85. Dasar Sikopat!

1056 Words
Tidak ada yang menduga kalau Erina benar-benar bisa keluar dari villa tersebut. Meskipun ada beberapa kendala yang sempat ia alami ketika hendak keluar, seperti macetnya pintuk akses dan tiba-tiba mobil dikendarainya itu mati secara mendadak. Akan tetapi, hal tersebut sama sekali tidak membuat gadis yang sudah berganti pakaian ala bodyguard mengurungkan niatnya. Jelas ia ingin sekali keluar sehingga tidak peduli apa pun yang terjadi nanti, Erina harus tetap keluar. Bagaimanapun caranya. Namun, usaha jelas tidak akan mengkhianati hasil. Ternyata Erina benar-benar sudah bisa kembali ke apartemennya. Ia mengendarai mobil tersebut hingga ke parkiran salah satu mal terkenal. Tentu saja ia memarkirkan di sana hanya agar tidak ada yang bisa melacaknya pergi, terlebih Erina sudah tahu kalau selama ini Romi dibantu oleh Boys. Sehingga tidak menutup kemungkinan kalau mereka berdua akan segera menemukan dirinya beserta alamat apartemen yang selama ini menjadi tempat persembunyian Erina dengan nyaman. Walaupun beberapa kali dikunjungi oleh Alvaro, tetapi lelaki itu pasti tidak akan membongkar tempat tinggal barunya. Kini Erina tengah menaiki salah satu bus menuju apartemennya yang berada tidak jauh dari penerbitan. Meskipun di dalam hati ia harus segera pindah karena tempat kerja barunya lumayan jauh sehingga Erina mau tak mau harus mendekati, atau bila perlu ia menumpang saja pada Alvaro. Namun, rasanya itu tidak akan mungkin, sebab Alvaro pasti akan berbuat macam-macam pada dirinya. Demi menjaga kesejahteraan hidup selama di sini, Erina jelas harus tetap melindungi dirinya sendiri. Karena awalan yang baik harus berakhir dengan baik pula. Itu adalah salah satu motto hidup Erina Zakiyah, tepat saat dirinya memutuskan untuk berganti identitas baru. Tak lama kemudian, gadis itu pun menghentikan bus di salah satu halte dekat apartemennya.  Ia menatap sekeliling dengan waspada, takut ada seseorang yang mengawasi atau mengamati semua pergerakannya. Setelah dirasa tidak ada, Erina pun melenggang pergi dengan cepat dari sana. Bahkan ia setengah berlari untuk segera masuk ke dalam bangunan tinggi tersebut. Kemudian, tatapannya terpaku pada seorang gadis dengan lelaki yang tampak familier berdiri di sudut lobi. “Lusi?” panggil Erina ragu. Perlahan gadis yang dipanggil itu pun menoleh, membuat Erina melebarkan matanya. Tentu saja ia terkejut melihat Lusi benar-benar ada di sini. “Kenapa kau ada di sini? Lalu, ini Han Shou?” tanya Erina benar-benar terkejut, lalu menoleh ke arah samping gadis itu. “Ssst, Erina! Kau jangan berisik. Ayo, ajak aku masuk ke dalam,” bisik Lusi menatap sekitar dengan waspada. Ia takut kalau ada salah satu wartawan atau penduduk apartemen yang memergoki mereka berdua. “Astaga, kalian ini nekat sekali!” gumam Erina tidak percaya, kemudian menggandeng jemari Lusi untuk memasuki sebuah elevator khusus penghuni apartemen. Tentu saja dengan kartu akses yang dimiliki oleh Erina. Sejenak mereka bertiga menghela napas panjang. Tentu dengan seorang lelaki yang menutup wajahnya sangat rapat langsung membuka tanpa aba-aba membuat Erina hanya menggeleng tidak percaya melihat sepasang kekasih aneh yang nyatanya adalah temannya sendiri. “Erina, ke mana saja kau? Aku sudah berdiam di sini lama sekali, tapi kau tidak kunjung kelihatan,” sungut Lusi menatap Erina kesal. “Aku tidak tahu kalau kau kemari. Siapa suruh kau tidak mengatakannya dulu padaku,” balas Erina sekenanya. Ia memang benar-benar tidak tahu kalau mereka berdua akan mengunjunginya. “Tadinya aku ingin mengatakan pagi ini, tapi Bos Wang mendadak sibuk mendengar kau sudah hengkang dari redaksi. Jadi, untuk sementara waktu aku harus menggantikan semua pekerjaanmu,” celoteh Lusi berusaha menjelaskan apa yang terjadi hari ini. “Lalu, apa kau sudah beradaptasi dengan semua pekerjaanku?” tanya Erina penasaran. “Tentu saja belum. Apa kau kira aku adalah kau yang mudah sekali memahami sesuatu. Makanya, aku datang ke sini untuk meminta semua data yang kau punya. Untuk aku pelajari,” jawab Lusi menghela napas panjang. Sejujurnya menjadi editor fiksi itu benar-benar harus teliti apalagi mendalami sebuah peran yang nyatanya hanyalah fiksi. Akan tetapi, hal tersebut memang sedikit menghibur daripada monoton layaknya sebuah berita yang terbit dari koran. Tak lama kemudian, elevator itu pun berhenti tepat di lantai tempat tanggal Erina. Membuat ketiganya langsung menegakkan tubuh, terutama Han Shuo langsung memakai topi dan maskernya lagi. Akan tetapi, Erina yang melihat hal tersebut langsung menggeleng pelan. “Han Shuo, kau tidak perlu memakai itu lagi. Di sini hanya aku yang pulang paling cepat, sedangkan lainnya rata-rata pengurus kamar yang sudah paruh baya. Jadi, mereka jarang ada yang mengenalimu,” celetuk Erina merasa sedikit kasihan melihat pacarnya Lusi selalu saja ribet menghadapi situasi. “Benarkah itu, Nana?” sahut Lusi sedikit tidak percaya. “Tentu. Kalau tidak percaya, aku bisa membuktikannya padamu,” balas Erina sedikit menantang. Merasa sangat penasaran dengan lingkungan apartemen di sini, Lusi pun mengikuti langkah Erina dari belakang sembari sesekali menatap ke arah lelaki pujaan hatinya sembari meringis pelan. Ini memang sedikit mengacu adrenalin. Langkah Erina pun terhenti membuat kedua langsung menatap penasaran ke arah depan yang ternyata ada seorang wanita paruh bayah tengah membuang sampah. Ia terlihat lelah sekali dengan peluh membanjiri kening rentanya. “Ni hao, A yi!” sapa Erina tersenyum senang. Wanita paruh baya itu pun menoleh. “Yo, Erina! Kau sudah pulang?” “Iya, A yi. Aku baru saja dipecat dan melamar pekerjaan lain, jadi aku pulang lebih awal daripada biasanya,” jawab Erina tersenyum lesu. Sebenarnya, tidak lesu sama sekali karena Erina jelas sudah mempunyai pekerjaan yang lebih laya. Sehingga keluar dari redaksi tidak terlalu buruk. Atau mungkin ini adalah sebuah keberuntungan baginya. Sudah keluar dari redaksi, lalu diterima menjadi karyawan di perusahaan besar. Ini bagaikan sebuah keberuntungan dalam kesengsaraan. Akan tetapi, Erina tidak ingin senang dulu karena dirinya belum tentu benar-benar akan menjadi karyawan tetap di sana. Mengingat perkataan Alvaro tadi, kalau dirinya diterima berkat kemampuan bukan jalur orang dalam. Hanya saja yang merekomendasikan pekerjaan kepada gadis itu adalah Alvaro. Namun, untuk menjadi bagian dari mereka tentu Erina harus berjuang dari awal. Karena untuk mengingat perjuangan itu harus benar-benar jatuh terlebih dahulu. Sebelum pada akhirnya ia merasakan kepuasan yang luar biasa. Sebab, Erina juga belum tentu bisa masuk dengan mudah di sangat. Persaingan antar perusahaan dengan redaksi jelas berbeda. Ketika dirinya di redaksi hanya mengandalkan kemampuan, lain halnya menetap di perusahaan besar tersebut. Jelas Erina harus mengedepankan kreativitasnya daripada kemampuan dalam mengolah cerita, dan menilai baik buruknya suatu permasalahan. “Aiyo, lelaki ini siapa Erina?” tanya wanita paruh baya tersebut ketika melihat Han Shuo yang tersenyum ramah. “Ah, ini pacar temanku, A yi,” jawab Erina mengenalkan Han Shuo.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD