BAB 1: PAGI YANG INDAH

1126 Words
SELAMAT MEMBACA  ***  PRITTTTT……… Bruk …. Seorang gadis yang tengah berlabu di dunia mimpi, terbangun dengan tidak manusiawi. Dia jatuh dari ranjang karena saking terkejutnya mendengar suara fluit yang begitu memekakan telinga. Dia adalah Nawangsari Intan Prasaja atau yang sering di panggil Nawang. Putri dari seorang purnawirawan TNI ada yang pernah menjababt sebagai komandan pasukan Khusus salah satu matra darat berbaret merah pada masanya. Hidup bersama ayahnya yang selalu mendidiknya dengan gaya militer bahkan didalam kehidupan sehari-harinya pun demikian. Membuat Nawang yang tumbuh tanpa sentuhan tangan seorang Ibu menjadikan dirinya pribadi yang mandiri yang tegar. Ibunya telah meninggal sejak dia dilahirkan. Sejak ibunya meninggal Reno Prasaja ayah Nawang tidak lagi menikah karena dia sangat mencintai mendiang istrinya. Sejak kecil hingga dewasa hanya ada seorang ayah dan abang didalam hidup Nawang. Abangnya Arya Ksatria Prasaja adalah seorang anggota pasukan khusus juga, namun abangnya itu jarang pulang karena pengabdiannya terhadap negara. Beruntung ayahnya beberapa tahun belakangan ini sudah pensiun sehingga Nawang tidak lagi merasa kesepian di rumah jika Ayah dan Abangnya bertugas. “Mau berapa kali Ayah bilang kalau habis sholat subuh itu jangan tidur.” Reno menatap putranya dengan tajam. Sedangkan Nawang masih linglung karena bangun tidur dengan tiba. Dia tidak juga menjawab ucapan Ayahnya membuat Reno semakin geram dengan tingkah kurang ajar anak gadisnya. Tidak menjawab pertanyaan orang yang lebih tua dan mengabaikannya itu merupakan tindakan yang tidak sopan menurut Reno. “Siap salah …” Nawang langsung berdiri tegak di hadapan ayahnya, meski sebenarnya nyawanya belum terkumpul penuh. Didalam hati Nawang mengumpat habis-habisan, namun tidak ada satu kata pun yang keluar dari bibirnya bisa habis dia sama ayahnya kalau sampai ayahnya mendengar u*****n keluar dari mulutnya. Dia tidak mau mengisi kolam renang dengan ember, dia juga tidak ingin membersihkan kadang Coco yang begitu menyeramkan dan lagi dia juga tidak mau memindahkan sofa bolak balik 10 kali. Banyak yang harus Nawang pikirkan ketika dia ingin melawan ayahnya. Tidak peduli anak jika dia salah ayahnya tidak akan segan-segan memberikan hukuman yang membuat Nawang bahkan tidak mau lagi mengulangi kesalahannya. Nawang tidak pernah membenci didikan Ayahnya, dia tidak membenci ayahnya bahkan dia justru sangat menyayangi ayahnya dan dia sudah terbiasa dengan kehidupan ala militer yang ayahnya terapkan jadi tidak ada lagi yang Nawang keluhkan. Namun bagaimana pun terbiasanya, Nawang tetaplah seorang gadis yang tetap saja sering melanggar kebiasaan dan aturan yang ayahnya tetapkan jadi tidak salah juga jika dia sering menjadi sasaran hukuman dari ayahnya. “Ambil Sikap!!!”  ucap Reno tegas dihadapan Nawang. Nawang yang mendengar perintah ayahnya hanya bisa pasrah dan menurunkan badannnya. Ambil sikap maksud ayahnya adalah posisi tengkurap di lantai dalam posisi siap push-up dan itu sudah menjadi makanan Nawang setiap harinya. “Satu …” “Dua …” Nawang menghitung dengan pelan, dia belum mendengar intruksi ayahnya dia masih melakukan push-up nya.  “Hitung ritme 1,2,3,1 sampai 20 …” Setelah itu Reno keluar dari kamar putrinya dan masuk Mbok Siti, orang yang bertugas sebagai asisten rumah tangga dirumahnya. Mbok siti juga yang telah merawatnya dari kecil dan dia juga yang pagi ini menjadi wasit hitungan push-up nya. “Kasih korting ya Mbok,” ucap Nawang sambil menatap iba kepada Mbok Siti. “Mbok tidak berani Non, kapok kemarin ketahuan Bapak Mbok yang kena hukuman. Mbok sikat kendang Coco Mbok takut …” jawab Mbok Siti dengan takut-takut. “Halah Mbok cemen.” cibir Nawang. *** Sementara di tempat lain… “Kamu kalau nggak balik, Bunda pecat jadi anak A’…” Di pagi hari yang begitu indah, di kediaman keluarga Collin Nyonya muda Collin tengah mengomel kepada salah satu putra kembarnya. Dita sejak tadi kesal dengan Rafa, yang selalu membuat keributan di pagi hari. Sedangkan anggota lain kediaman Collin yaitu Arta, Ana, Raja, dan Rehan sudah biasa mendengar teriakan Dita yang memarahi Rafa. Raja berdiri dari duduknya, dia langsung menangkap leher Rafa yang sudah mau keluar dan kembali menyeretnya kekamar. Lalu menutut pintunya dengan keras. Raja dengan perawakan besar dan tubuhnya yang kekar dengan mudahnya menangkap kembarannya yang memiliki tubuh lebih kecil sedikit darinya. “Bunda kesal sama anak Ayah yang satu itu, masa setiap bangun tidur kamarnya seperti kapal pecah Bunda pusing lihatnya, beresin nggak mau berantakin jago…” “Sudah, jangan marah-marah nanti cepat tua.” Rehan hanya mengatakan itu untuk mereda kekesaan istrinya. Putranya Raja tumbuh menjadi pribadi yang tegas dan rapi penuh kedisiplinan karena memang dia seorang TNI sedangkan putranya Rafa tumbuh sebagai pemuda yang sedikit nakal dan selalu membuat kesal semua orang. Namun Rafa lah yang sekarang melanjutkan bisnis keluarga mereka, karena Raja lebih memilih mengabdi kepada negaranya, hanya sesekali dia akan membatu jika waktunya luang. Sekarang Rehan membawa ketiga anaknya dan Dita untuk tinggal di rumah utama Collin. Karena permintaan Arta dan Ana yang tidak ingin kesepian, akhirnya mereka memutuskan untuk tinggal bersama. Sedangkan Rumah yang sebelumnya Dita dan Rehan tempati akan mereka berikan kepada putra putri mereka yang lebih dulu menikah. “Selamat pagi semua …” Suara cempreng terdengar menuruni tangga. Gadis mungil dengan perawakan kecil yang begitu cerewet. Dia adalah putri Rehan dan Dita, adik dari Raja dan Rafa. Namanya Citrawati Pregiwa Putri Collin atau mereka semua memangginya Giwa. “Ehhh putri, 40 miliar Ayah sudah bangun,” sapa Rehan pada putrinya. Memang benar kan, Giwa adalah putrinya hasil negosiasi mobil 40 miliar dulu. Rehan senang sekali menyebut Giwa dengan putri 40 miliar untuk menggoda istrinya. “Ayah ihh, masa dari dulu nggak naik harganya. Masa cuma 40 miliar.” Sahut Giwa dengan kesal. Dia menarik kursi dan duduk di samping Abangnya Raja. Cup… “Selamat pagi Abang Giwa yang tampan,” sebelum duduk Giwa menyempatkan untuk mengecup pelan pipi Abangnya itu. “Pagi…” jawab Raja singkat. Cup… “Selamat pagi adik A’a yang cantik.” Entah kapan datangnya tapi yang jelas Rafa telah duduk manis di kursi sebelah Giwa. Giwa menatap kembaran Abangnya yang dia panggil A’a itu dengan malas. “A’a kenapa cium-cium Giwa?” Giwa mengusap pipinya dengan kesal. “Kenapa, kamu juga cium-cium Abang kenapa A’a nggak boleh?’ “Abang sudah wangi, sudah ganteng Giwa mau cium. Tapi A’a masih bau, belum mandi masih gembel. Giwa nggak mau cium.” Rafa menatap adiknya dengan tidak percaya. Apa seburuk itu dirinya sampai adiknya sendiri tidak mau dia cium. Sedangkan anggota keluarga lain, yang melihat interaksi 3 generasi muda Collin itu tertawa. Benar-benar pagi yang indah, dan penuh kebahagiaan. ***BERSAMBUNG ***  YANG KEMARIN MINTA KISAH NYA ANAK-ANAK NYA AYAH REHAN DAN BUNDA DITA INI SAYA UP KAN KISAH DARI ABANG RAJA DULU YA , UNTUK YANG GIWA DAN A'A RAFA BELUM ADA ...  DOAKAN SAJA LANCAR IDENYA BIAR BISA TERUS MENGHIBUR ...   JOGYA, 23 JULI 2021  SALAM E_PRASETYO
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD