Chapter 3

921 Words
Allice terduduk diam dengan menarik selimut di atas bantalan sofa. Suara abu dan kayu pembakar di tungku api terdengar jelas. Allice terdiam dengan memejamkan mata sesekali dan kembali membuka matanya memandangi keluarga Kenneth dan juga Brexley. Keluarga Berd termenung menatap Allice, "Kenapa kau ke rumahku Allice? bukankah cuaca sedang dingin?" tanya Brexley dengan nada merendah, ekpresinya begitu datar ketika menatap Allice yang duduk bersama para anggota keluarga dengan memakai mantel berjalan sendirian di salju. "Anak-anak pergilah tidur, biarkan ibu yang menemani Allice disini," ujar seorang wanita dengan berpakaian dress berenda bergambar bunga lily dengan aksen yang memukau. Brenda ia adalah seorang istri dengan status ibu rumah tangga. Istri dari Berd. Brexley beserta adiknya melihat Allice dengan tatapan datar dan membalikkan tubuh untuk segera naik ke lantai atas. Kenneth hanya terdiam ketika kakaknya Brexley menarik lengannya untuk berjalan menuju kamar lantai dua. "Cepatlah Kenneth, sudah waktunya kita istirahat, lagipula ia ditemani ibu kita." Bisik Brexley dengan nada berbisik di telinga Kenneth. Kenneth menunduk dan berjalan mengikuti Brexley dari arah belakang. Kecemasan Kenneth bertambah ketika ia melihat Allice beserta ibunya. Sudah sangat lama Kenneth tidak pernah menegur Allice. Hanya karena Kenneth sudah bersekolah di sekolah terkemuka di Fresia. Sedangkan Allice? Tentu saja Allice hanya diam dirumah. Tidak sebanding dengan keluarga Kenneth yang memiliki usaha ladang anggur di beberapa wilayah Fresia. Kenneth berjalan menyusuri lorong menaiki anak tangga satu persatu. "Sudah sangat lama," timpalnya ketika Brexley membuka pintu kamar. "Cepat masuk. Kenapa kau berdiam didepan pintu? Apa yang sangat lama? Kau yang berjalan sangat lama. Aku ngantuk dan kau mempersulitku dengan kebiasaanmu yang suka marah mendadak seperti ini Ken." ucap Brexley kepada Kenneth. Hanya ada helaan nafas panjang Kenneth ketika melihat wajah Brexley, melihat adiknya saat ini ia pun mengalah. Brexley memang selalu dingin terhadap Allice, Kenneth pun selalu mengalah ketika melihat adiknya. Kenneth membaringkan tubuh di atas ranjang setelah ia melihat adiknya Brexley yang mulai beristirahat. Detik semakin berlalu, kedua mata Kenneth semakin mengantuk, mulutnya menguap akibat rasa kantuk. Ingatannya kembali ke kehidupan masa kecilnya ketika Kenneth dan juga Allice bermain bersama Brexley di saat musim salju. "Kakak, di luar sedang ada salju. Tetaplah di rumah," ucap Brexley kepada Kenneth. "Iya Ken, diam saja di rumah lagipula cuaca dingin. Benar apa yang di ucapkan oleh Brexley saat ini," jawab Allice kepada Kenneth. "Tidak apa-apa aku ingin membuatkan salju untuk kalian. Aku sudah memakai jaket tebal jadi tidak akan kedinginan, jadi biarkan aku membuatkannya untuk kalian," Kenneth pun keluar rumah dengan memakai jaket tebal. Membuatkan salju berbentuk hati dan berisikan nama Allice, Kenneth dan juga Brexley. Brexley dan Allice hanya melihat perilaku Kenneth dari dalam rumah. "Kau tahu Allice, kenapa kakakku selalu memanjakanmu? kau lihat adiknya hanya aku. Tetapi kakak membuatkan nama Allice di tengah salju bersama namaku. Allice, kau bukan bagian keluarga tetapi kakak selalu membawa namamu ke keluarga. Aku iri padamu Allice." "Brexley, maafkan aku. Aku selalu menganggap kalian adalah keluargaku. Maafkan aku jika aku membuatmu kecewa. Aku tidak pernah ada niat membuatmu kecewa Brexley." "Aku selalu iri padamu Allice, kakak selalu memanjakanmu." "Tapi Kenneth selalu menyayangimu Brexley, aku hanya teman kecilnya. Aku hanya bermain bersama kalian." "Aku tahu, pergilah jemput kakakku Kenneth," ucap Brexley menyuruh Allice untuk menjemput Kenneth yang masih di luar rumah. "Baiklah, jangan marah padaku Brexley. Aku akan membawakan Kenneth untukmu." Allice pun keluar rumah dengan memanggil Kenneth untuk pulang ke rumah. Kenneth yang melihat Allice pun kembali pulang ke rumah. Pertemanan mereka semakin jauh karena kesibukan sekolah Kenneth dan Brexley. Lamunan masa kecil Kenneth terhenti ketika ia memutuskan untuk beristirahat. *** Di ruang keluarga Brenda menaruh wewangian aromatherapy di ujung meja dekat dengan sofa yang Allice sandari, aroma vanilla khas dengan di temani tungku perapian untuk membuat tubuh Allice hangat. "Tidurlah disini dan aku akan menyiapkan ruangan kamar tamu khusus untukmu," timpal Brenda dengan senyum manis mengarah kepada Allice. Allice mengecak mata kanan dengan jari manisnya, "Maafkan aku bibi jika aku merepotkanmu. Tapi, bolehkah aku tertidur disini. Hanya di sofa ini saja bibi, maafkan aku jika aku merepotkanmu bibi Brenda." Brenda terdiam dengan menghampiri Allice dengan tubuh yang menukik dan melihat wajah Allice yang cantik alami, kulit kemerahan dengan kulit yang putih serta rambut yang indah berwarna cokelat. Brenda pun mengangguk, "Apa kau yakin ingin beristirahat di sofa? nanti Paman Berd marah kepadaku, jangan beristirahat disini, karena bibi sudah menyiapkan ruangan khusus untukmu. Lagipula kau memang selalu menginap disini sewaktu kecil. Tidurlah disini, Allice." "Tidak apa-apa bibi, aku memilih beristirahat disini saja. Lagipula Paman Berd sudah menolong keluargaku saja aku sudah berterimakasih kepada kalian. Sebentar lagi cuaca nya akan membaik dan aku bisa pulang, aku hanya khawatir dengan kakekku." "Kakekmu tidak akan kenapa-kenapa, Allice. jangan khawatir. Paman Berd akan membawa kakekmu. Kau harus beristirahat disini," ucap Bibi Brenda dengan memasang wajah tersenyum kepada Allice. Melihat Allice yang masih duduk di sofa dengan memakai selimut ditemani cokelat hangat. "Bibi Brenda, terimakasih untuk cokelat hangatnya. Keluarga Berd sangat baik. Maafkan aku yang selama ini tidak berkunjung ke paman dan bibi, aku hanya malu terlebih Kenneth dan Brexley bersekolah." Brenda pun duduk mendekati Allice yang saat ini memegang cangkir berisikan cokelat hangat, dengan membelai rambut Allice dirinya tersenyum melihat Allice, "Kau selalu malu jika mengunjungi paman dan bibi. Jika kau ingin beristirahat disini tidak apa-apa ada bibi yang akan menemanimu." Anggukan Allice terlihat dengan bibir tipisnya yang tersenyum. "Terimakasih Bibi Brenda, bibi selalu baik padaku. Terimakasih sudah mau menemaniku, padahal aku tidur sendiri tidak apa-apa disini." "Tidak apa-apa, bibi akan menemanimu. Kau tidak merepotkanku Allice, beristirahatlah karena cuaca di luar sangat dingin."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD