Prolog

567 Words
Dalam perjalanan panjang tentang sebuah kehidupan di mana pertaruhannya adalah nyawa, segalanya tidak pantas untuk disandingkan. Apapun alasannya, nyawa terlalu berharga untuk dikorbankan. Jadi faktanya adalah, siapapun yang dengan senantiasa mengambil nyawa orang lain hanya demi memenangkan sebuah pertaruhan dalam kehidupan, itu menjadi sebuah hal gila.  Malaikat maut bisa mencium aroma kematian. Bahkan seratus hari sebelum kematian itu terjadi, malaikat maut telah menunggu dengan sabar. Berada di sisi sang calon kematian dan juga menjadi orang kedua bagi sang calon jenazah. Tapi jika pada akhirnya sang kematian sendiri tidak bisa memprediksi sebuah kematian yang benar, siapa yang patut disalahkan? Rasanya itu akan menjadi hal yang tidak mungkin. Tidak mungkin sang kematian akan salah bukan? Nyatanya di dunia ini terlalu banyak hal yang tidak mungkin menjadi sebuah kemungkinan. Seperti kisah kali ini di mana sang kematian pastilah membuat kesalahan yang cukup fatal.  Dia berdiri dengan kedua kakinya. Tapi jelas kaki itu bukan miliknya sama sekali. Indah dan jenjang. Itulah kaki yang sedang dia pakai saat ini juga bagaimana langkah gemulai itu bukan miliknya juga. Tampaknya dia memang tidak bermimpi. Saat ini dia berada di tubuh orang lain dengan jiwanya yang salah berpulang.  "Nyonya..."  Dia tidak berputar walau dia sadar dialah yang dipanggil. Jelas bukan dirinya tapi tubuh ini. Tubuh yang bukan miliknya. Di depan kaca dia telah berdiri. Menatap dirinya dalam pandangan asing seorang perempuan cantik yang sangat elegan dan terkesan lemah. Tatapan itu begitu lugu dan mudah sekali membuat orang lain tertipu. Bahkan dirinya yang sekarang memiliki tatapan itu sendiri tengah mencari tahu watak seperti apa yang dimiliki sang pemilik tubuh. "Nyonya, anda baik-baik saja?" Kali ini dia berputar. Dia tidak bisa membuat suara itu terus mengganggunya dan dia butuh sebuah penjelasan atas apa yang sebenarnya terjadi. Dia harus tahu langkah seperti apa yang harus dia jejaki. Seorang pelayan, dia dapat menduganya.  "Apa yang terjadi denganku?" tanya perempuan itu pada sang pelayan.  "Anda baik-baik saja, Nyonya? Anda baru saja melahirkan dan kehilangan banyak darah. Dokter pribadi anda menyarankan untuk tidak banyak bergerak. Anda harus kembali ke tempat tidur anda." Perempuan itu sadar kalau pelayan di depannya tidak sekedar pelayan biasa. Dia bisa menilai dari bagaimana pelayan itu menatap pada tubuh yang bukan miliknya tersebut. Terlalu banyak kepedulian di sana yang tidak bisa terjabarkan oleh matanya. Kepedulian yang tidak pernah dia miliki semasa dia ada di tubuhnya.  Jelas perempuan itu cukup pandai membaca mata orang lain. Tapi dia terlalu dibutakan cinta hingga dia tidak sadar sosok yang sangat dicintainya adalah pembunuhnya.  Dia tidak suka mengingatnya karena itu membuat tubuhnya sakit, atau memang dia sudah semestinya sakit karena seperti yang dikatakan si pelayan kalau dia baru saja selesai melahirkan. Apa memang perempuan itu mati saat melahirkan atau perempuan itu hanya sedang tertidur dan tubuhnya kosong makanya jiwanya salah arah.  Abigail, itu namanya. Nama perempuan ini, dia tidak tahu.  Dia bisa mencari tahu, tapi nanti.  Abigail bergerak dan segera pelayan itu datang padanya. Mengulurkan tangannya pada Abigail dan membantunya berjalan. Abigail sendiri baru sadar kalau dia sangat lemah. Keadaannya tampak semakin memburuk karena Abigail bergerak dengan cepat seakan dia tidak baru saja melahirkan.  Pelayan itu membantunya dengan telaten. Memberikan perhatiannya sepenuh hati yang membuat hati Abigail sedikit meredup hangat. Mungkin hati perempuan ini yang terlalu lemah. Dia tampak sangat lemah dalam segala aspek bagian diri perempuan ini.  Abigail juga baru sadar kalau rumah ini sangat besar dan mewah. Pantas mereka memiliki pelayan pribadi di sini dan itu tidak tampak dilebih-lebihkan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD