Empat Puluh Tujuh

1045 Words
Pras dan Rai menyelesaikan makan malam mereka. Rasa lelah sudah memaksa mereka untuk segera sampai rumah dan beristirahat. Setelah melakukan perbincangan yang panjang selama makan malam tadi, sudah dapat diputuskan mereka akan mulai mencari rumah tinggal baru mulai besok. Targetnya awal bulan depan, mereka sudah dapat menempati rumah baru dan meninggalkan rumah dinas yang sekarang sedang mereka tempati. Pras melajukan mobil yang dia kendarai secara hati - hati, dengan kecepatan sedang mobil yang dia kendarai membelah jalan menuju rumah. Pras menyewa mobil minibus berwarna hitam itu dari salah satu kenal melalui teman kantornya. Seharusnya besok pagi mobil itu baru habis masa sewanya, tetapi Pras meminta sangat pemilik untuk langsung membawanya pulang setelah dia sampai di rumah. Rasa letih membuat Pras menginginkan segala urusannya segera selesai. "Mas, besok kan kamu masih libur. Kira - kira kapan aku panggil mbah Darmi untuk kembali ke rumah?" Rai kembali teringat dengan wanita tua yang bekerja dengannya itu. "Oh iya, mas belum sempat cerita sama kamu." Ucap Pras yang juga teringat mbah Darmi ketika istrinya menyinggung wanita berusia senja itu. Masih dalam keadaan fokus mengendari mobil Pras pun menyahuti perkataan istrinya. "Waktu itu mbah Darmi sempat ke rumah. Waktu Laras masih di rumah sakit." Ucapnya sedikit menoleh pada Rai. Rai terlihat masih mendengarkan Pras tanpa memotong pembicaraannya. "Si mbah sempat bantuin mas kemas - kemas barang waktu itu. Sebelum mas ke rumah sakit. Mas bilang biar dia tunggu di rumahnya sampai kita datang untuk memberinya kabar." Ucap Pras. "Iya, kapan kita mau meminta dia untuk kembali ke rumah?" Tanya Rai. "Besok atau saat kamu sudah tidak libur?" Lanjut wanita bertubuh mungil itu. "Sepertinya besok aja. Biar malamnya mbah Darmi sudah kembali ke rumah, atau besok paginya. Bagaimana mbah-nya merasa nyaman saja." Jawab Pras. "Ya sudah, kalau gitu besok siang aja kita temui si mbah. Terserah si mbah-nya mau datang sore atau besoknya, yang penting saat kamu berangkat kerja besok aku sudah ada si mbah yang menemani." Ucap Rai terdengar lega. Obrolan di dalam mobil, membuat perjalanan tak begitu terasa. Mobil yang sedang melaju itu ternyata sudah memasuki jalan masuk menuju perkampungan. Saat memasuki jalanan menuju perkampungan tempat tinggal mereka, suasana sepi langsung terasa. Keramaian jalanan yang sedari tadi dilihat oleh keduanya, seraya berganti dengan keadaan perkebunan pisang yang terasa sangat sepi. Dari jarak beberapa meter, Pras sudah dapat melihat pagar rumahnya. Mobil minibus berwarna hitam itu pun dibelokkannya memasuki pagar rumah. Akhirnya sampailah mereka di rumah yang selama beberapa hari ini mereka tinggalkan. Bahkan selama menemani Laras dan ibu di rumah sakit, Rai belum sama sekali sempat pulang. Hanya Pras yang beberapa kali pulang untuk membawakan beberapa barang dan keperluan. Rumah tampak sangat gelap. Pras lupa, tidak menyalakan lampu luar saat meninggalkan rumah tempo hari. Padahal tak henti - hentinya Rai mengingatkan suaminya itu untuk membiarkan lampu dapur dan lampu luar agar tetap dalam keadaan menyala selama ditinggalkan. Selain rumah mereka yang nampak gelap. Rumah tetangga samping kiri mereka juga terlihat sangat gelap. Sudah dari sebelum Laras di rawat di rumah sakit, tetangga samping rumah mereka itu pergi. Mereka yang juga sama - sama perantauan, pulang kampung ke kampung halaman mereka. Secara otomatis suasana yang sangat sepi menjadi terasa berlipat ganda. Keduanya menuruni mobil. Berjalan ke arah rumah dengan disinari cahaya remang dari bulan yang terbentuk bulan sempurna. Pras merogoh kunci rumah dari saku celananya. Dia berjalan mendahului Rai untuk membuka pintu rumah. Saat pintu dibuka suasana rumah yang sangat sepi menyapa keduanya. Keberadaan ibu dan Laras yang hanya beberapa hari di rumah rupanya membawa perbedaan yang sangat terasa. Sehingga saat keduanya sudah tidak ada di sana, suasana menjadi terasa sunyi. Pras berjalan semakin ke dalam rumah untuk menyalakan semua lampu di ruangan lain. Meninggalkan Rai sendiri yang sedang mengunci pintu kembali. Rai lebih memilih untuk memasuki ke dalam kamarnya. Kamar yang kemarin ditempati oleh ibu dan Laras. Pulang ke rumah dinas itu rupanya membuat Rai kembali mengingat kejadian terakhir yang menimpa adik iparnya, Laras. Rai yang sudah beberapa menit di kamar, tidak mendapati suaminya menyusul ia ke dalam kamar. Ia pun tidak tahu apa yang membuat suaminya itu menjadi sangat lama, padahal awalnya Rai mengira Pras akan menyusulnya ke dalam kamar jika semua lampu di rumah sudah ia nyalakan. Beberapa menit kemudian baru Rai melihat suaminya itu datang dan berdiri di luar pintu kamar, sambil menatap Rai yang sedang merapihkan beberapa barang. Tetapi Pras tidak masuk ke dalam kamar, ia hanya berdiri mematung beberapa saat diluar pintu sambil menatap Rai sejurus kemudian kembali berlalu menuju ruang belakang. Entah ke ruang tengah atau ke dapur. "Kenapa si mas Pras? Aneh!" Gumam Rai dalam hati ketika melihat sikap suaminya itu. "Lagi ngerjain apa sih di belakang? Lama banget." Lanjutnya masih menggumam. Rai pun menyelesaikan pekerjaannya. Setelah semua barang yang ia bawa sudah kembali ke tempat semestinya mereka berada, Rai menyusul Pras ke belakang. Ia tidak mendapati Pras di ruang tengah. Ia mendengar ada suara dari dapur. Wanita bertubuh mungil itu pun berjalan menuju dapur. Ia yakin suara itu perbuatan suaminya. Benar saja rupanya Pras sedang merapihkan beberapa barang yang ada di dapur. "Ngapain sih, mas? Aku tungguin lama banget. Dikirain selesai nyalain lampu bakal masuk kamar." Tanya Rai sambil ikut membantu Pras merapihkan dapur. "Biasa dek, tadi saat mas nyalain lampu dapur, dapurnya berantakan kaya yang sudah - sudah. Ini mas sudah sapu dan pel. Tadi minyak, tepung dan bumbu - bumbu pada tumpah - tumpah dilantai." Ucap Pras. Rai yang mendengar perkataan Pras, merasa biasa saja. Karena sudah sangat sering kejadian seperti itu, Rai sudah merasa sangat biasa. Dia dan Pras tidak perlu merasa takut, dia hanya perlu membersihkan dapur agar kembali rapih. Walaupun sebenarnya itu sangat menyebalkan dan mengganggu. " Kenapa tadi gak bilang? Biar aku bisa langsung bantuin. Ini malah diem aja depan pintu kamar. Eh, balik lagi ke dapur." Ucap Rai yang menanyakan keanehan suaminya itu. "Diam depan pintu kamar? Siapa? Mas? Kapan?" Tanya Pras yang tidak mengerti dengan perkataan yang Rai maksud. "Bukannya barusan aja, mas, ke kamar? Liat aku yang lagi beres - beres barang?" Rai balik bertanya. "Gak, mas gak ke depan. Dari tadi mas masih di dapur, rapihin ini yang berantakan." Ucap Pras dengan lirik. Seketika sepasang suami istri itu pun terdiam. Tidak lagi melanjutkan pembicaraan itu. Mereka langsung paham dan menyadari apa yang baru saja terjadi dan apa yang dilihat oleh Rai.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD