada. Tapi agaknya tadi papa ada bilang sesuatu deh sebelum aku tidur. Tadi papa bilang apa ya …             “Hem … oh iya!” Aku menepuk tanganku. “Tadi siang papa ada bilang sama Teh, papa pamit sebentar katanya. Gatau kemana sih, aku gak terlalu ingat …”Ujarku memberitahu. Aku mencoba mengingat. Kayaknya tadi papa tidak ada izin bilang kemana bukan sih?             “Oh, mungkin Dion lagi siapin buat pesta kembang api komplek malam ini. Kemarin itu dia ada bilang deh ama Wilda, pak RT minta tolong gitu. Soalnya kurang orang gitu deh katanya,”lanjut mama. Nenek menghela napas lega.             “Ya sudah, kalau gitu ayo kita keluar sekarang! Bentar lagi agaknya kembang api udah di mulai. Ayo buruan sebelum terlalu rame!”Ajak mama. ****  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD