Enam

1083 Words
Pagi hari sekali, Pelangi diantarkan ke Bandung oleh Satria. Minggu sore, Satria menjemput Pelangi ke rumah orang tua mereka karena dia ingin mengantarkan Pelangi dari rumahnya. Begitu tahu sahabatnya berada di Kota Kembang itu, Satria bersikeras mengantarkan Pelangi walau adiknya itu menolak. Satria sampai izin tidak datang ke kantor hanya demi bertemu dengan orang yang telah banyak berjasa baginya, terutama untuk hubungannya dengan Shasa. Pelangi bercerita jika Jerry adalah katingnya di kampus yang sekaligus menjadi asisten dosen. Satria tentu saja senang mendengarnya, sudah lama dia ingin berjumpa dengan sahabatnya itu. Satu setengah tahun tidak bertemu, dia benar-benar tidak tahu ke mana Jerry pergi selama ini. Nomor ponselnya tidak bisa dihubungi, dan semua media sosialnya tidak aktif lagi. "Ke kos-an bentar, Kak. Baru habis itu ke kampus," ujar Pelangi ketika mobil yang akan dikendarai Satria keluar jalan tol. "Sipp." Setelah mengambil beberapa bukunya di kos, Pelangi berangkat ke kampus di antar oleh Satria. Tiba di parkiran kampus, Pelangi meminta Satria menunggunya di dalam mobil terlebih dahulu. Dia akan turun untuk memastikan keberadaa Jerry. Pelangi sudah mengirimkan pesan kepada Jerry menanyakan apakah hari ni datang ke kampus atau tidak, namun pesan Pelangi sama sekali tidak dibaca oleh Jerry walau saat mengirimkan w******p, lelaki itu sedang online. "Buru-buru amat, Ngi. Mau ke mana, sih?" tanya Meisya melihat Pelangi jalan terburu-buru menuju ruang KaProDinya—Pak Rudi. Pikirnya mungkin saja Jerry berada di ruangan dosennya itu. "Mau ke ruangan Pak Rudi? Yuk ikut!" Pelangi menarik tangan Meisya. "Ngapain?" tanya Meisya menyamai langkah Pelangi yang begitu cepat berjalan. "Nyari Kak Jerry. Gue ada perlu sama dia." "Kak Jerry nggak ada di kampus kali, hari ini." Pelangi menghentikan langkah. Matanya menyipit—menatap Meisya. "Kok lo tahu dia nggak ada di kampus?" Meisya nampak salah tingkah. "I-itu... dia pernah bilang waktu lagi ngajar kita. Katanya kalau ada keperluan sama dia, hari Senin itu dia nggak ada di kampus." "Oh ya? Emang dia pernah ngomong gitu, ya?" Pelangi nampak berpikir—mencoba mengingatnya. Meisya mengangguk cepat. "Iya. Lo lagi nggak fokus waktu itu kayaknya, jadi nggak denger dia ngomong apa." Pelangi menyengir. "Iya juga, ya?Thanks infonya! Gue mau ke parkiran dulu, ada perlu. Lo duluan aja ke kelas." *** Sambil menunggu jam kuliah Pelangi selesai, Satria memutuskan untuk istirahat di hotel yang berada tidak jauh dari kampus Pelangi. Rencananya memang malam ini, dia akan menginap di Bandung. Untung saja, Shasa di rumah ada asisten rumah tangga dua orang dan juga seorang satpam. Jadi, Satria tenang jika berpergian keluar kota. Untuk malam ini juga, kebetulan mamanya juga menginap di rumahnya. Usai jam kuliah, Pelangi pergi ke hotel tempat Satria menginap. Dia ingin memeras sang kakak, sebelum nanti sore pergi ke tempat yang Pelangi duga bisa menemukan Jerry di sana. Mau makan yang enak dan mahal sepuasnya dan nanti minta tambahan uang jajan. Uang yang dikasih orang tua Pelangi bukannya kurang, tapi Pelangi ini suka berbagi orangnya. Contohnya saja pada Meisya, Pelangi sangat royal pada sahabatnya satu itu. "Laper, Kak! Gue pesen makanan, ya?" pintanya sambil rebahan di kasur empuk milik Satria. Sedangkan yang empunya, terlihat sibuk dengan laptopnya—duduk di sofa kamar. "Hmmm. Pesen aja, sekalian buat gue juga! Nanti ambil uangnya di dompet gue." Sore harinya, Pelangi mengajak Satria ke tempat yang memungkinkan bisa menjumpai Jerry di sana. "Jerry kerja di sini?" tanya Satria kepada Pelangi. Adiknya itu dari tadi tidak berhenti mengunyah cemilan yang dibelinya di minimarket dekat hotel. Walau suka ngemil, berat badan Pelangi tetap ideal, tidak mudah gemuk. "Ya... gitu deh!" Mereka berada di dalam mobil di parkiran depan gedung tempat Jerry bekerja. Gedungnya tidak begitu besar, bahkan parkirannya pun kecil, hanya bisa memuat beberapa mobil saja. Setengah jam menunggu di parkiran, pukul 17:10 yang mereka tunggu pun, muncul dari dalam gedung dengan menyandang sebuah ransel di pundaknya. "Ssst... entar aja samperinnya. Dia juga bakalan ke arah sini. Tuh motornya ada di sebelah kita," ujar Pelangi menunjuk sebuah motor yang dia tahu adalah milik Jerry. Satria mengernyit saat melihat motor Jerry. Motor matic biasa yang kira-kira usianya sudah cukup lama. Beda sekali dengan yang digunakan Jerry sewaktu berada di Jakarta. Sepengetahuan Satria, Jerry berasal dari keluarga yang cukup berada. Ah... mungkin saja dia lagi pake motor temennya, pikir Satria. Saat Jerry tiba di dekat motornya, Satria keluar dari mobil dan menghampirinya. Jerry yang posisinya membelakangi mobil Satria, tidak menyadari kehadiran sahabatnya itu. Hingga ada yang menepuk bahunya. "Hai, Bro!" Jerry memutar badannya untuk memastikan suara seseorang yang sudah satu setengah tahun ini tidak berkomunikasi dengannya. Bukannya apa-apa, Jerry sengaja menjauh dari semua temannya. Dia merasa tidak pantas lagi berada di ruang lingkup yang sama dengan teman-temannya yang rata-rata anak orang berada. Jerry cukup sadar diri. Keadaan keluarganya tidak lagi seperti dulu. Dia tidak punya apa-apa sekarang. Jangankan mobil, motor saja dia hanya mampu membeli yang bekas. Mobil miliknya dan peninggalan papanya, semua dijual untuk membayar hutang ke bank. Bukan hanya rumah saja yang disita. Jerry menatap datar Satria yang tengah tersenyum padanya. "Ke mana aja, lo? Pindah ke Bandung nggak bilang-bilang. Gue nggak dianggap sebagai sahabat lo lagi?" "Gue— " "Hai, Kak Jerry!" Pelangi muncul dari arah mobil Satria. Ah... Jerry lupa. Seharusnya dia sudah menduga kalau tidak bisa terus-terusan menghindar dari teman-temannya. Sejak bertemu dengan Pelangi, Jerry yakin bocah itu pasti akan bercerita kepada kakaknya. "Sat, sorry! Gue harus buru-buru pulang. Nyokap gue udah nungguin." Jerry beralibi. Dia tidak ingin Satria tahu mengenai keadaannya saat ini. Jerry tidak ingin Satria memandangnya rendah atau mungkin mengasihaninya. "Ya udah. Ayo... gue juga pengen ketemu nyokap lo. Lama nggak silaturrahmi." "Lain waktu aja, oke?" Jerry memasang helmnya. "Gue cabut duluan!" "Tapi… " Pelangi memegang lengan Satria. "Udah, Kak, biarin aja dia pergi. Ada yang mau aku ceritain sama Kakak," bisik Pelangi. *** Selepas maghrib, Pelangi kembali mengajak Satria ke tempat terakhir yang dia duga adalah tempat tinggal Jerry. Sekalian Pelangi ingin memastikan apakah dugaannya benar. Pelangi telah menceritakan semuanya kepada Satria, tapi kakaknya itu sepertinya tidak percaya. Di sini lah mereka sekarang, di depan rumah kecil yang belakangan ini sering didatangi oleh Pelangi. "Lo yakin dia tinggal di sini, Dek?" "Entahlah... gue sendiri juga pengen mastiin dugaan gue, benar apa enggaknya." Satria heran, semisal benar yang diceritakan oleh Pelangi, kenapa Jerry tidak pernah bercerita padanya? Kenapa Jerry memutuskan komunikasi dengan semua temannya? Pelangi dan Satria lantas turun dari mobil. Perlahan, mereka menuju rumah kecil yang dengan halaman yang ditumbuhi berbagai macam jenis tanaman. Warung kecil di depan rumah itu sudah ditutup. Dengan ragu, Satria mengetuk pintunya. Tak lama, sang pemilik rumah muncul membukakan pintu. "Kalian?!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD