27. The Bund

1061 Words
Erina kembali tepat jam pulang tiba, hal itu membuat Alvaro bangkit dari tempat duduknya dan langsung menghadang tubuh Erina yang masih membelakangi dirinya. Persetan dengan itu semua, yang ia ingin hari ini adalah gadis itu tidak menjauhi dirinya tanpa alasan. Namun, Erina malah sama sekali tidak terkejut dengan kehadiran Alvaro yang berada di belakangnya, karena ia sudah merasakan saat kursi yang ada di samping sedikit bergoyang. Tentu saja tatapan mengintimidasi yang diberikan lelaki itu, membuat tubuhnya sedikit merinding. Erina menegakkan tubuhnya, tetapi masih membelakangi Alvaro. Ia sama sekali tidak berniat berbalik, meskipun kini sudah ter-blokir. Sebab, yang ada di hadapannya ini adalah tembok, selain meja berbentuk persegi panjang dengan sekat yang berdiri di tengah-tengah. “Kak, gue mau pulang,” ucap Erina datar. Kali ini ia menggunakan Bahasa Indonesia yang digunakan oleh anak-anak Jaksel. “Enggak. Gue bakalan minggir kalau lo bilang alasannya hari ini menjauh dari gue,” balas Alvaro tidak suka. Perlahan Erina membalikkan tubuhnya dan menatap wajah Alvaro datar, walaupun jantungnya berdetak dua kali lipat lebih cepat daripada biasanya. Entah kenapa aura lelaki itu sangat kuat dalam jarak sedekat ini. “Hari ini gue capek, Kak. Gue tahu pasti lo lelah, ‘kan?” “Erina, nie zhe me la.” Alvaro menatap wajah gadis itu sendu. Ia benar-benar merasa kalau Erina tengah menjauhi dirinya hari ini. (Kamu kenapa?) Erina tersenyum tipis dan menggeleng pelan, lalu tatapannya beralih pada pintu yang perlahan terbuka. Di sana terdapat beberapa rekan seruangannya yang masuk, sepertinya mereka akan segera pulang. “Apa kamu ingin pulang, Erina?” tanya Xiao Yu menatap Erina ramah. “Iya,” jawab Erina mengangguk singkat. Xiao Yu menatap Alvaro mengerut, lalu berkata, “Alva, apa kamu tidak berniat untuk pulang?” Alvaro tersenyum tipis dan mengangguk singkat, membuat Xiao Yu tersenyum tipis dan meraih tas selempangnya. Hari ini ia ingin pulang cepat. “Kalau begitu, aku duluan, ya,” pamit Xiao Yu sembari melompat-lompat kecil meninggalkan ruangan. Sepeninggalnya Xiao Yu yang memergoki mereka berdua, Erina pun berinisiatif untuk melenggang pergi. Namun, Alvaro malah mengikuti dirinya dari belakang. Hal itu membuat Erina sepanjang jalan ditatap sinis sekaligus sebal dengan beberapa karyawan dari divisi lain. Tentu saja Erina merasa sangat tidak nyaman, karena Alvaro terus berada di sisinya. Padahal ia sudah mempercepat langkah, tetapi langsung segera disusul oleh lelaki itu, membuat dirinya semakin tidak berkutik. Erina pun menghentikan langkahnya tepat di depan pintu lobi, lalu membalikkan tubuhnya menghadap lelaki yang masih setia menatap dirinya dari belakang. “Kak!” “Iya,” jawab Alvaro cepat. “Tolong jangan begini.” “Lo jelasin dulu, Na. Kenapa hari ini tiba-tiba jauhin gue?” Erina bungkam saat Alvaro kembali menanyakan hal itu. Sebenarnya, ia tidak membuat lelaki itu merasa kesulitan. Ia sudah mendengar semua keluh kesah lelaki itu tadi, dan ia juga tahu kalau selama ini Alvaro telah menelantarkan pekerjaannya sendiri demi menjadi karyawan biasa. Dan semua itu hanya untuk dirinya. “Erina,” panggil Alvaro hendak memegang bahu mungil tersebut, tetapi Erina langsung memundurkan langkahnya. “Ini kantor, Kak. Jangan buat gosip antara kita berdua,” elak Erina mengalihkan perhatiannya dari arah lain. Namun, Alvaro seakan tidak memerdulikan perkataan Erina, dan ia langsung membawa gadis itu ke arah tempat mobilnya di parkirkan. Di sana terlihat Zhou Yuan yang berdiri tepat di depan kap mobil sembari terus menatap lurus ke depan. Setelah itu, Alvaro langsung membuka pintu co-supir dan menyuruh gadis itu masuk, tetapi Erina seakan menulikan pendengarannya. Tidak habis akal, Alvaro langsung mendorong tubuh mungil gadis itu, walaupun sedikit memberontak. Akan tetapi, itu sama sekali tidak berefek bagi Alvaro yang tenaganya jauh lebih besar. Kemudian, Alvaro mengitari kap mobil dan menatap ke arah Zhou Yuan yang berdiri tepat di hadapannya. Ia mengisyaratkan agar asistennya itu kembali ke apartemen, karena masih ada yang harus ia kerjakan di sana. Tak lama kemudian, Alvaro masuk dan langsung menancapkan gas mobilnya membelah jalanan Kota Shanghai yang cukup padat. Walaupun tidak sepadat di Jakarta yang selalu macet. Di sini tidak akan ada kata macet, karena mayoritas penduduknya lebih menyukai kendaraan umum daripada pribadi. Kini keduanya telah sampai di sebuah danau yang cukup besar, terdapat banyak lampu warna-warni yang menghiasi sekelilingnya. Bahkan gedung-gedung pencakar langit yang biasanya bersinar terang mulai meredupkan cahaya. Sekarang, hanya ada sinar dari menara berbentuk bulat dengan ujungnya yang runcing. Bangunan itu disebut dengan The Bund. The Bund adalah sebuah kawasan perairan di tengah Shanghai. Kawasan tersebut terpusat di bagian Jalan Zhongshan di bekas Shanghai International Settlement, yang membentang di sepanjang tepi barat Sungai Huangpu di bagian timur Distrik Huangpu. Bisa dikatakan The Bund adalah tempat yang paling diminati oleh banyak orang di Shanghai, karena belum lengkap rasanya bagi para wisatawan pengunjung kota terpadat di China tanpa mengunjungi danau yang membelah sepanjang sekitar satu kilometer dengan deretan gedung pencakar langit bermandikan cahaya berbagai warna dan terlihat memakai ketika malam hari tiba. Bagi mereka yang menyukai seni arsitektur kuno, waktu paling tepat berkunjung ke The Bund adalah malam hari karena pada saat itulah kemegahan akan terlihat saat gedung tersebut bermandikan cahaya. Sebagai sebuah kawasan bisnis, The Bund dan Jalan Nanjing yang sepintas mirip suasana di Pasar Baru Jakarta, memang menawarkan banyak pilihan berbelanja barang-barang bermerek terkenal, serta melepaskan selera bagi yang gemar wisata kuliner. Dulunya, The Bund adalah daerah permukiman internasional ketika Shanghai dikuasai oleh kekuatan asing, yaitu dimulai dari akhir kekuasan Dinasti Qing (16-44-1911), sampai Perang Dunia Kedua ketika pasukan Jepang menyerbu dan menduduki sebagian wilayah China, lalu mengusir penghuni asing dari kawasan itu. Permukiman Internasional Shanghai merepresentasikan kekuatan Amerika Serikat dan Inggris di Shanghai yang dibangun untuk memastikan bahwa kepentingan perdagangan kedua negara, seperti yang tertuang dalam Perjanjian Nanking (1842) antara China dan Inggris. Selanjutnya, terdapat perjanjian dengan negara asing lain, seperti Prancis, Rusia, Portugal, dan Jepang. Itulah sebabnya arsitektur bangunan di sepanjang dermaga di pusat kota mengikuti gaya negara barat yang mempunyai pejanjian dagang di China. Karena arsitektur bangunan tersebut berbaur dengan arsitektur asli Cina. Di sana terdapat sekitar 50 gedung dengan berbagai gaya, mulai dari Art Deco, Boroque, Beaux-Art, Neo-Klasik, sampai Renaissance, sehingga membuat Shanghai dinobatkan sebagai kota dengan koleksi Art Deco paling besar dan terkaya di dunia. Karena alasan pelestarian peninggalan sejarah di sepanjang The Bund, diterapkan pembatasan pembangunan di kawasan tersebut karena dikhawatirkan bisa merusak keindahan arsitektur kuno. Dengan demikian, kemegahan dan keindahan deretan bangunan kuno dari berbagai negara barat akan terus terjaga seperti pada masa jayanya. “Lo suka sejarah ya, Kak?” 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD