HATI YANG TERSAKITI

1274 Words
Suasana makan yang seharusnya tenang seperti biasanya, kali ini diwarnai dengan pertengkaran yang berujung Dewa menamparnya. Dewa yang merasa kesal memilih masuk ke dalam kamarnya. “Argh. Kenapa juga aku bisa ceroboh seperti itu sih!” gerutunya. “Kalau Arsyana curiga bagaimana?” “Aku harus bilang apa?” Dewa menatap telapak tangannya. “Aku sudah menamparnya.” Dewa menjambak rambut kepalanya karena tidak menyangka sudah menampar Arsyana yang sangat Dewa cintai. Dewa mencoba mencari bukti yang lainnya dan akhirnya ketemu di dalam dompetnya yang tidak Arsyana ketahui. Setelahnya Dewa merobek bukti itu dan membuangnya ke tempat sampah. Dewa tidak mau perselingkuhannya dengan Dwi akan terendus oleh Arsyana, karena Dewa juga tidak mau meninggalkan Arsyana hanya demi Dwi. Bagaimanapun juga, dilihat dari segi apapun wajah Arsyana masih sangat jauh lebih cantik dari Dwi. Dewa cuma mencari kepuasan yang berbeda dengan cara berselingkuh karena dia merasa jenuh menjalin pernikahan dengan Arsyana. Sudah satu tahun mereka menikah, tapi nyatanya Arsyana belum kunjung hamil sampai sekarang. Hal itu membuat Dewa menjadi stres karena mamanya selalu bertanya soal anak kepadanya. Ceklek. Pandangan Dewa teralihkan ke arah Arsyana yang baru saja masuk ke dalam kamar. Arsyana diam seribu bahasa lalu berjalan ke arah kotak P3K untuk mengobati sudut bibirnya yang terluka. Hati Arsyana sangat sakit sekali. Laki-laki yang menjadi suaminya hari ini tega menamparnya sangat keras sekali. “Arsyana.” Dewa mencoba memanggilnya tapi Arsyana tidak peduli. Arsyana memilih fokus di depan cermin untuk mengobati lukanya. “Arsyana. Maafin, Mas,” ucap Dewa. Sekali lagi Arsyana tidak mempedulikannya. “Arsyana!” bentak Dewa. Walau sudah dibentak sekalipun Arsyana tetap bungkam. Dewa yang mudah tersulut emosi lalu membalik kasar tubuhnya untuk menghadapnya. “Mas memanggilmu kenapa kamu pura-pura budeg hah!” seru Dewa. Arsyana menatap dalam dan diam ke arah Dewa yang sedang marah-marah lagi. “Ada apa?” tanyanya lirih. “Argh, sudahlah.” “Hari ini kamu menyebalkan sekali!” kata Dewa. Setelah mengatakan itu Dewa pergi dari rumah untuk ke rumah Dwi. Arsyana yang melihat hanya membiarkan saja, karena dia pikir Dewa akan pergi sebentar. Tidak tahunya sampai tengah malam dia tidak kunjung pulang ke rumah. Walau sedang marahan Arsyana tetap menunggunya dan yang ditunggu justru sedang bermesraan dengan Dwi di dalam kamar. “Jika Mas Dewa nggak pulang istrinya apa nggak nyariin?” ucap Dwi yang sedang tidur beralaskan lengan Dewa. “Mas sedang marah sama dia. Hari ini Arsyana sangat memuakkan sekali,” jawab Dewa. “Kalau Dwi dengan senang hati Mas tidur di sini malam ini.” “Dwi akan memuaskan Mas Dewa sampai lemas,” ucapnya sambil duduk di atas burung milik Dewa. Dewa tersenyum. “Mas akan meminumnya supaya bisa memuaskanmu,” ucapnya. Dwi mengerti apa yang Dewa maksud. Dewa langsung meminum obat kuat sebelum melakukan itu lagi bersama Dwi. Dewa menyulam kenikmatan bersama Dwi, sedangkan Arsyana menunggu kepulangannya dengan cemas bahkan sampai ketiduran di sofa ruang tamu rumahnya. Keesokan paginya Arsyana terbangun karena alarm di ponselnya yang sudah menunjukkan pukul setengah lima subuh. Arsyana bangun lalu sholat. Selesai sholat Arsyana mencari Dewa yang ternyata tidak pulang semalaman. “Di mana mas Dewa?” gumam Arsyana. “Semalam dia tidur di mana? Apakah di rumah orang tuanya,” ujarnya lagi. Arsyana yang tidak mau terlalu pusing memikirkan Dewa lalu bersiap-siap mandi untuk berangkat bekerja. Baru saja dia keluar kamar mandi Dewa ternyata sudah pulang. “Mas.” Arsyana berjalan mendekatinya. Dewa hanya meliriknya saja tanpa menyahut ucapannya. “Mas Dewa!” Arsyana berdiri di depannya. “Semalam Mas Dewa tidur di mana?” tanya Arsyana. Arsyana mencium aroma parfum yang sama dengan parfum yang ada di kemeja kerjanya Dewa yang kemarin sore. “Mas dewa ketemuan dengan perempuan itu lagi ya!” ucap Arsyana. “Apa maksud ucapanmu, Arsyana!” sanggah Dewa yang tidak mau dituduh. “Parfum ini? Aroma ini sama persis dengan yang ada di kemeja kerjanya Mas Dewa.” “Stop, Arsyana. Mas lelah tidak mau berdebat atau bertengkar denganmu lagi,” kata Dewa. “Kenapa Mas Dewa jadi berubah?” tanya sedih dari Arsyana. “Mas nggak berubah Arsyana. Kamu yang berubah. Kamu menuduh seenaknya sendiri,” jawab Dewa. “Kalau Mas Dewa tidak berselingkuh di belakang Arsyana, sekarang jawab semalam Mas Dewa tidur di mana?” “Mas tidur di ruang kerja Mas, puas kamu!” bohong Dewa. “Sudah minggir, Mas mau mandi,” Dewa berlalu pergi masuk ke dalam kamar mandi. Arsyana sangat sedih dan hatinya begitu perih sekali karena sang suami terlihat seperti menyembunyikan sesuatu darinya. Ketika Dewa sudah selesai mandi Arsyana bicara kepadanya. “Mas. Hari ini Arsyana ada kerjaan di luar kota bersama tuan Pendi.” “Oh. Jadi kamu mau terang-terangan selingkuh dengannya bahkan izin dulu dengan Mas?” tuduhan tidak beralasan lagi dari Dewa. “Mas, stop!” “Tuan Pendi sudah punya istri dan anak. Dia sudah berkeluarga dan tidak ada di dalam kamus Arsyana untuk berselingkuh!” tegas Arsyana. “Halah. Yang namanya laki-laki bersama dengan wanita cantik setiap hari ya mana tahan,” sindir Dewa. “Mungkin itu berlaku untuk Mas Dewa yang tidak tahan dengan sekretaris Mas Dewa yang kalau pakai baju kurang bahan. Siapa itu namanya, Dwi. Iya, dia sudah seperti pelacur.” Ujar Arsyana. Plak! Tiba-tiba Dewa menamparnya tanpa Arsyana duga. Arsyana sangat terkejut sekali. “Kenapa Mas Dewa menampar Arsyana?” tatapnya sendu. “Bukankah Dwi sudah seperti p*****r yang kurang belaian.” Plak! Sekali lagi Dewa menampar Arsyana hanya karena Dwi. “Jangan samakan Dwi dengan p*****r atau dirimu!” marah Dewa. “Bahkan Dwi jauh lebih baik darimu, Arsyana!” marah Dewa membuat hati Arsyana sangat sakit teriris bagai butiran kecil. “Mas Dewa lebih membela Dwi dibandingkan Arsyana istri Mas sendiri?” Arsyana tidak percaya dengan apa yang dia dengar. “Mas membandingkan Arsyana dengan Dwi?” “Bahkan dari segi wajah saja Arsyana jauh lebih cantik darinya. Mata Mas Dewa buta ya!” bentak Arsyana. Dugh! Kali ini Dewa tidak menampar Arsyana, melainkan meninju bibirnya sampai robek dan berdarah. Arsyana bahkan sampai tersungkur ke lantai karena tinjuan dari Dewa. Dewa yang terkejut langsung mencoba membantunya berdiri tapi ditolak oleh Arsyana. “Arsyana. Maaf Mas tidak sengaja.” Arsyana menepisnya. “Arsyana mau kita cerai. Arsyana sudah tidak sanggup hidup dengan laki-laki yang suka main tangan.” Tatap tajam dari Arsyana. “Nggak. Mas nggak mau bercerai darimu,” tolak Dewa. “Terserah, pokoknya Arsyana mau cerai!” ucap Arsyana lalu masuk ke dalam kamar mandi. “Aaaarrrrggghhhh!” teriak frustasi dari Dewa karena dia tidak sadar bisa sekasar itu kepada Arsyana ketika dia mengatakan Dwi sebagai p*****r. Arsyana yang baru membuka pintu kamar mandi sudah ditunggu oleh Dewa. “Arsyana.” Panggilnya lagi mencoba mendekatinya dan meminta maaf. Arsyana tidak peduli, dia masuk ke dalam ruang walk-in closet untuk memasukkan beberapa pakaiannya ke dalam koper miliknya. “Arsyana apa yang ingin kamu lakukan?” tanya Dewa. “Arsyana akan pergi dari rumah ini dan sampai ketemu di pengadilan agama,” kata Arsyana. “Nggak, Arsyana.” “Maafin, Mas. Mas janji tidak akan mengulanginya lagi.” Ucapnya memohon. Belum sempat Arsyana menjawab tiba-tiba ponsel Dewa berbunyi. Dengan sekali gerakan Arsyana mengambilnya dan meng-loudspeakernya. “Arsyana. Jangan kurang ajar! Kembalikan ponsel Mas!” ucap marah dari Dewa. “Halo, Sayang. Terimakasih semalam sudah puasin Dwi. Nanti malam lagi ya.” Ternyata yang menelpon adalah Dwi. Arsyana menatap dalam, tajam dan marah kepada Dewa. Setelahnya dia membanting ponsel Dewa ke lantai sampai hancur berkeping-keping. Mata Dewa melotot melihat ponselnya hancur. “Arsyana!” bentak Dewa. Dewa yang kesetanan langsung mendorong Arsyana ke atas ranjang dan menindihnya lalu memukulnya dengan membabi buta sampai wajahnya penuh lebam hingga akhirnya Arsyana pingsan. Bersambung ….
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD