10. Rencana Kabur

1290 Words
Ibra mengecek jam tangan di pergelangan tangan kanannya, hampir menunjukan waktu makan siang. Pria itu melirik perempuan yang duduk di bilik sampingnya. Salwa sedang merapikan meja kerjanya ketika Ibra mendekatkan kursinya ke arah kursi Salwa. "Kamu makan siang dimana, Wa? Makan siang bareng yuk?" tawar Ibra tersenyum cerah pada Salwa. "Pengen makan nasi padang sih, Mas," gumam Salwa mengalihkan perhatiannya ke arah Ibra. "Kita makan warung padang yang dekat Bank Syariah aja gimana?" usulnya kemudian. "Wah, boleh tuh, Wa," jawab Ibra menyetujui usul Salwa. Salwa melirik bilik kerja Rina, kemudian berseru pelan. "Mbak Rina mau makan dimana? Ikut aku sama Mas Ibra ke warung nasi padang yuk?" "Gua ikut dong, Wa," celetuk Haris yang baru keluar dari dalam ruangan Pak Kenzo. "Nggak ada yang ngajak lo ya," jawab Rina ketus seraya berdiri menghampiri Salwa. "Sumpah ya lord, gua tuh salah apa sih, Rin? Sampai lo gunain nada ketus lo buat gue," keluh Haris mulai ngedrama. "Heran dah gua. Lo kayak punya dendam kesumat gitu sama gua." "Salah lo tuh banyak!" sembur Rina. "Kalau lo mau tahu, lo tanya aja sama Tuhan sono! Biar lo tahu seberapa banyak dosa-dosa lo, terutama sama cewek-cewek. Dasar playboy cap kucing," omelnya kemudian. "Eh, Busyet! Lo denger kagak, Ris? apa yang mbak Rina bilang barusan," ledek Ibra. "Coba sono lo menghadap yang Kuasa, buat nanya sebenarnya dosa lo itu apa sampai Mbak Rina anti banget sama lo," kelakarnya menggoda Haris yang disambut tawa oleh Salwa dan Mas Ilham. "Bang…." "Aish, nggak boleh ngomong kasar, Mas Haris," potong Ibra semakin menggoda Haris. Pria itu tertawa cekikikan melihat raut kesal rekan kerjanya itu. "Bodo amat, bangke lo, b*a," maki Haris kesal. "Sahabat macam apa lo ngedoain gua mati?" cibirnya kemudian. Ibra melotot kesal ke arah Haris. "Sekali lagi lo panggil gua 'b*a', gua aduin lo ke Nada tentang kejadian minggu kemarin," ancamnya tersenyum miring. "Yaelah, lo mainnya ngancam mulu nih, Ib, dasar anak emak lo. Tukang ngadu," keluh Haris setengah mengomel. " Ini kita jadi makan siang nggak sih? Ayo kita berangkat bertiga aja! Keburu laper nih gua." Rina menyela karena perdebatan Ibra sama Haris yang tak kunjung selesai. Perempuan itu melirik Salwa dan juga Ilham. "Tunggu! Kalian mau makan siang dimana?" tanya Kenzo yang baru saja keluar dari ruang kerjanya. Semua orang diam seketika, saling melirik satu sama lainnya. "Makan siang di warung nasi padang dekat Bank Syariah, Pak." Salwa memutuskan untuk menjawab pertanyaan atasannya karena yang lain diam. "Bapak mau bergabung dengan kami?" Semua orang langsung menatap Salwa begitu pertanyaan itu keluar dari bibir mungil Salwa. "Oke kalau kamu memaksa. Saya ikut kalian. Saya yang traktir," ujar Kenzo dengan wajah datarnya. "Alhamdulillah, terselamatkan deh uang saya, Pak. Bapak sering-sering aja makan siang bareng kami kalau begitu," kelakar Haris yang disambut tawa Rina dan Ilham. Tapi tidak untuk Ibra. Dia sekarang sibuk menggerutu dalam hati. "Aduh, kenapa sih Salwa mesti sebaik ini? Kenapa dia nawarin Bos kamvret itu makan siang bareng? Bukannya makan dengan tenang, malah nahan kesal karena ngelihat tampangnya yang sedatar papan cucian baju," omel Ibra dalam hati. Mereka berjalan santai menuju lift. "Laian 'kan sebenarnya rencana awal tadi gue cuma mau makan siang berdua sama Salwa. Kenapa jadi rame-rame begini?" Ira masih terus mengomle dalam hati walaupun sudah berada di dalam lift. "Kamu kenapa, b*a? Kamu keberatan saya ikut gabung makan siang sama kalian?" tanya Kenzo yang menyadari raut tak suka dari Ibra. 'Buset deh, harus banget manggil gue, b*a. Dia kata gue ini 'b*a' yang di jual di Tanah Abang. Kalau bukan atasan gue, udah gue tampol tuh mulut," gerutu Ibra dalam hati. "Kamu dengar saya nggak? Kenapa malah bengong?" tanya Kenzo lagi karena Ibra hanya diam saja. Ibra semakin mendengkus kesal saat menyadari dirinya hanyalah seorang kacung dan ucapan sumpah serapahnya barusan hanya berani dia ucapkan di dalam fikiran. Ibra masih cukup waras untuk tidak mengatakannya di depan atasannya langsung. Yang ada nanti dia di aksih SP karena berkata kasar dan tidak sopan pada atasan. "Saya nggak keberatan kok, Pak," jawab Ibra datar tanpa berniat menghadap sang lawan bicara. "Yang berat itu dosa Haris, Pak," celetuk Rina tertawa mengejek. "Astagfirullah, Mbak Rina! Gua udah diam juga. Masih aja salah," gerutu Haris menampilkan wajah melasnya. "Lo itu selalu salah di mata gue. Nafas pun salah," omel Rina melangkah keluar lift karena memang sudah sampai di lobby kantor. "s**l," maki Haris pelan. Warung Padang yang mereka tuju letaknya tak begitu jauh dari kantor sehingga mereka hanya berjalan kaki sebentar dan sampailah di 'Warung Padang Uda Ical'. Tempat makan itu lumayan ramai. Mereka semua mengedarkan pandangan mencari tempat duduk yang longgar sehingga muat untuk mereka ber-enam. "Kayaknya duduk kepisah deh, nggak ada tempat yang longgar," ucap Ilham. "Ya udah, aku sama Wawa duduk pisah aja." Ibra menggenggam jemari Salwa dan menariknya ke sebuah meja di pojok ruangan. "Ayo Pak Kenzo, kita duduk disana." Rina menginterupsi pandangan Kenzo yang menatap Ibra dan Salwa. Kenzo berjalan ke arah meja yang ditunjuk Rina. Sudah hampir 1 bulan ia bekerja di kantor cabang Jakarta setelah sebelumnya pindah ke kantor cabang Surabaya 3 tahun yang lalu. Kenzo mencoba untuk memulai hidup barunya, ah, tidak, Kenzo hanya mencoba kembali meneruskan hidupnya setelah terbiasa dengan yang namanya ditinggalkan. Ia berusaha melupakan Kezia dengan bekerja, bekerja dan bekerja. Hampir selama 2 minggu ke belakang, orangtuanya keukeh menjodohkan dirinya dengan anak teman bisnis mereka. Sehingga Kenzo selalu mencari cara untuk menggagalkan usaha orangtuanya. Mulai dari alasan sibuk meeting, dinas ke luar kota dan juga hal hal lainnya. Siang ini seharusnya ia pergi ke acara kencan buta dengan salah satu anak rekan bisnis ayahnya, namun lagi lagi ia menggunakan alasan sibuk. Ia memilih untuk keluar makan siang dengan bawahannya sehingga nanti saat ada orang yang mencarinya, dia tidak ditemukan di kantor. "Ehmm, ehms." Haris berdehem menyadari pandangan atasannya yang sedari tadi hanya melamun. Kenzo mendongak mendengar deheman seseorang yang duduk di depannya. "Kenapa?" tanyanya kemudian. "Sejak Pak Kenzo gabung ke perusahaan, baru pertama kali ini bapak mau ikut makan siang dengan kami." Haris memulai pembicaraan karena hening di antara mereka bertiga. "Iya juga ya." Rina juga sependapat. "Bahkan dulu bapak menolak acara penyambutan selamat datang," imbuhnya kemudian. Kenzo berdeham. "Anggap saja, hari ini sebagai ganti acara penyambutan," jawabnya singkat. Ia menoleh ke sekitar, tatapan matanya menangkap keakraban Salwa dan juga Ibra yang sedang duduk berdua. "Mereka pacaran?" tanya Kenzo mengalihkan topik pembicaraan. Haris dan juga Rina menoleh sekilas ke arah Salwa dan juga Ibra. Mereka cukup terkejut karena tiba-tiba Kenzo membahas tentang kedekatan Ibra dan juga Salwa. "Mereka berdua kenal dari pas wawancara kerja sampai akhirnya diterima, Pak. Makanya mereka kelihatan akrab banget," jawab Haris. "Baguslah," gumam Kenzo pelan. Ucapan yang ia sendiri lakukan tanpa sadar. Haris dan juga Rina terdiam saat mendengar gumamman Kenzo barusan. "Ehmm, maksud saya hubungan antara sesama karyawan bukankah tidak diperbolehkan karena berpeluang menimbulkan ketidak profesional dalam bekerja." Kenzo buru buru mengkoreksi ucapannya. Ia tak ada maksud untuk membuat kedua bawahannya bingung dan menduga hal hal yang tidak tidak. Rina dan yang lain mengangguk mengerti. Kenzo diam-diam menghela nafasanya lega. "Mereka beneran nggak pacaran kok, Pak. Mungkin orang yang melihat kedekatan mereka akan berspekulasi bahwa mereka berdua sepasang kekasih. Apalagi orang awam seperti Bapak yang baru masuk ke kantor pusat. Tapi kenyataannya mereka hanya berteman atau mungkin lebih mengarah ke kakak adik," jelas Rina panjang lebar. Tidak ingin Pak Kenzo salah paham dengan rekan kerjanya, sehingga ia memperjelas hubungan Salwa dan juga Ibra. "Lagi pula Salwa tidak menganut gaya pacaran, Pak. Dia akan langsung menikah begitu dirasa bertemu dengan orang yang cocok dan meminta ta'aruf," imbuh Haris yang di setujui oleh Rina. "Oh." Kenzo hanya mengangguk. Tak ingin meneruskan pembicaraan tersebut karena sejak awal, topik tersebut hanya sebagai pengalihan supaya Haris dan Rina tidak bertanya lebih lanjut mengenai tujuan utamanya ingin makan siang bersama para bawahannya.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD