Enam

1036 Words
Sisa satu hari untuk Prasetya menikmati waktu liburnya di rumah, besok laki-laki berlesung pipi itu sudah harus aktif berdinas di tempat kerjanya yang baru. Pras dan istrinya, Rai, sudah sejak pagi meninggalkan hotel. Selesai sarapan pasangan suami istri itu check out dari hotel tempat mereka menginap selama tiga hari ini. Selama di kota yang baru tiga hari ini mereka tempati, keduanya berpergian masing menggunakan taksi berbasis daring. Saat tinggal di kota Bogor kemarin, sebenarnya pasangan suami istri itu memiliki dua buah sepeda motor yang biasa mereka gunakan untuk berangkat bekerja. Dua buah sepeda motor itu akhirnya mereka jual demi kemudahan saat pindah rumah kemarin. Rencananya untuk alat transfortasi di kota rantau, mereka akan kembali membeli yang baru. Pras dan Rai tidak memiliki agenda apapun hari ini. Seharian penuh mungkin mereka akan menghabisakan waktu dirumah baru. Rasanya terlalu lelah jika harus berkegiatan lagi, mengingat hampir dua minggu ini keduanya di sibukkan dengan kegiatan kepindahan mereka. "mas, seharian ini kita nggak ada rencana. Enaknya ngapain ya?" tanya Raihanum pada Pras, saat keduanya baru selesai membereskan sedikit bawaan mereka dari hotel. "Aku ingin istirahat, dek. Besok hari pertama aku berkantor ditempat baru. Aku ingin tubuhku fit." Sahut Pras menanggapi perkataan istrinya. "iya, sih, sama sebenarnya aku juga capek banget." ucap Rai membenarkan jawaban suaminya. "tapi, kita butuh bahan-bahan makanan untuk persediaan dapur, mas." Pras memberi tatapan lelah pada istrinya itu, " besok saja ya, sayang. Hari ini kamu cari di warung di dekat rumah saja! yang ada dilingkungan sini." ucap Pras sambil memutar-mutarkan jari telunjuknya. "hmmm, ya sudah, baiklah!" sahut Rai menyetujui. Lambat laun tanpa suara sedikit pun, Pras mulai tertidur diatas ranjang tempatnya berbaring santai – terlelap dalam tidur siangnya meninggalkan Rai sendiri yang masih sibuk dengan beberapa barang bawaan yang harus dia rapihkan. Sepertinya laki-laki itu benar-benar sudah merasa lelah. Melihat suaminya yang sudah terlelap, Rai pun mencari kegiatannya sendiri. Wanita muda itu memilih untuk mengelilingi seluruh ruangan di rumah yang baru ia tempati itu, ingin memastikan bagaimana suasana rumah yang sudah terisi rapih dengan barang-barang itu. Rai merasa cukup puas dengan hasil tata ruang rumah itu. Sesuai dugaannya, rumah itu terlihat jauh lebih nyaman saat sudah terisi barang-barang, tidak seperti saat kosong kemarin. Suasana pengap dan suram sudah jauh berkurang, walaupun masih ada sedikit hawa dingin dan terasa lembab. Bau debu dan lembab yang mendominasi saat rumah masih dalam keadaan kosong kemarin sudah tidak tercium, tetapi suasana sunyi masih terasa kental dirumah itu. Bahkan terasa terlalu sunyi bagi Raihanum yang terbiasa dengan ramainya hiruk pikuk kota tempatnya tinggal dulu. Hanya sesekali terdengar suara motor atau mobil yang melintas di jalan utama kampung yang ada didepan rumah mereka. Halaman rumah yang cukup luas membuat jarak cukup lebar antara rumah yang mereka tempati dengan rumah tetangga di sampingnya, ditambah hamparan kebun tanaman pisang yang cukup luas membentang di seberang jalan sejauh mata memandang, menambah suasana lingkungan rumah itu terasa semakin sunyi dan sepi. Raihanum melangkahkan kakinya ke ruangan belakang rumah itu. Bagian dari rumah itu yang belum sempat ia perhatikan lebih dalam. Padahal diruangan itulah kemungkinan nantinya ia akan banyak menghabiskan waktunya. Seperti kebanyakan seorang istri yang banyak menghabiskan kegiatannya di dapur. Ruang sebelah dapur yang cukup luas masih terlihat kosong. Rencananya mereka akan menempatkan meja makan disana, tetapi untuk sementara akan mereka biarkan kosong seperti sekarang. Tak ada yang bisa dilihat diruangan itu membuat kedua mata Rai beralih pada sebuah tangga yang masih terletak diruangan yang sama, tetapi posisinya menempel pada dinding yang memisahkan dapur dan ruangan itu. Tangga yang terbuat dari kayu itu didominasi oleh cat berwarna hitam, tak ada yang spesial hanya sebuah tangga untuk menuju atap yang terlihat minimalis tanpa ukiran apapun. Jika dilihat sekilas tangga itu masih terkesan cukup kuat dan kokoh, tetapi Raihanum teringat kata-kata yang pernah disampaikan oleh Pak Yanto untuk tidak pernah menggunakan tangga itu karena dikhawatirkan roboh sebab kayunya yang sudah lapuk. Sebenarnya memang tidak ada yang spesial dari tangga menuju atap itu, tetapi entah mengapa membuat Raihanum tertarik untuk terus memperhatikan bangunan satu itu. Semakin kedua mata wanita itu menatap ujung tangga diatas, keadaan terlihat semakin gelap. Tak ada sedikit pun cahaya dari luar yang masuk melalui celah-celah kecil. Sempat Raihanum merasa aneh, jika tangga itu menuju atap rumah yang artinya itu menuju luar ruangan, walaupun sedikit saat siang hari seperti ini seharusnya ada cahaya yang masuk dari celah-celah pintu dan tembok. Apa mungkin pintu itu begitu rapat sehingga tidak ada celah diantaranya. Ah, tapi Raihanum tidak melanjutkan spekulasinya merasa bukan hal yang terlalu penting. Setelah cukup perhatiannya pada tangga, perempuan bertubuh mungil itu bermaksud melanjutkan langkahnya lebih dalam kearah dapur. "Deeeeeekk..!!" Belum sempat langkah kakinya melangkah semakin dalam ke arah dapur, sayup-sayup terdengar suara suaminya, Pras, memanggil Rai dari arah depan. "iya, maaasss." sahut Rai spontan ketika mendengar suara suaminya memanggil. Rai mengurungkan niatnya untuk melihat dapur, dia membalikkan badannya kembali melangkahkan kaki ke ruang depan. Rai kira suaminya sudah terbangun dan mencari-carinya, tetapi Rai tidak menemukan suaminya itu diruang tengah mau pun ruang depan. "hmm, mungkin mas Pras memanggil dari dalam kamar." ucap Rai dalam hati. Wanita muda itu pun menurunkan pegangan pintu kamar dan membukanya. Dilihat olehnya suaminya itu masih berada dalam posisi berbaring di atas tempat tidur dengan memunggungin pintu. "mas, kenapa? Tadi kamu manggil aku?" tanya Rai, yang masih berdiri di muka pintu kamar. Tak mendapatkan jawaban dari suaminya, Rai makin mendekatkan langkahnya. "maasss," panggil Rai sekali lagi dengan sedikit kesal karena tidak juga mendapat respon dari Pras. Dilihatnya dengan lekat suaminya itu masih memejamkan matanya. Jika dilihat sepertinya tidurnya bahkan sangat pulas. Penasaran, Rai kembali mencoba memanggil suaminya itu. "Mas...Mas..!!" panggil Rai sambil memepuk-nepuk kaki suaminya itu perlahan. Beberapa kali Rai mencoba tetap Pras tidak terbangun dengan mudah, sepertinya tidurnya sangatlah dalam. "Mas Pras kok masih tidur yah? Rasanya aku sangat yakin kalau tadi mendengar suara mas Pras memanggil." gumam Rai dalam hati dalam kebingungan. "masa iya dia mengingau? Kalau pun iya, masa kencang banget? suaranya terdengar sampai dapur. Atau mungkin aku yang salah dengar?" masih tanyanya dalam hati. Raihanum tidak mau banyak membuat spekulasi. Dia dia tidak memperpanjang kebingungan itu mempengaruhi dirinya. Dia hanya berasumsi jika dia salah mendengar, karena dia yakin kita suaminya masing terlelap dalam tidur siangnya. Atau mungkin nanti bisa dia tanyakan kembali jika suaminya itu sudah terbangun.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD