Bingung dan Ragu

1179 Words
    Mardiani tidak tahu jam berapa Desta meninggalkan kamarnya. Sesuatu yang jelas ia rasakan adalah rasa sakit dan nyeri pada bagian k*********a. Ani adalah gadis desa yang tidak berpendidikan dan juga tidak mempunyai orang tua. Satu-satunya orang yang menjadi tempatnya bersandar adalah Mbok Marni yang telah membawanya ke kota Bandung untuk bekerja pada majikannya.     Ani melangkah turun dari tempat tidurnya untuk mengambil pakaian di lemari sementara daster yang sebelumnya ia pakai sudah sobek karena Desta. Ani baru saja selesai memakai dasternya saat ia melihat noda darah di atas seprei.     Air matanya kembali turun, tidak mengira kalau darah perawannya direnggut oleh majikannya sendiri. Dengan menahan sakit, Ani mengambil seprei dan menggantinya yang baru sebelum Mbok Marni masuk ke dalam kamar.     Ani baru saja memasang seprey saat ia mendengar suara pintu terbuka. Takut dan gugup Ani berpaling untuk melihat siapa yang membuka pintu dan melihat Mbok Marni berjalan masuk dengan mata mengantuk.     “Kamu mengganti seprei buat apa? Kenapa tidak besok aja,” tanya Mbok Marni merebahkan tubuhnya di ranjang yang baru saja diganti sepreinya.     “Ma…maaf Mbok, tanpa sengaja saya sudah mengotori sepreynya,” jawab Ani tertunduk.     Mbok Marni melihat seprey yang masih berada di bawah dan sedikit melihat noda merah di seprey tersebut sehingga ia tersenyum maklum.     “Kamu baru datang bulan ya? Ya sudah kamu rendam sana sepreynya. Jangan sampe ninggalin bekas,” perintah Mbok Marni yang mengira darah perawan Ani adalah darah haid gadis itu.     “Iya Mbok.”     Setelah itu Ani membawa seprey dan juga bajunya yang sudah terbungkus di dalam seprey ke kamar mandi belakang. Langkah kakinya yang pelan kembali menarik perhatian Mbok Marni yang memiliki penglihatan tajam.     “Kamu kenapa An, memangnya kamu biasa kalau haid sakit seperti itu?”     “Iya Mbok.”     Tidak ada jawaban yang bisa diberikan oleh Ani atas pertanyaan yang diberikan oleh Mbok Marni selain menjawab, iya.     Dengan berlinang air mata, Ani mencuci seprey dan membuang dastenya yang sudah sobek sebelum ia berniat kembali ke kamarnya.     Ia berjalan tanpa berani melihat ke kiri dan kanan sehingga ia tidak mengetahui kalau Desta memperhatikannya. Memperhatikan dengan pandangan m***m karena ia belum puas menikmati tubuh pelayannya itu.     Sejak kejadian malam itu, Ani selalu menghindari ruang depan. Ia sengaja lebih banyak membantu di dapur sementara untuk bersih-bersih ia melakukannya saat orang-orang belum terbangun. Mbok Marni yang melihatnya tersenyum bangga karena gadis yang dibawanya bekerja tidak membuatnya malu karena Ani sangat rajin.     Seperti biasanya, pagi itu Ani sedang mengepal lantai di ruang tengah saat seseorang memperhatikannya. Ani tidak melihatnya karena ia begitu focus dengan pekerjaan yang ia lakukan hingga telinganya mendengar suara benda jatuh yang sangat keras diikuti suara terikan.     Mbok Marni yang kebetulan berada di dekat situ ikut mendengarnya sehingga mereka berdua bergegas melihatnya dan mata Marni terlihat takut dan gugup saat melihat Desta terbaring di lantai.     “Tuan…bagaimana tuan bisa ada di bawah?” tanya Marni gugup sementara Desta berusaha untuk bangun.     “Tanyakan padanya apakah dia mengepel dengan benar atau tidak,” bentak Desta keras hingga Mbok Marni melotot marah pada Ani.     “Cepat selesaikan ngepelnya, setelah itu bantu tuan ke kamarnya,” perintah Mbok Marni saat melihat Desta berjalan kesakitan menuju salah satu kursi yang berada di dekatnya.     “Ba…baik Mbok,” jawab Ani ketakutan.     Kepolosan yang dimiliki Ani membuat ia tidak berpikir bisa saja Desta hanya menipunya. Ia tidak tahu bahwa kedua istri majikannya sudah memberi kabar bahwa mereka menunda kepulangannya karena berlibur di musim dingin sangat jarang mereka dapatkan sehingga mereka ingin memuaskannya sekaligus berbelanja barang-barang branded.     Penundaan kepulangan kedua istrinya membuat Desta kesal sekaligus gembira. Ia ingin menikmati tubuh Ani lagi dan ia yakin bisa melakukannya tanpa ada gangguan yang berarti. Dan dia memiliki cara bagaimana gadis itu melakukan dan mengikuti semua kemaunnya.     “Ani…ini minyak untuk mengurut kaki tuan kalau beliau keseleo. Kamu balurkan di kakinya. Jangan sampai karena kerjaan kamu yang ceroboh kamu bisa dipecat,” beritahu Mbok Marni sembari memberikan minyak urut pada Ani.     “Apa saya harus membalurkannya pada Tuan?” tanya Ani takut.     Mbok Marni memandang Ani heran sekaligus bingung mengapa wajah gadis itu seperti takut, “Ada apa? Kau tidak perlu khawatir. Tuan tidak akan mengadukan dirimu pada nyonya karena kau ceroboh saat bekerja. Sudah bawa masuk sana. Mbok mau ke pasar dulu.”     Ketakutan Ani begitu besar hingga ia hanya diam di tempat sampai terdengar suara Desta yang kembali memanggil namanya/     Takut yang dirasakan oleh Ani sangat besar hingga tubuhnya bergetar saat ia mengetuk pintu kamar Desta.     “Masuk!”     Suara Bram terdengar tidak sabar hingga Ani membuka pintu pelan dan berjalan masuk tanpa berani mengangkat wajahnya.     Desta memandangi wajah pelayannya yang pucat dengan senyum m***m di bibirnya. Ia tidak menduga mendapatkan tubuh pelayannya sangat mudah.     Dengan sikapnya yang angkuh, Desta menunjuk bagian panggulnya saat Ani berjalan menuju kaki Desta hingga Ani menatapnya bingung.     “Kau pikir bagian tubuhku yang sakit itu kaki?” bentak Desta melepaskan ikatan mantel kamarnya.     “Ta…tapi saya tidak mungkin mengurut pinggul Tuan,” jawab Ani gugup.     “Kenapa? Bukankah kau sudah pernah melihatku? Bahkan tongkatku saja sudah pernah berada di dalam tubuhmu. Ayo cepat!” perintah Desta walaupun wajah gadis itu masih terlihat ragu-ragu.     Perlahan-lahan Ani mengurut dan membalur pinggul Desta dengan minyak urut yang diberikan oleh Mbok Marni dan tanpa ia sadari pijatannya sudah membuat Desta memejamkan matanya.     Ani sudah selesai memijat dan mengoleskan minyak pada pinggul Desta yang ternyata memang berwarna biru. Ani tidak tahu saat jatuh Desta membentur benda apa.     Langkah dan gerakan Ani begitu perlahan saat dia melangkah menuju pintu kamar Desta lalu meninggalkan majikannya yang sudah terlelap.     Ani baru saja menutup pintu kamar dan melepaskan napasnya. Ia tidak menduga berada di dalam kamar majikannya membuatnya menahan napas hingga perasaan lega begitu besar saat berjalan menuju kamarnya yang berada di bagian belakang bangunan rumah besar keluarga Ameswara Braga.     Ani sudah menyelesaikan pekerjaannya dan kini ia berada di dalam kamarnya. Tubuhnya begitu lemas dan lelah tidak seperti biasanya hingga ia memilih untuk berbaring untuk menghilangkan rasa pusingnya.     “Apa kau sengaja menungguku di kamarmu?” sebuah suara membuat Ani membuka matanya dengan cepat. Matanya terbelalak melihat Desta sudah berada di dalam kamarnya.     “Tu…tuan? Apa yang tuan lakukan disini?” tanyanya gugup dan juga takut.     “Kau sudah memberikan pijatan yang membuatku tertidur. Terima lah,” Desta mengulurkan sebuah amplop tertutup membuat Ani heran.     “Ti…tidak Tuan. Saya tidak memerlukan apa-apa selain dari gaji yang nyonya berikan pada saya,” katanya menolak pemberian Desta.     “Ini dariku. Kau tidak perlu khawatir. Aku tidak akan memaksamu untuk melayaniku. Sekarang terima atau kau memang menginginkan diriku?” kata Desta dengan sikap mengancam membuat Ani segera mengambil amplop yang ada di tangan Desta.     “Bagus. Pergunakan dan simpan dengan baik kalau kau belum membtuhkannya saat ini,” pesan Desta sebelum meninggalkan kamar Ani yang kini menatapnya bingung.     Ani yang sebelumnya mengira akan mendapatkan perlakuan buruk dan terpaksa melayani nafsu majikannya sama sekali tidak percaya. Desta hanya masuk ke dalam kamarnya untuk memberikan sebuah amplop tertutup.     “Apa isinya? Mengapa tuan memberikannya padaku?” katanya pelan sembari membuka amplop berwarna coklat tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD