Mimpi buruk

1020 Words
Tap...tap... Santanael berlari kencang ke arah kamarnya tapi tarikan kuat pada lengannya membuat ia terbanting jatuh ke lantai. "Santanael, beraninya kamu mengandung anak orang lain!" Santanael berusaha bangun, gerakannya sangat lambat. Nafasnya sulit ketika di rasakan bagian depan tubuhnya terasa sakit. "Gospar, dengar penjelasan aku dulu." "Penjelasan apa? kamu jelas-jelas menikah denganku tapi lihat dirimu." "Aku-- " Gospar berkacak pinggang dengan mata tajam ingin mengulitinya. Santanael berhasil duduk tegak sambil menahan rasa sakit yang timbul tenggelam. "Anak siapa itu?" "Gospar, aku--" "Kamu tidak ingin mengatakannya? Santanael, kamu pikir aku takut terhadap ayah dan ibumu." Langkah Gospar mendekat menggeser badan Santanael hingga membentur tembok di belakang. Tidak ada jalan keluar. Wajahnya pucat pasi, melirik kanan dan kiri mencari sesuatu yang bisa di pegang. Tidak ada. "Kamu jangan mendekat," seru Santanael bergetar menahan kesakitan di beberapa bagian tubuhnya. Gospar melotot mendengar itu, ia merasa terhina. "Apa katamu?" Satu tangan melayang ke arah wajah Santanael dengan kuat di sertai tendangan ke arah perutnya. "Apa katamu? katakan lagi." Santanael tidak bisa melawannya, tendangan bertubi-tubi di beri tanpa belas kasihan. Gospar memukulinya bak kesetanan, tiada jeda untuk bernafas. Darah mengalir melalui sela-sela pakaian yang di kenakan, wajah Santanael bengkak di kedua sisinya. Ia tidak bisa melihat jelas. "Sakit." "Huh! sekarang baru berkata sakit. Kamu tidak lihat aku yang sakit karena di bohongi olehmu." "Gospar, perutku sakit." Gospar menatap sinis. Kaki terarah cepat keluar hendak menendang, tetapi Santanael roboh ke arah kirinya dengan suara mengerang kesakitan. Gospar membatalkan niatnya. "4 bulan usianya. Santanael, kamu pikir aku bisa kamu bodohi? 4 bulan... sementara kita? menikah baru dua bulan." Santanael diam tak bergerak di tempatnya, perutnya seperti membuat cengkeraman kuat mengeluarkan sesuatu dari dalam. "Ibumu baru saja menikah dua bulan lalu. Aku berfikir keras, apakah kejadian kamu menghilang dari acara pernikahan ibumu merupakan kesengajaan atau apa?" Mata Gospar menerawang jauh. Ia terus memikirkan dimana letak kesalahannya sendiri. "Katakan siapa pria itu?" Gospar sedikit berlutut di hadapan Santanael, satu tangannya menarik kuat rambut Santanael untuk mendekatkan wajahnya. "Katakan!" Sorot mata Santanael terlihat kosong, Gospar tertegun melihatnya. Ini seperti ada sesuatu yang salah. "Bayiku...sakit." Mata Gospar menyipit mendengar itu, ia mengarahkan mata dimana tangan Santanael berada di perut. "Tidak akan kubiarkan anak haram lahir darimu. Dia bukan darah dagingku!" Rambut di lepaskan dari cengkraman, Gospar bangkit berdiri. Ia mencari ponselnya, satu tangan kembali mendarat pada rambut Santanael. Sekejap terdengar suara-suara kasar melengking ketika Santanael di tarik pergi ke kamarnya. drt...drt... Satu panggilan. "Kemari!" klik. Santanael jatuh pingsan. Gospar membuang badan Santanael di tempat tidur. Para pelayan diam mematung tanpa berani menolong. "Urus nyonya dengan baik. Tunggu dokter yang datang mengatur." "Baik tuan." Gospar pergi tinggalkan Santanael keluar untuk merokok. Asap tebal mewarnai malam dengan iringan suara kematian yang belum sempat menghirup udara segar. .... Santanael bergerak dan mengerang kesakitan dalam tidurnya. Alvian Kato meliriknya sekilas, keringat membanjiri wajah Santanael seperti mandi. "Tidak...tidak..." cit... mobil di hentikan mendadak oleh Alvian Kato menyebabkan tabrakan tak terhindarkan dari arah belakangnya. bruk! Alvian Kato tidak mempedulikan mobilnya, ia bergegas memukul pipi kanan dan kiri Santanael. Kecemasan dan kekhawatiran bertumpuk melihatnya tanpa respon. "San.... San, bangun lah." Beberapa kali tepukan ringan di berikan, "San...San, bangun lah. Jangan buat aku takut," kata Alvian Kato kencang. Suara ketukan pada kaca jendela di acuhkan, tampak beberapa orang berwajah kesal. "Tolong... tolong...sakit..." Kerutan kecemasan bertambah saat di lihatnya Santanael terus mengerang kesakitan. Tidak ingin buang waktu lagi, Alvian Kato menekan klakson berkali-kali menyebabkan orang bingung. Sumpah serapah hingga cacian terdengar kencang di belakang mobil yang di kemudikan Alvian Kato. Santanael terus mengigau dengan kegelisahan yang menyiksa. Ia tenggelam ke dalam mimpi buruknya. Mobil berhenti depan UGD, Alvian Kato buru-buru mengeluarkan Santanael. Petugas yang melihatnya bergegas menolong. Alvian Kato terduduk lega ketika Santanael terpaksa menginap di RS untuk penyakitnya. "Tuan Kato, nona Santanael mengalami masalah kesehatan mental yang cukup serius. Apakah anda tidak berfikir untuk melakukan rehabilitasi untuknya?" "Rehabilitasi? dia tidak gila atau melakukan sesuatu yang salah." "Betul tidak salah tapi melihatnya kesulitan tidur dan berakhir selalu seperti ini, kami hanya memberikan saran." "Tidak adakah cara lainnya?" "Obat-obatan hanya berlaku sementara. Bulan ini, nona Santanael dilarikan ke rumah sakit 8x." Pelan meraih telapak tangan Santanael, terasa dingin. Alvian Kato menggenggam dengan berat hati. "Jika di teruskan kondisi seperti ini. Nona Santanael bisa mengalami masalah kesehatan lebih serius." "Mengapa dia belum bangun?" "Kami berikan obat tidur selain vitamin ke dalam infus. Nona Santanael membutuhkan istirahat dan makan yang teratur. Tuan Kato, ini sudah berjalan tiga tahun." "Aku tahu." Dokter menarik pandangan setelah memastikan kondisi Santanael lalu Alvian Kato yang tidak bergeming di tempatnya. Iapun memilih pergi. "San, aku ada di sini." Suaranya pelan berikan energi untuknya agar bangun dari mimpi buruknya. Alvian Kato mengecup lembut punggung tangan Santanael. "San, aku harus berbuat apa?" Kepala Alvian Kato tertunduk ke arah lantai dengan tak berdaya. Ingatan bercampur bahkan ia tak dapat menghitung berapa kali memaksa Santanael keluar dari mimpi buruknya. "Aku di sini, jangan takut." Cinta tak membutuhkan kata-kata berlebih tetapi sebuah tindakan kecil yang menguasai. .... Kepala Pelayan menunduk ke arah ponselnya, foto terbaru Santanael berada di depan rumah. "Tuan.." "Ada apa?" "Nona Santanael berada di rumah sakit." Ponsel di turunkan dari pandangan, "Apa katamu?"tanya Kepala Pelayan gusar. "Tuan Alvian Kato melarikan nona Santanael di perjalanan setelah dari pemakaman." "Sakit?" "Berdasarkan informasi, nona Santanael membutuhkan pengobatan yang serius." "Apalagi kata dokter?" "Jelasnya kami masih menyelidiki." "Berapa lama?" "Tiga jam." bruk!! Kepala Pelayan sangat marah, " Kamu cepat cari tahu, sebenarnya ada apa dengannya. Tiga jam terlalu lama." "Baik tuan." Kepala Pelayan beranjak dari duduknya, langkahnya tidak terburu-buru ke arah lantai dua. Kamar sang ibu. Matanya menyapu tempat ini begitu di buka, "Kamu tidak membiarkan aku tenang, apakah ini hukuman yang kamu berikan untukku?" tanyanya pada tempat tidur kosong. Hari belum berganti tapi bermacam-macam emosi datang bagai air banjir yang meluap. "Katakan, apakah kamu senang?" tanyanya sekali lagi pada tempat tidur yang kosong. Angin malam bertiup kencang. Kepala Pelayan menyeringai penuh kemarahan mendapatkan hanya angin malam yang menjawabnya. Tangannya menarik lepas semua benda-benda di jarak pandangan. "Katakan! apakah kematian anak Santanael adalah campur tangan darimu?" Teriakannya keras seiring benda-benda yang di hancurkan olehnya. Kepala Pelayan merasakan kebohongan dan kebodohan di sini. Hatinya sakit.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD