Mencintaimu Dengan Caraku

1675 Words
Rida sudah siap untuk berangkat ke kampus. Namun, dia menunggui sang suami yang masih tampak sibuk membenahi penampilan. Rida pula duduk di tepi ranjang, memainkan ponsel untuk menghilangkan suntuk. Rida cekikikan membaca novel online komedi romantis. Cerita itu hampir mirip dengan kehidupan rumah tangganya dan Ferdhy. Keseharian mereka selalu diwarnai dengan keributan-keributan kecil yang tanpa sadar membuat cinta keduanya makin tumbuh subur. Ferdhy menatap Rida curiga di pantulan cermin. Diam-diam dia memperhatikan gerak-gerik istrinya yang tengah terkekeh sambil menatap ponsel. “Ngapain ketawa-ketawa? Awas aja kalau sampai main belakang. Chat-nya si Angga nggak usah dibalas. Berani balas! Aku hukum kamu. Aku yakin 9 ronde sudah cukup buat bikin kamu nggak bisa jalan seminggu.” Dia berputar haluan seraya tersenyum miring. Kemudian menghampiri Rida yang tampak syok dengan mata membulat tegang. “Pi-pikirannya negatif mulu. Tuduh aja terus! Orang aku lagi baca novel online. Siapa juga yang ngebalas chat-nya Pak Angga. Tuh, chat-nya masih aku anggurin," jelas Rida gugup, karena merasa ngeri dengan ancaman Ferdhy. Dia membuka aplikasi w******p lalu menunjukkan kolom chat dari nomor yang tidak dikenal tersebut. Ferdhy mengacungkan kedua jempolnya. “Istri yang pintar." Dia tersenyum penuh kepuasan. "Nanti kalau si Angga modus-modusin kamu, langsung lapor sama aku. Awas aja kalau sampai kamu terbujuk rayuan gombalnya. Aku nggak suka kalau kamu ditaksir orang lain." Rida menatap suaminya, tengil. “Makanya, kalau nggak mau istri berpaling itu, dibaikin. Minta ini diturutin. Minta itu diiyain. Dimanjain. Disayangin, bukannya dijahilin mulu, diajak ribut. Entar kalau aku nyaman sama yang lain, kamunya nangis.” Dia melihat sang suami dengan ekor mata. Seketika, suasana hati Ferdhy memburuk. Mimiknya berubah muram. Ia pun duduk di sebelah Rida. Ferdhy menatap sang istri dengan air muka sendu. Baginya, Rida merupakan harta yang berharga. Ferdhy tidak akan sanggup jika harus melihat Rida berpaling darinya. Jangankan sampai itu beneran terjadi. Membayangkannya saja, Ferdhy tak kuasa. “Emang kamu mau apa? Bilang aja kalau mau sesuatu. Jangan minta dari orang lain, apalagi laki-laki. Kamu punya suami. Suamimu ini mampu ngasih apa pun yang kamu inginkan.” “Aku mau Ferrari,” ucap Rida asal cuap. “Eh, BMW juga boleh.” Dia bertopang dagu seperti tengah berpikir dalam. Ferdhy membeliak tak percaya. Bisa-bisanya Rida meminta hal yang tidak bermanfaat seperti itu. “Nggak! Beli mobil mahal cuma buat gaya-gayan, doang. Buat apa? Apa faedahnya? Hidup sederhana aja. Nggak usah memperlihatkan kemewahan yang kita punya. Bukan aku nggak mau beliin, tapi di rumah juga masih ada mobil nganggur. Tetep, aku nggak akan biarin kamu bawa mobil sendiri. Jadi, buat apa beli mobil lagi?” “Halah, bilang aja nggak ada duit!” cetus Rida. Bukan dia mata duitan. Namun, Rida hanya ingin menguji sang suami. Dia ingin tahu, bagaimana tanggapan Ferdhy saat Rida meminta sesuatu yang harganya luar biasa fantastis. “Kalau aku mau, beliin kamu sepuluh Ferrari pun sanggup. Tapi aku nggak mau kamu terjebak di dalam kemewahan. Semua yang kita punya ini hanya titipan. Aku nggak mau kamu jadi orang yang sombong. Syukuri apa yang kamu punya sekarang. Aku bakalan manjain kamu dengan caraku. Bukan dengan cara memberimu barang-barang mewah seperti itu. Aku suka kamu yang sederhana dalam berpenampilan, tapi anggun dalam pemikiran. Jangan neko-neko ya, Cantik. Cukup perempuan lain aja yang seperti itu. Kamu jangan.” Ferdhy mengusap lembut puncak kepala Rida. Kemudian dikecupnya dengan lembut kening istrinya itu. Tanpa sadar senyum Rida mengembang sempurna. Fabiayyi ala irobbikuma tukadziban (Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?) Rida amat bersyukur mendapatkan suami seperti Ferdhy. Pemikiran dewasa seperti inilah yang membuat perempuan itu jatuh cinta berkali-kali pada suaminyaa tersebut. Ferdhy yang dewasa dan sederhana sering kali membuat Rida terkagum-kagum. Lelaki itu tidak silau dengan harta yang dia miliki. Ferdhy benar-benar sosok suami idamannya. Dia lelaki sederhana dan rendah hati. “Iya, Mas. Rida akan selalu mengingatnya di hati dan pikiran Rida. Rida akan terus belajar sesederhana mungkin dalam berpenampilan, tapi selalu anggun dalam berpikir. Rida akan menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih baik lagi versi istri Mas Ferdhy.” Rida meraih tubuh Ferdhy lalu memeluknya erat. Dia menyandarkan kepala di da da bidang sang suami, manja. Dekapan itu semakin menghangat tatkala tubuh keduanya saling bertaut. Rasa nyaman yang tercipta membuat sepasang suami istri itu enggan untuk melepas. Rida menarik napas dalam, menikmati aroma maskulin yang menguar dari tubuh laki-laki yang menikahinya beberapa bulan lalu itu. Mungkin, inilah yang dinamakan jodoh. Baru akrab sehari, lalu khitbah, kemudian menjalani taaruf singkat dan menikah. Rida semakin percaya, jika sesuatu yang baik, maka akan datang di waktu yang tepat. Bukan datang di kala diinginkan dengan terburu-buru. Terkadang Rida tidak menyangka kalau dirinya sudah menikah dan menjadi seorang istri di umur yang baru menginjak dua puluh tahun. Rida pun tak mengira jika jodohnya merupakan dosennya sendiri. Rasa syukur tak mampu ia ungkapkan dengan kata-kata. Betapa besar nikmat Tuhan untuknya. Hanya kalimat suci Fabiayyi ala irobbikuma tukadziban, yang terus Rida lafalkan dengan bibir gemetar. Mengingat betapa besar cinta Allah pada dirinya. Bahkan, tanpa meminta, Allah sudah mengatur segalanya. Menjamin hidup dan kebahagiaan yang tidak pernah dirinya impikan. Tak terasa, air mata Rida pun tumpah menganak sungai hingga jatuh membasahi tangan Ferdhy. Lelaki itu pula menatap tangannya heran. Air? “Sayang, kamu ileran?” tanya Ferdhy membuat Rida mendongak. Enak saja dituduh ileran. Ingin marah, tapi urung setelah Ferdhy menangkup wajahnya dengan lembut, mengusap jejak air mata yang membekas di sisi wajahnya. “Kenapa nangis? Aku ada salah sama kamu? Hemm? Maaf kalau aku udah bikin hati kamu terluka. Aku nggak bermaksud menyinggung perasaan kamu. Aku hanya ingin mengajarkan hal baik padamu. Aku cuma nggak mau kamu tersesat hingga membuat pintu surga menjadi haram untuk kamu masuki. Karena aku ingin sehidup sesurga denganmu, Rida Arinda. Dirimu terlalu berharga untuk masuk neraka. Aku tidak akan membiarkan itu terjadi.” Rida semakin terisak. Begitu haru mendengar kata-kata sejuk yang terlontar dari bibir suaminya. Rida tersenyum lebar. “Kamu nggak salah apa-apa. Aku nangis, karena terharu sama perlakuan kamu ke aku. Makasih, kamu nggak marah saat aku meminta yang aneh-aneh. Dengan caramu, kamu bisa menjelaskan padaku artinya kedewasaan dan rasa syukur. Aku beruntung punya kamu, Mas. Aku tidak bisa lagi mengungkapkan rasa syukurku.” Ferdhy membalas senyum itu tak kalah manis. Senyuman yang tulus yang mampu membuat hati Rida bergetar, mungkin sampai pindah ke usus besar. Meleleh bak salju yang mencair, tertekan oleh suhu yang menghangat. “Buat apa aku marah sama hal sepele seperti ini? Aku bilang gini, karena aku ingin kamu menghargai apa yang sekarang kamu miliki. Biar kamu bisa membedakan mana kebutuhan dan mana gaya-gayaan. Emang kamu mau banget mobilnya? Kamu pikir-pikir lagi, kalo kamu beneran butuh atau cuma mau gaya-gayaan? Kalau emang beneran butuh. Ayo kita ke dealer sekarang. Aku akan beliin yang kamu pengin. Kamu pilih sendiri warna yang kamu mau.” Rida terkekeh lalu memngurai pelukannya. Kemudian dia meraih tas di sampingnya. “Ngapain aku buang-buang duit buat sesuatu yang nggak penting-penting amat kayak gitu? Aku tadi cuma bercanda, kok. Meski aku yakin kamu mampu beliim, tapi aku nggak mau minta itu. Yang aku mau, cukup kesetiaan kamu ke aku dan menjaga masa depan anak-anak aku kelak. Jamin kehidupan mereka. Jangan biarin anak-anak aku hidup serba kekurangan. Beri dia kehidupan yang layak, tapi jangan terlalu dimanja.” Ferdhy tersenyum bangga. Istrinya bukanlah perempuan yang suka menghambur-hamburkan uang. Meski dia tahu, jika Rida bisa saja memanfaatkannya untuk kesenangan semata. Namun, semenjak menikah dengan Rida, belum sekalipun perempuan itu meminta yang aneh-aneh. Kalaupun Rida mau, dirinya juga tidak akan ragu memberikannya. Tapi dengan syarat, benda itu harus memiliki manfaat. “Kalau untuk itu, aku sudah mempersiapkan semuanya. Jangan takut anak kamu terlantar atau kekurangan kasih sayang. Aku akan memberikam yang terbaik untuk anakku dan kamu.” Ferdhy pun meraih tasnya. “Udah. Ayo berangkat. Entar kamu telat.” Ferdhy bangkit dari duduknya. Rida mengangguk. “Iya, aku bawa mobil sendiri, ya?” Ferdhy menatap tajam sang istri. Pikiran negatifnya pun bangun kembali. “Ngapain?! Mau tebar pesona sama si Angga? Nggak ada nyetir sendiri. Berangkat sama aku, pulang juga sama aku!” ucapnya telak, tak menerima penolakan. Rida menghembuskan napas malas. Mencoba menahan sabar yang mulai menipis. “Kamu selesai ngajar jam 3 sedangkan, aku bubar kelas jam 1. Aku dua jam di kampus ngapain? Jaga sendal di masjid?” Dia memutar bola mata jengah. “Jaga parkir! Mobil satu, lima ribu. Motor satu, dua ribu. Dapet banyak kamu entar.” Rida mencubit lengan Ferdhy. “Tega bener jadi laki! Masa bininya disuruh jadi kang parkir?" Gemas, Ferdhy menangkup kedua pipi Rida hingga mulut wanita itu mengerucut. “Kan, biasanya kamu nunggu di kantin Mang Ujang, Sayang. Ya udah, tunggu di sana lagi aja. Sekalian isi perut. Kamu mau jajan sepuasnya, bebas. Entar aku yang bayar.” Mendapatkan tawaran jajan gratis, Rida pun bersemangat. “Lets go!” ujarnya antusias dengan suara yang tidak jelas karena pipinya masih tergencet tangan Ferdhy. "Sayang, kamu lebih cantik kalo kayak gini. Mau kupatenkan bentuk mukanya, gak?" Ferdhy tersenyum lebar seraya memandangi wajah Rida yang tampak imut. "Kamu apaan, sih?" Rida menyingkirkan kedua tangan Ferdhy dari wajahnya dengan kesal. "Dasar suami aneh! Muka kamu aja yang digituin kalo suka." Dia menekuk wajahnya. "Boleh. Mau, dong, digituin." Ferdhy tersenyum genit. "Iih." Rida bergidik ngeri lalu beranjak pergi. "Sa-sayang, tunggu!" Dengan gemas, Ferdhy menangkup kedua pipi Rida hingga mulutnya mengerucut. “Kan biasanya kamu nunggu di kantin Mang Ujang, Sayang. ya udah, tunggu aja di sana. Sekalian isi perut. Kamu mau jajan sepuasnya, bebas. Entar aku yang bayar.” Mendapatkan jajan gratis, Rida pun bersemangat. “Lets go!” ujarnya antusias dengan suara yang tidak jelas karena pipinya masih tergencat tangan Ferdhy. Authors note: Aduh, Othor meleleh. Selain suka ngajak ribut, Ternyata Mas Ferdhy bisa romantis juga ya? Bikin iri tau nggak?! Jadi pengen punya pasangan seperti Ferdhy yang bisa menunjukkan rasa cintanya dengan cara yang berbeda. Sejatinya, rasa cinta tidak harus diungkapkan dengan kata i love you setiap harinya. Tapi, dibuktikan oleh tindakan dengan cara memberikan yang terbaik untuk pasangannya. Mau juga dong, sehidup sesurga sama kamu. Eaaak eaaak eaaak! Bersambung dulu ya, Sayang. Da dah ... Muah! Semangat selalu and keep smile!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD