Empat Puluh Sembilan

1088 Words
Suara gaduh itu terus mengganggu Pras dan Rai cukup lama. Dalam pelukan Pras berusaha untuk membuat Rai merasa nyaman, walaupun tak dapat ditutupi perasaan takut itu ada. Pras hanya berkeyakinan bahwa siapapun yang berlindung kepada Tuhan akan lebih kuat dibanding makhluk - makhluk yang hanya bisanya mengganggu manusia itu. Menggoyahkan iman setiap manusia sehingga tidak lagi ingat kepada Tuhannya. Semakin lama gangguan - gangguan yang mereka rasakan memang semakin menjadi. Bahkan hampir sering terjadi. Pras meraih ponsel yang ia letakkan di atas nakas samping tempat tidur. Dia nyalakan murottal lantunan ayat - ayat alquran yang membuat hatinya menjadi lebih merasa tenang. Walaupun setelah beberapa lama tak terdengar suara - suara gaduh itu akan kembali terdengar dan kembali mengejutkan Pras dan Rai yang baru akan tertidur. Kejadian itu terus berulang hingga hari menjelang subuh. Hingga akhirnya suara gaduh itu menghilang dan disusul suasana hening yang terasa sangat tidak nyaman. Bahkan nyaris tak ada suara apapun yang terdengar. Suara angin dan suara binatang malam yang selalu mendominasi suasana malam pun tak dapat menyentuh rongga telinga mereka. Pras dan Rai pun tertidur dalam batas waktu yang tidak terlalu lama, karena mereka pastinya harus terbangun disaat subuh untuk kewajiban yang tak boleh lewatkan. *** Pras dan Rai belum sempat datang ke rumah mbah Darmi. Pagi tadi wanita berusia senja itu sudah lebih dulu datang ke kediaman Pras dan Rai sebelum mereka sempat datang untuk menjemput mbah Darmi. Pagi itu mbah Darmi datang dengan keadaan yang jauh lebih baik dibanding dengan keadaan saat terakhir kali saat dia meninggalkan rumah itu. Mbah Darmi terlihat sudah kembali sehat seperti sedia kala, bahkan ketidak mauannya untuk diam sudah kembali seperti semula. Berbeda dengan Pras dan Rai yang terlihat sangat lelah dan tidak baik - baik saja. Tentunya setelah melewatkan hari - hari yang cukup melelahkan dan ditambah kejadian malam tadi yang membuat malam mereka terasa sangat panjang. Memguras semua staminanya untuk hari ini. " Mbak, bagaimana keadaan mbak Laras sebelum pulang ke Bogor?" Mbah Darmi sempat menanyakan keadaan adik iparnya Rai itu ketika keduanya tengah sibuk memasak di dapur siang tadi. " Alhamdulillah, mbah, Laras sudah kembali sehat. Hanya tinggal membutuhkan sedikit istirahat untuk pemulihannya." Jawab Rai. "Mbah pikir, ibu dan Laras tidak akan langsung pulang ke Bogor, mbak." Kembali mbah Darmi masih membahas tentang Laras. "Aku dan mas Pras juga tadinya berpikir seperti itu, mbah. Tetapi ibu memaksa untuk tetap membawa Laras langsung pulang ke Bogor." Ucap Laras, dengan kembali mengingat kejadian saat di rumah sakit. Kejadian dimana semua itu membuat ia merasa apa yang ada dirumah inilah yang membuat semua itu terjadi. Hari itu Pras dan Raintidak terlalu b*******h untuk melakukan berbagai kegiatan. Waktu senggang yang mereka miliki mereka pilih untuk beristirahat. Sepanjang hari keduanya terlihat berbaring diatas tempat tidur walaupun tidak dalam keadaan terlelap. "Mas, mulai besok kamu jadi mencari rumah di sekitaran kantor?" Tanya Rai pada Pras. " Rencananya sih gitu dek." Jawab Pras. "Tapi, mas. Jika kita jadi pindah kira - kira mbah Darmi bagaimana yah? Aku jadi kepikiran." Tanya Rai sambil. Melemparkan pandangannya jauh kelangit - langit kamar. " Ya, mau bagaimana lagi, dek. Kita sepertinya tidak bisa membawa si mbah ikut. Selain ini, Kita kan membutuhkan mbah Darmi hanya untuk bisa menemani kamu dirumah ini. Jika rumah nanti aman - aman saja, mas kan gak perlu khawatir meninggalkan kamu sendiri dirumah." Ucap Pras. Rai tidak tahu harus menjawab seperti apa lagi. Kenyataannya semua yang mbah Pras katakan memang benar adanya. "Oh ya, dek, besok mas mungkin pulang akan telat." Pras membahas pembicaraan yang lain. "Kenapa, mas? Ada pekerjaan lagi?" Rai balik bertanya. " Bukan, dek, rencananya mas mau cari - cari rumah kontrakan. Mau lihat - lihat, tadi teman mas telepon. Katanya deket kostan dia ada rumah yang mau disewakan." Ucap Pras. "Ah, iya. Tentu silahkan saja." Jawab Rai yang sudah tentu pasti akan memberikan ijin. "Tetapi aku baru akan cari - cari kok, dek. Masalah nanti cocok atau jadi tidaknya rumah tersebut kita sewa. Mas tetap akan membiarkan kamu menilai, apakah rumahnya cocok atau gak." Ucap Pras. "Iya, mas. Aku paham kok." Sahut Rai. Dilain tempat, siang itu mbah Darmi memang terlihat sibuk dengan semua pekerjaan yang terlihat tidak ada habisnya. Padahal walaupun mbah Darmi diam, menonton atau istirahat dikamar, ia tidak akan kena tegur baik oleh Rai maupun oleh Pras. Mbah Darmi berdiri di bawah tangga samping dapur. Cukup lama ia menatap ke arah atas tangga yang terlihat cukup gelap dibagian ujungnya. Dia mulai membulatkan tekadnya. Ia harus melakukan hal ini secepat mungkin. Ia tidak mau kehilangan kesempatan seperti sekarang. Mbah Darmi mulai menaiki anak tangga itu satu persatu. Ia sendiri takut jika ternyata tangga itu memang dalam keadaan yang tidak baik dan berbahaya untuk di naiki. Sampai di anak tangga ketiga yang dia naiki. Mbah Darmi terdiam, dia tidak melanjutkan langkahnya untuk terus naik ke atas. Ia tiba - tiba menjadi merasa ragu. Sepertinya saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk dia naik ke atas. Ia takut Pras atau Rai akan mencarinya, tentunya semua rencana yang ia miliki akan menjadi berantakan jika sampai kedua majikannya itu mengetahui. Mbah Darmi pun turun kembali secara perlahan. Mengurungkan niatnya untuk terus naik ke atas. Dia akan melakukan kesempatan itu mungkin lain kali, saat kedua majikannya itu sedang tidak ada di rumah. Walaupun kesempatan itu harus dia cari dengan segera, karena dia sudah tidak lagi menunda - nunda. Ia sudah merasa sangat tua. Ia tidak tahu kapan kematian akan menyapanya. Ia tidak mau kematian menyapa dirinya disaat ia belum sama sekali mendapatkan kepastian tentang putri yang sangat ia cintai. "Mbah? Si mbah ngapain? Kok keliatannya baru turunin tangga?" Tanya Rai yang tiba - tiba datang ke dapur. Kemunculan Rai itu tebru saja membuat mbah Darmi terkejut. "Ah, tidak apa - apa, mbak. Ini tadi ada sampah disitu. Si mbah cuma ngambil." Mbah Darmi beralasan dengan keadaan yang nampak panik. Sehingga membuat ia kehilangan keseimbangannya. Akhirnya mbah Darmi jatuh dan membuat kakinya sedikit terkilir. " Ya Allah, mbaaah." Teriak Rai saat mendapati wanita berusia senja itu jatuh tepat di hadapannya. Untungnya ia dengan cepat dapat menyanggah tubuh renta itu, sehingga mbah Darmi tidak sampai jatuh, tetapi kaki wanita yang tidak lagi muda itu terkilir. "Padahal biarkan saja, mbah, tidak perlu mbah ambil sampah yang ada di atas tangga itu. Takut membahayakan si mbah. Apalahi tangganyakan sudah rapuh." Ucap Rai sambil membopong tubuh tua itu ke ruang depan. Rai mendudukan mbah Darmi di sofa ruang tengah. Diperiksanya pergelangan kaki mbah Darmi yang terkilir. Dilihatnya ada tanda memar disana. Sepertinya mbah Darmi akan sedikit susah berjalan sampai kaki itu benar - benar sembuh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD