94. Office Work

1052 Words
Pagi-pagi sekali Erina sudah siap memakai pakaian formal yang telah ia pesan dari Pak Kelvin kemarin. Untung saja beliau masih ingat kalau dirinya belum mempunyai satu pun setelan pakaian kantor. Mungkin kalau tidak, ia akan terpaksa menjadi pengangguran selama beberapa hari lagi sampai semuanya telah siap. Erina yang terbiasa sarapan telur ceplok, bubur delapan bahan, dan segelas s**u putih pun merasa sedikit kesulitan ketika membiasakan diri untuk membuat sarapan berbahan. Sebab, sudah lama sekali ia tidak membuat makanan lokal, kecuali nasi goreng. “Pak, sudah sampai di mana?” tanya Erina melalui sambungan telepon. Kini gadis yang sudah lengkap memakai setelah kantor berwarna abu-abu itu pun terlihat mengenakan sneakers berwarna putih. Membuatnya sedikit kontras daripada baju yang dikenakan. Namun, hal tersebut sama sekali tidak menjadikan Erina merasa terganggu, karena selama ini ia sudah mengenakan pakaian itu tidak hanya sekali. “Sudah di lobi, Nona,” jawab seorang lelaki dari seberang. “Baiklah. Aku turun sekarang!” putus Erina menutup sambungan tersebut dan meletakkan kembali ponselnya ke dalam tas lengan yang ia bawa hari ini. Mungkin nanti selama sehari penuh ia tidak akan bekerja, sebab Erina butuh waktu untuk memperkenalkan diri sebagai penerus perusahaa. Meskipun ia belum bertemu secara resmi di rapat pemegang saham yang selalu diselenggarakan ketika pergantian pemimpin tiba. Setelah itu, Erina pun bergegas keluar dari apartemennya dan menuju elevator kosong yang kebetulan sekali ia buka tepat ketika benda tersebut hendak turun ke bawah. Sehingga gadis itu pun bisa mempersingkat waktu menuju ke lobi. Sesampainya di lobi, Erina melihat ada sesosok lelaki berpakaian jas hitam yang berdiri tepat di depan pintu sembari menumpuk tangannya dengan siaga khas bodyguard. Membuat gadis itu tersenyum tipis. “Pagi, Nona Erina,” sapa Pak Kelvin tersenyum hangat. “Pagi, Pak! Lain kali biar aku sendiri aja yang bawa mobil,” balas Erina sedikit tidak suka melihat asisten sekaligus supir pribadinya yang selalu saja berada di sisinya setiap kali keluar. “Tidak bisa, Nona. Ini sudah perintah mutlak dari Alm. Tuan Besar untuk saya yang tetap ditugaskan menjaga Nona Erina dengan benar,” tolak Pak Kelvin tersenyum ramah. Membuat Erina seketika menghela napas panjang. Tanpa pikir panjang, ia pun memasuki mobil mewah berwarna hitam yang pintunya sudah terbuka sejak tadi. Tentu saja mobil tersebut akan membawa dirinya menuju gedung mewah di salah satu pusat kota. Tak lama kemudian, mereka berdua pun sampai di gedung tersebut. Erina mendongak melihat gedung tinggi di hadapannya yang tidak pernah berubah. Atau mungkin memang tidak akan berubah. Setelah puas memperhatikan keadaan di luar, Erina pun melenggang masuk ke dalam bersama Pak Kelvin yang membuntuti dirinya dari belakang. Sebenarnya ia belum resmi menjadi seorang presiden direktur di perusahaan ini, karena ia memang belum pernah melaksanakan rapat yang digelar secara eksekutif untuk para pemegang saham. Sejenak Erina memperhatikan keadaan di dalamnya yang masih sama seperti dulu seakan tidak ada seorang pun yang berani membenahinya meskipun sudah terlihat cukup sesak. Apalagi ada meja tambahan bagi staf admin yang berada tepat di depan pintu ruangan presdir. “Perhatian semuanya!” seru Pak Kelvin membuat beberapa staf menghentikan pekerjaan, lalu menatap lelaki itu penasaran. Namun, arah pandang mereka semua langsung tertuju pada seorang gadis mudah yang berpakaian rapi. “Ada apa, Pak Kelvin? Kita semua sedang kejar tayang untuk memperlihatkan kerja keras kita selama beberapa tahun ini pada calon presdir,” tanya seorang staf admin lelaki yang mengangkat tangannya sebelum berbicara. Sontak semua staf yang ada di sana langsung membenarkan ucapan temannya. Tentu mereka sedang tidak ingin diganggu dan fokus kerja sembari kuliah. Entah apa yang dipikirkan oleh Erina sehingga mampu membuat beberapa staf terlihat nyaman. “Halo, semuanya! Nama saya Erina, calon presdir baru kalian yang akan menggantikan posisi Pimpinan Hasbi," ucap Erina lantang diakhiri senyuman tipis. “Selamat datang, Presdir Erina,” balas semua staf secara serempak membuat Erina seketika menatap pengawal pribadinya yang terkenal dingin. Sebenarnya, ia tidak tahu akan diperkenalkan seperti ini mengingat segala yang telah dilakukan Pak Kelvin untuk tetap setia bukanlah hal yang mudah. Namun, untuk sementara ini Erina akan bersikap profesional ketika di dalam kantor. Tentu untuk meminimalisir gunjingan tidak baik pada dirinya. Bukannya Erina merasa tidak nyaman setelah berada di tempat ini, melainkan berada di sebuah perusahaan yang sudah lama sekali dirinya tinggalkan jelas berbeda. Dan Erina harus mempelajari semua itu dalam kurun waktu tiga hari. Karena rapat eksekutif pemegang saham telah diatur oleh Pak Kelvin, agar mempercepat pengangkatan Erina sebagai presiden direktur perusahaan Pingle Group. Setelah memperkenalkan diri pada semua staf, Erina pun memutuskan untuk kembali ke ruangan pada saat dirinya masih berada di perusahaan ini. Di sana terlihat ruangan dengan interior yang masih sama persis ketika dirinya tinggal. Seakan memang tidak ada yang pernah mendudukkan diri di ruangan ini. Bahkan orang tuanya sendiri. Erina yang baru saja duduk, lalu meletakkan tas lengannya di atas meja. Ia merasa sedikit aneh berada di tempat ini lagi. Karena sedari dulu Erina memang tidak pernah berharap apa pun tentang kepemilikan dari perusahaan Pingle Group. Ia hanya menginginkan hidup tenang tanpa gangguan siapa pun. "Pak Kelvin, apa ada agenda pekerjaan hari ini?" tanya Erina tanpa menatap lelaki paruh baya itu karena ia tengah sibuk melihat laci yang ada di meja satu per satu. "Untuk hari ini Nona bisa bersantai dengan mempelajari beberapa buku perusahaan," jawab Pak Kelvin dengan wajah serius. Erina mengangguk mengerti. "Baiklah. Kalau begitu, Pak Kelvin bisa keluar." Setelah membungkuk singkat, lelaki paruh baya yang berpakaian jas formal itu pun melenggang pergi dari sana dan meninggalkan Erina seorang diri. Gadis berpakaian kantor itu tampak membuka lembar per lembar dari buku tebal yang sudah tertata rapi di meja kerjanya. Sejenak Erina mulai merasa kalau hal ini sangatlah membosankan karena dirinya belum bisa melakukan apa pun, sedangkan untuk berkomunikasi dengan banyak orang itu sangatlah tidak mungkin. Karena semua karyawan di sini tampak masih baru semua dengan karyawan lama yang sudah habis kontrak. "Kak Alva kira-kira lagi ngapain, ya?" gumam Erina pada dirinya sendiri, lalu tersenyum geli sembari membuka ponselnya untuk menghubungi lelaki itu. Tanpa pikir panjang, gadis itu pun mulai menghubungi seseorang yang mungkin masih terlelap di tempat tidur. Sebab, semalam ia mengetahui kalau Alvaro tengah lembur mengingat besok ada peresmian dari real estate garapannya bersama Bang Dzaky. Namun, hal tersebut tidak bisa membuat Erina mengurungkan niatnya. Karena ia benar-benar hampir mati kebosanan di tempat ini sehingga membutuhkan teman untuk berbicara banyak hal dan mendiskusikan sesuatu. "Presir baru kayaknya nganggur banget sampai nelepon gue pagi-pagi gini," sindir seseorang dari seberang sana yang terdengar cukup serak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD