Dua

1325 Words
"Ngapain sih, lo? Lama banget nyusulnya," decak Meisya. "Ada urusan penting," sahut Pelangi sambil menyeruput es jeruk milik Meisya. "Lo enak banget dateng-dateng langsung minum punya gue. Belum gue perawanin itu!" Pelangi menyengir dengan wajah tanpa dosanya. Dia memang baru menyusul Meisya 15 menit kemudian ke kantin Fakultas Teknik. Jadi dari tadi Meisya hanya sendirian. Meisya tidak punya banyak teman, dia agak susah bergaul. Berbeda dengan Pelangi yang supel dan punya banyak teman. Untuk masuk ke tim robotik kampus saja, Meisya dibantu oleh Pelangi. Banyak kakak tingkat yang dikenal oleh Pelangi. Dengan lancarnya, Pelangi menyebutkan kelebihan Meisya kepada kakak tingkatnya hingga akhirnya bisa lolos ke dalam tim robotik tersebut. Yang dia sebutkan juga yang sebenarnya. Meisya termasuk perempuan yang jenius. Tidak jauh berbeda darinya, hanya saja Pelangi tidak tertarik masuk ke dalam tim robotik. "Pesen lagi gih, minumannya, dua sekaligus! Ini uangnya." Pelangi menyodorkan selembar uang seratus ribuan pada Meisya. Meisya memutar bola matanya. Walau begitu, dia tetap mengambil uang pemberian Pelangi dan bangkit dari duduknya. Tak lama, dia kembali dengan membawa 2 gelas es jeruk menggunakan nampan kecil. "Ini kembaliannya," ujar Meisya meletakkan sisa kembalian uang Pelangi. "Nggak usah, buat lo aja." "Tapi, Ngi... " Pelangi tersenyum. Dia mengambil uang itu dan meletakkannya di tangan Meisya. "Nggak apa-apa. Buat ongkos lo besok. Kalau hari ini, lo bisa pulang bareng gue." Meisya tidak bisa menolaknya lagi. "Thanks, Ngi! Gue nggak akan lupa sama kebaikan lo selama ini." Sedangkan gue, bukan teman yang pantas buat lo, lanjut Meisya di dalam hati. Meisya adalah anak beasiswa di kampus ini. Kalau bukan karena beasiswa, Meisya tidak akan bisa berkuliah di sini. Meisya terlahir dari keluarga sederhana. Ibunya hanya seorang penjahit dan bapaknya bekerja serabutan. Kadang bapaknya lebih banyak berada di rumah. Meisya merasa sangat beruntung biaa mengenal Pelangi sewaktu ospek. Pelangi yang diketahuinya berasal dari keluarga yang berada, tidak pernah memilih-milih teman. Bahkan saat tahu Meisya berasal dari keluarga tidak mampu, Pelangi tidak menjauhinya. Pelangi malah merangkul dan menjadikannya seorang sahabat. Tak jarang Pelangi membantunya di kala Meisya kesusahan. *** Jerry menghentikan sepeda motornya di sebuah rumah kecil dengan pekarangan yang ditumbuhi beberapa tanaman. Sudah sejak satu setengah tahun yang lalu, keluarganya pindah dari Jakarta ke Bandung. Usaha furniture milik keluarganya bangkrut. Ada pihak yang menjadi musuh dalam selimut, menikam papanya dari belakang. Papanya Jerry meninggal terkena serangan jantung, tepat 1 hari setelah perayaan wisudanya. Jerry sangat terpukul dengan kepergian mendadak sang papa. Tak cukup sampai di sana cobaan yang dia terima, saat belum ada 7 hari papanya dimakamkan, ada pihak bank datang dan menyita rumah milik mereka satu-satunya. Jerry sekeluarga pindah ke rumah kecil peninggalan kedua orang tua mamanya di Bandung. Dengan sisa tabungan yang ada, mamanya membuka warung sembako kecil-kecilan di depan rumah dan membeli satu motor bekas. Jerry masih mempunyai seorang adik perempuan yang masih duduk di bangku SMA. Adiknya membutuhkan biaya untuk sekolah dan juga untuk kuliah nanti. Untung saja Jerry sudah lulus, jadi dia bisa melamar pekerjaan dengan ijazah sarjananya. Tidak butuh waktu lama, dia sudah mendapatkan pekerjaan. Jerry bekerja di sebuah perusahaan swasta di Bandung sebagai technical support engineer. Karena jam kerja Divisi IT di kantornya menggunakan shifting, Jerry bisa menyesuaikan dengan waktu kuliahnya yang hanya beberapa kali dalam seminggu. Sebenarnya Jerry tidak punya cukup uang untuk lanjut ke S-2, namun kakak dari mamanya memaksa. Awalnya Jerry tidak mau, dia keberatan dengan kuliahnya dibiayai oleh omnya. Setelah bernegosiasi, akhirnya dia mau melanjutkan kuliah asalkan omnya tidak  juga membayarkan uang sekolah untuk adiknya. Jerry tidak mau menyusahkan omnya walau masih kerabat sendiri. Lagian dia juga sudah bekerja. Dia merasa dia bertanggung jawab atas adiknya setelah ditinggal oleh papanya. Jerry adalah tulang punggung keluarganya sekarang. Setelah membuka helmnya, Jerry menghampiri sang mama yang tengah duduk di dalam warung kecil miliknya. "Gimana hari ini, Ma? Banyak yang beli?" "Alhamdulillah, ada aja yang beli." Lidya—mamanya tersenyum pada Jerry. "Mama pikir kamu langsung ke kantor pulang dari kampus. Mama belum masak buat makan hari ini. Kamu mau nungguin warung bentar? Mama masakin lauk dulu." Jerry menggeleng. "Aku beli lauk aja ya, Ma? Mama nggak usah masak hari ini. Nasinya ada 'kan?" "Kamu ada uang lebih, Nak? Mending disimpen aja buat tabungan, nanti pasti ada perlu buat kebutuhan kuliah kamu dan juga sekolahnya Andin." Lidya menatap Jerry sendu. "Maafin Mama, ya! Kamu jadi harus bekerja keras untuk keluarga kita. Coba aja Mama bisa menghasilkan uang yang banyak untuk kalian berdua... " Jerry menyentuh pelan bahu mamanya yang bergetar karena mulai menangis. "Mama jangan bilang kayak gitu. Aku ikhlas ngelakuin ini semua. Aku janji akan membahagiakan Mama dan Andin." Jerry merengkuh tubuh perempuan paruh naya yang telah melahirkannya itu. "Tunggu aku menjadi orang yang sukses, sedikit lagi. Mama yang sabar, ya?" Jerry menahan diri untuk tidak ikut menangis seperti mamanya. Dia adalah satu-satunya harapan mamanya saat ini. Dia tidak boleh terlihat lemah. Jerry tahu, diam-diam mamanya masih sering menangis di dalam kamar. Mamanya pasti masih merasa sedih atas kepergian papanya. "Mama tunggu bentar. Aku beli lauk dulu." Jerry melepas rengkuhannya dan tersenyum tipis. "Aku ada uang lebih, kok. Mama enggak usah khawatir. Kemarin aku baru aja habis gajian. Kebetulan gajiku ada sedikit lebih karena bulan kemarin aku ada lemburan." *** Setelah mengantar Meisya pulang, Pelangi tidak langsung pulang ke  tempat kos. Dia berniat untuk mengunjungi salah satu Mall sendirian. Selama 1 tahun lebih berada di Kota Kembang itu, Pelangi sudah hapal jalan-jalan di sana. Pelangi menyipitkan matanya ketika melihat seorang lelaki keluar dari sebuah rumah makan sederhana dengan membawa kantong kresek di tangannya. Lelaki itu kemudian menuju motornya dan melaju meninggalkan tempat itu. Pelangi mengurungkan niat yang awalnya ingin ke Mall. Dia lebih memilih untuk mengikuti motor yang dikendarai lelaki yang baru saja dilihatnya. Pelangi mengernyit ketika motor yang diikutinya berhenti di depan rumah kecil. Pengendara motor itu masuk ke dalam rumah setelah menghentikan motornya. Kak Jerry ngapain masuk ke rumah itu? Setahuku dia orang yang cukup berada juga. Ah, mungkin rumah saudaranya kali. Dia 'kan rumahnya di Jakarta. Pelangi bermonolog sendiri. Saat Pelangi hendak pergi dari sana, Jerry keluar dengan memakai setelan kantoran yang berbeda dengan tadi. Jerry memakai jaket dan helm, kemudian menaiki motornya. Entah kenapa, Pelangi malah kepo dengan Jerry. Dia kembali mengikuti Jerry dengan menjaga jarak supaya tidak ketahuan. Motor Jerry berhenti di sebuah gedung. Jerry memarkirkan motornya, lalu memasuki gedung itu. Setelah memastikan Jerry benar-benar masuk ke dalam gedung itu, Pelangi segera turun dari mobilnya dan menghampiri seorang satpam. "Pak, mau tanya dong... kalau boleh tahu laki-laki yang barusan masuk ke dalam itu, karyawan di sini?" "Yang mana, Neng?" tanya satpam itu heran. "Itu Pak... yang barusan pakai jaket warna hitam." "Ooh... Mas Jerry maksudnya. Iya... dia karyawan di sini, Divisi IT." Pelangi manggut-manggut. "Udah lama dia kerja di sini?"  "Lumayan sih... udah setahun lebih," jawab satpam itu. "Neng siapanya Mas Jerry?" "Saya temannya, Pak. Umm... jangan bilang sama dia, ya, kalau saya tanya-tanya." Pelangi mengucapkan terima kasih kepada satpam itu, lalu berlalu pergi dari sana. Ada banyak pertanyaan di benak Pelangi tentang Jerry. Baiklah, dia akan bertanya pada Satria—kakaknya nanti. Pasalnya sudah cukup lama dia tidak bertemu dengan Jerry, mungkin yang terakhir kali sewaktu Satria melamar Shasa. Habis mengikuti Jerry, Pelangi langsung balik menuju kos. Rupanya mobil milik Mario telah terparkir di depan kos-an mewahnya itu. Pelangi segera turun dari mobilnya dan menghampiri Mario yang tengah duduk di teras. "Babe... kok udah di sini aja? Aku kirain kamu sorean pulangnya." Pelangi langsung mendudukkan diri di samping Mario. Mario yang tengah menunduk memainkan ponsel—mendongak menatap Pelangi. Bukannya menjawab pertanyaan Pelangi, dia malah bertanya balik. "Kamu dari mana? Kenapa baru pulang?” "Habis anterin Meisya, terus makan dan ngobrol-ngobrol dulu sama keluarganya. Maklum... udah lama nggak main ke sana." Pelangi terlihat lancar sekali mengatakannya, padahal dia tengah berbohong. Dia memang mengantarkan Meisya pulang, namun tidak mampir ke rumah sahabatnya itu. Tidak mungkin 'kan Pelangi berkata bahwa dia baru saja kepo—mengikuti asisten dosennya yang merupakan sahabat dari kakaknya, dengan alasan yang tidak jelas?              
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD