Loka lagi-lagi meneguk ludah. Seluruh indera perangsangnya mulai meliar, dia hampir saja kalap jika Nandini tidak segera mengulurkan tangan untuk menghadang tingkah buas yang hampir saja tidak bisa dia kendalikan tersebut. Bagai seekor kelinci imut yang terluka, Loka menatap ke arah Nandini dengan tatapan yang—sedikit membuat ingin muntah, tetapi dia tidak punya pilihan lain selain melakukan ini. “Nandi, kumohon. Ya? Ya?” Dia mengerjap berulang kali, tidak lupa kedua tangan yang ia satukan sambil menggoyangkan tubuh dengan sikap manja ala-ala artis di drama koreya yang sering Loka tonton ketika libur bekerja. Namun, Nandini menggeleng tegas. Dia memberi tatapan sedingin kutub antartika pada gadis di sebelahnya itu, berulang kali menghela napas lelah. “Putri.” “Yaaaa?” Loka berbinar. “Ap