Dua

1231 Words
Ma boleh aku tinggal di apartemen aja?" tanya Edwin tiba-tiba sesaat setelah masuk ke kamar mamanya. Mama mengangkat wajahnya dari tumpukan catatan dan membuka kacamatanya. "Mama dan Meisya yang akan ke luar dari rumah ini jika kamu merasa Meisya sebagai gangguan, setelah papa kamu meninggal,  mama pikir kamu akan berubah dewasa,  ternyata pikiran mama salah, besok mama dan Meisya akan pergi dari sini," jawab mama ketus. Edwin kaget dan memegang tangan mama. "Ja....jangan,  mama jangan ke luar dari rumah ini, maksudku bukan itu mama, sudahlah kita sudahi pembicaraan ini," Edwin berlalu dan wajahnya semakin kesal. Melangkah lebar menuju kamarnya dan segera berganti baju,  menggunakan kaos dan celana jeansnya. "Edwin ke luar dulu ma," Edwin pamit pada mamanya dan segera melaju dengan mobilnya. Sesampainya di sebuah cafe ia segera bergabung dengan teman-temannya semasa kuliah di Singapura. Teman-temannya membawa istri dan anak-anak mereka. "Mau sampai kapan kamu sendiri terus Ed,  apa perlu kami carikan?" tanya Jefry yang disambut dengan tawa teman-temannya. "Bentar lagi,  bentar lagi aku tunjukkan siapa pasanganku," ujar Edwin tergelak. "Bentar lagi terus, masa orang setampan dan sekaya kamu nggak ada yang mau Ed,  aku aja duluuu sebenarnya mau,  tapi kamu dah punya pacar,  kalo sekarang mah ogah, ini dah ada arjunaku yang tampan," Dan Syania bergelayut manja pada suaminya,  kembali mereka tertawa. Selalu begini tiap pertemuan dua bulanan dengan teman-teman kuliahnya. Sesaat Edwin mengalihkan tatapannya pada area cafe dan tersentak saat pandangannya bertemu dengan Meisya, dan keduanya membuang muka. Ngapain dia di sini,  pikir Edwin. Diliriknya lagi ternyata ia bersama dengan teman-temannya juga. Malam makin larut,  tiba-tiba ponsel Edwin berbunyi. Panggilan dari mama. Ada di mana kamu sayang Di mall mama, makan-makan sama teman-teman Mama,  minta tolong, ini hujan deras Ed, jemput Meisya ya dia juga ada di mall yang sama denganmu Dia kan bisa naik taxi atau grab mama Mama tidak mau tau,  bawa dia pulang titik Maaa Dan sambungan telpon dimatikan,  huh bikin repot saja,  pikir Edwin. Ia segera pamit pada teman-temannya akan pulang duluan dan mendatangi Meisya di meja lain. "Pulang," ujarnya dingin. Meisya kaget. "Siapa yang mau pulang?" tanya Meisya balik dengan sewot. Ditariknya tangan Meisya dan diseret ke luar dari cafe. "Kalo bukan karena mama yang nyuruh, aku nggak akan sudi ngajak kamu pulang," jawab Edwin tanpa melihat Meisya yang dari tadi berusaha memberontak. "Aku bisa pulang sendiri," teriak Meisya. Edwin balik melotot. "Aku juga tidak mau ngajak kamu,  cuma aku nggak mau mamapenyakit  jantung dan hipertensinya kumat kalo aku nolak permintaannya," jawab Edwin sambil mendorong Meisya terduduk di jok depan. Edwin melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Selama perjalanan mereka tidak bicara. Sampai akhirnya mereka sampai dan Meisya segera turun "Makasih," ujarnya singkat dan segera berlalu. Edwin mendengus kesal,  ia pukul gagang setirnya. Mengapa mereka persis ya Tuhan, pikirnya sambil menyentuhkan keningnya pada gagang setir. *** "Mama akan ke Singapura beberapa hari ya Ed,  mama kangen sama kakakmu, dan anak-anaknya, nggak lama paling tiga hari dan mulai hari ini bik Sum sudah masuk kok, titip Meisya ya Ed," mama mencium pipi Edwin dan melangkah pergi. Edwin bangun dari tidurnya dan melihat jam. Sepagi ini mama sudah ke bandara pikirnya. Terdengar mobil ke luar halaman, sopir mengantar mama sangat pagi,  ada urusan apa mama sampai sepagi ini sudah harus berangkat,  kalo cuma kangen pada kakak tidak akan sepagi ini,  pikir Edwin. Edwin melangkah ke dapur dan menemukan bik Sum di sana. "Sehat bik, kangen banget Ed sama bik Sum," ucap Edwin sambil duduk di kursi makan dan mulai menyesap teh hangat bikinan bik Sum. "Iya den sehat,  namanya orang tua, penyakit dah macem-macem," ujar bik Sum tertawa renyah. "Mau sarapan den,  nih bibik bikinkan pecel lengkap, sambelnya nggak pedes,  ada peyek,  dendeng juga," bik Sum mulai menata di meja makan. "Aku mandi aja dulu ya bik, setelah itu baru sarapan," ujar Edwin. *** Edwin baru saja duduk di meja makan,  saat bik Sum tergopoh-gopoh mendekatinya. "Den tolongin den,  tadi saya ke kamar non Mei karena dia belum bangun, saat saya dekati badannya paaanas den,  bisa panggilin dokter nggak den?"ujar bik Sum terlihat kawatir. "Nyusahin aja," desis bibir Edwin. Ia masuk dengan ragu ke kamar Meisya. Di edarkannya pandangan mengelilingi isi kamar Mei,  yang dominan baby pink,  dan berjajar foto Mei dalam berbagai pose riang. Disentuhnya kening Mei,  ah panas, apa karena kemarin aku seret-seret dia di tengah hujan deras, pikir Edwin, segera di telponnya dokter Zaki. Tak lama dokter datang dan memeriksa Meisya. "Nggak papa kok Ed,  mungkin masuk angin,  tapi panasnya itu kok tinggi banget," ujar dokter Zaki. "Siapa dia Ed,  calon lo?" tanya dokter Zaki lagi. "Bukan,  sekretaris mama dia,  Zak," jawab Edwin. "Kalo nggak ada yang punya, embat aja Ed,  sayanglah,  ada barang bagus malah dianggurin," goda dokter Zaki sambil menaik turunkan alisnya. "Nggak lah Zak,  anak kecil gitu,  dia baru lulus kuliah, masih 22 tahun, gue dah 31 tahun," jawab Edwin. "Jarak usia yang bagus Ed,  kemon ajalah, kalo lo nggak tertarik,  berarti lo nggak waras," dokter Zaki terbahak sambil menepuk pundak Edwin dan pamit pulang setelah memberikan resep obat. "Ini bik,  minumkan ke Mei ya bik,  aku berangkat dulu ke kantor, kalo bisa bungkusin nasi pecelnya bik,  ntar aku makan di kantor, pake kotak makan aja bik" ujar Edwin pada bik Sum. *** Malam baru turun saat Edwin melangkah masuk dan disambut bik Sum. "Den, non Mei,  kok nggak ada perkembangan bagus ya, masih lemes aja,  tadi nyonya telpon, den Ed suru jagain katanya," ujar bik Sum terlihat kawatir. Edwin hanya mengangguk dan naik ke kamarnya. Membuka jas dan dasinya. Lengan kemejanya ia lipat sesiku dan melangkah turun menuju kamar Meisya. Ed buka perlahan dan tampak Meisya yang terlihat pucat. Ada rasa kawatir dalam hati Edwin,  saat dilihatnya keringat memenuhi kening Meisya, disentuhnya kening Mei,  Edwin kaget karena masih panas. Edwin melangkah ke dapur, mengambil baskom ia isi air lalu mengambil washlap di kamar mama. Dikompresnya kening Mei. "Mama, mama....,"tiba-tiba Meisya mengigau, dadanya tiba-tiba terlihat seperti sesak dan menetes airmatanya. "Mei..,"tanpa sadar suara berat Edwin menyebut nama Meisya untuk pertama kalinya,  ia guncang pelan bahu Meisya. "Mamaaaa..jangan tinggalin Meiii..," suara pelan Mei diiringi tangisannya membuat luluh siapapun yang mendengarnya. Edwin menggeser duduknya mendekati Mei. Rupanya Mei mengigau dan keringat semakin membasahi badannya. Mata Mei bergerak-gerak dalam keadaan terpejam. "Mei..," kembali Edwin membangunkan Mei yang semakin menjadi tangisnya dan bahunya bergerak dengan cepat, saat bangun mendadak Mei memeluk Edwin dan tangisnya pecah didada Edwin. "Mama bohong,  mama ninggalin Mei,  mama lebih milih ikut papa, mamaaa... mamaaaa, Mei sendiri mamaaa," tangisan pilu Mei membuat Edwin tak sadar memeluk Mei, mendekapnya erat dalam dadanya. Sejenak Edwin ikut terhanyut dan tanpa sadar mencium ujung kepala Mei. Merasakan harum rambut Mei. Sesaat Edwin tersentak dan merebahkan kembali Mei yang ternyata kembali tidur dengan pulas. Edwin menggelengkan kepalanya dan berusaha kembali ke alam sadarnya. Ke luar dari kamar Mei dan menyuruh bik Sum mengganti baju Mei yang basah karena keringat, agar Mei tidak semakin sakit. Sesampainya di kamar, Edwin mengerang perlahan. "Freya...freya..pergilah,  aku kembali memelukmu tadi..merasakan harum rambutmu..jangan kau tambah luka hatiku dengan keadaan seperti ini..," Edwin bergumam dengan suara pelan. *** Terdengar ponsel Edwin berbunyi nyaring, ternyata mama menelpon. Gimana Meisya, sayang? Sudah mendingan ma, panasnya dah mulai turun Ah,  syukurlah, jagain Mei,  ya sayang,  mama kayaknya seminggu deh di sini Kok lama sih ma Ya namanya ketemu cucu, kalo Mei mau ke butik mama,  anterin ya sayang Kan ada sopir mama Jangan bantah kata-kata mama Dan mama menutup sambungan telponnya. Ah nyusahin aja,  pikir Edwin.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD