Bolehkah merindu?

1318 Words
"Melihatnya memalingkan wajahnya dariku, seakan duniaku berhenti berputar" *** Sinar matahari yang masuk lewat celah-celah jendela kamarnya membuat pemuda jangkung itu perlahan membuka matanya. Ia mengerang kecil sembari bangkit dari tempat tidurnya lalu mengucek matanya pelan. Tangannya terlihat meraih gelas berisi air putih pada nakas lalu ia menenggaknya habis. Matanya melirik jam dinding yang tertera jam 08.00 disana, ia terlihat mendesah pelan lalu melesat masuk ke kamar mandi. Pemuda berambut tebal itu terlihat semakin tampan dengan jakun yang menonjol pada bagian lehernya. Hidung mancung lancipnya seakan menegaskan betapa indahnya ciptaan Allah itu. Ia menggerutu saat mendengar ketukan keras pada pintu kamarnya, ia sudah hafal siapa pemilik suara berisik itu. Yap, dialah Yena. Anak sahabat papanya yang kini selalu mengekori dirinya kemanapun ia pergi. Gadis mungil itu seperti anak itik yang selalu mengikuti induknya, pemuda bernama Alvaro Perwira Yuda itu telah kembali dari Jepang. Setelah beberapa tahun ia menghilang, pemuda itu kembali dengan seorang gadis yang notabennya sangat menyukainya. Walau Alvaro sudah menolaknya berkali-kali, namun perempuan itu tetap gigih menjadikan Alvaro tahanannya. Pemuda itu melangkah keluar dari kamar mandi sembari menatap pantulannya pada cermin. Ia menghela kasar sembari mengusap rambut basahnya dengan handuk. Dengan sigap ia berpakaian rapi dengan kaos dan juga jaket abu-abunya sembari membuka pintu. "Lo ngapain aja sih di dalam? Gue capek tahu gak nungguin lo," Alvaro mendelik kecil sembari mendorong pelan tubuh gadis itu agar menjauh dari pintu. "Gue lagi mandi," ujarnya sembari meraih daun pintu dan menutupnya rapat. "Lagian lo ngapain ke rumah gue pagi-pagi gini? Ganggu orang tidur aja," gerutunya sembari menuruni tangga, "Lo baru mandi? Pantesan wangi," ujarnya sembari tersenyum lebar. "Antarin gue ke kampus, terus kita jalan-jalan. Itung-itung kencan pertama di Indonesia," Alvaro memutar matanya jengah sembari menggeleng heran. "Gak usah ngaco," Yena mencebikan bibirnya pelan sembari masih mengekori pemuda jangkung itu. "Ayo dong Al, masa ngantar ke kampus aja lo gak mau?" Rengeknya sembari mengekori Alvaro yang mengambil roti pada kulkas untuk sarapannya. "Gue baru pulang dari Jepang lo Na, gue masih capek." Katanya lelah, tangannya terlihat mengambil selai lalu meratakan pada roti miliknya. "Gue telepon papa yah," ancamnya sembari mengeluarkan ponselnya, "Iya, iya gue antar. Gak usah ngadu elah." Kesalnya lalu menggigit kasar rotinya. Kalau Yena sudah bicara mengenai papanya, pemuda itu pasti akan luluh seketika. Karena Om Farhan, papanya Yena sudah mau berbaik hati mengurusnya sewaktu dirinya di Jepang. Disana dia tinggal bersama dengan keluarga Yena, walau beberapa bulan kemudian ia memilih tinggal sendiri. Karena dia tidak ingin tinggal satu atap dengan perempuan lain, dia masih ingin menjaga hati wanitanya. Keduanya pun melesat ke kampus dengan motor besar milik Alvaro, sampai di sanapun gadis mungil itu tidak mengikuti kelas malah mengajak Alvaro pergi ke supermarket untuk membeli makanan ringan. Alvaro awalnya menolak, namun karena lelah mendengar rengekan gadis itu Alvaro akhirnya menurut begitu saja. Begitu setiap harinya, Alvaro selalu menjadi pengawal setianya Yena. Walau terpaksa tapi ia harus melakukannya, sebagai balas budi atas kebaikan keluarga Yena. Seperti siang ini Yena memintanya untuk mengantar ia jalan-jalan entah kemana, Alvaro sebenarnya ingin menemui sahabat lamanya namun gadis itu malah membujuknya untuk ikut bersamanya. Seperti biasa, Alvaro nurut. Ditengah jalan mereka kehujanan membuat pemuda jangkung itu menepikan motornya di depan halte. Yena menggerutu kecil sembari menepis sisa-sisa air hujan yang menempel pada bajunya. Alvaro ikut turun sembari mengusap rambutnya yang basah. "Gue kan tadi bilang bawa mobil aja, kenapa lo malah bawa motor. Kita kan jadi basah kuyup gini," cerocos Yuna sembari mendongak kecil padanya. Alvaro hanya diam tak ingin menggubris karena ia malas untuk melakukannya, ia tadi sekilas melirik seseorang tengah berteduh juga bersama keduanya. Pemuda jangkung itu terlihat merogoh ponselnya sembari merunduk pada benda kecil itu. Yuna bergerak kecil sembari mengobrol kecil dengan seseorang di sebelahnya. Entahlah, Alvaro tidak mau ambil pusing. Lagipula ia kesini bukan untuk melihat mereka mengobrol. "Kenalin nama gue Yena," terdengar menggelikan di telinga Alvaro, "Azura." Alvaro terlihat mengerjap cepat sembari menjatuhkan pandangannya pada gadis berkerudung yang kini tersenyum canggung kearah Yena. Pemuda jangkung itu menganga kecil sembari menatap lekat gadis itu, gadis yang selama ini ia rindukan. "Oh iya, ini kenalin pacar gue, eh calon pacar maksudnya, namanya Alvaro." Gadis berkerudung itu mendongak kecil sembari menatap Alvaro kaget, keduanya sama-sama terdiam dengan perasaan aneh. Alvaro sendiri sama sekali tak memalingkan wajahnya dari Azura membuat Yena memicing kearah keduanya. "Kalian saling kenal?" "Gak," jawaban ketus dari Azura membuat hati Alvaro mencolos begitu saja. Bagaimana bisa Alvaro berharap untuk bisa kembali seperti dulu setelah ia menghilang tanpa kabar. "Gue pergi dulu yah," pamit Azura membuat Alvaro menggigit ujung bibirnya, "Masih hujan lho, emang berani terobos?" Azura menoleh kecil sembari melirik pemuda jangkung yang masih menatapnya. "Gue kepanasan berdiri disini," balas Azura sembari melangkah pergi menerobos derasnya hujan. "Jutek amat dah tuh cewek," gerutu Yena sembari menyenggol pelan lengan Alvaro. "Dia gak jutek," balas Alvaro sembari tersenyum kecut, melihat Azura sebentar saja membuat jantungnya berdetak tak karuan. Bolehkah Alvaro merindu? Pada hati yang telah lama menunggu. Berhakkah ia merindu? Pada gadis yang sudah ia sakiti. *** Mahasiswa-mahasiswi terlihat berkumpul di aula sembari mendengarkan informasi yang akan disampaikan dosen di depan sana. Kevin terlihat berdiri bersebelahan dengan Azura yang terlihat malas-malasan untuk berkumpul disana. "Perhatian bagi mahasiswa-mahasiswi semua, bahwa kampus kita akan mengadakan kamping bersama minggu depan. Kita tidak diperbolehkan membawa kendaraan pribadi, kita semua diwajibkan untuk naik bis. Semua jurusan akan di gabung, bagi yang ingin ikut silahkan langsung isi formulir dan administrasi di ketua jurusannya masing-masing, terima kasih." Tutupnya, membuat para mahasiswa bersorak senang. Karena kamping bersama adalah hal yang sangat menyenangkan. "Lo ikut gak?" Azura menggeleng pelan membuat Kevin mendesah kecewa, "Kenapa gak ikut? Lagipula kita kan jarang kamping bersama, ikut yah!" Tuturnya sembari memohon membuat Azura menganggukan kepalanya lemah. Keduanya pun melangkah beriringan menuju kelasnya, Azura menghentikan langkahnya sembari menoleh pada Kevin. "Kak, gue ke toilet dulu yah." Kevin mengangguk pelan sembari tersenyum lembut. Pemuda bermata sipit itupun melangkah gontai menuju kelas, namun langkahnya terhenti saat melihat pemuda jangkung yang kini sedang berjalan dengan seorang gadis. "Alvaro!" Teriaknya membuat pemuda itu menoleh pelan, "Kevin," ujarnya tersenyum samar, Kevin mengangguk sembari berdecak kagum melihat penampakan Alvaro yang semakin tampan. "Lo kapan balik?" "Dua hari yang lalu," balasnya sembari mengusap tengkuknya pelan, "Pacar lo?" Tanya Kevin sembari menunjuk Yena dengan dagunya. "Bukanlah," jawab Alvaro cepat membuat Yena yang berharap jadi menekuk bibir pelan. "Kabar yang lain gimana?" Kevin menghela nafas panjang, "Azzam masih mondok, Bagas udah lama gak ada kabar dia katanya ke London, Alisa masih hidup kayaknya, Azura masih sama gue." Ujarnya membuat Alvaro mengangguk lemah, mungkin sekarang Kevin dan Azura dekat. Bukankah dulunya Azura sangat menyukai pemuda di depannya ini? Lalu untuk apa Alvaro terlalu berharap? *** Suasana di depan kampus mendadak heboh ketika beberapa bis sudah terparkir rapi di depan sana. Para mahasiswa langsung menerobos naik sembari menenteng ransel masing-masing. Sesekali mereka saling mendorong kecil mereputkan kursi tempat duduk, suara ribut itu didominasi kaum hawa. Azura sendiri terlihat celingak-celinguk mencari Kevin, namun pemuda itu belum muncul juga. Melihat yang lain sudah naik dengan menyempatkan membawa ransel mereka, Azura terpaksa memilih naik duluan dan memilih tempat duduknya bersama Kevin nantinya. Matanya menyapu isi bis yang sudah dipadati, ia melangkah maju lagi melihat ada satu kursi kosong disana. Ia pun melangkah mendekat sembari melirik sosok yang sudah duduk duluan disana, ia mengerjap melihat Alvaro kini mendongak kecil melihatnya berdiri menjulang tinggi di dekat kursi. "Alvaro lo duduk dimana?" teriakan Yena di bawah sana membuat Alvaro refleks menarik lengan Azura lembut dan mendudukannya di sebelahnya. Gadis berkerudung itu menggigit ujung bibirnya sembari meremas tali ranselnya kuat. Yena sendiri sudah turun karena tidak ada tempat duduk yang tersisa. "Ransel lo simpan dulu," kata Al membuat Azura menoleh kaget pada pemuda itu, Alvaro menghela pelan sembari mengangkat ransel milik gadis itu dan menaruhnya diatas, tempat dimana ransel-ransel berada. Azura kembali merunduk pada jemarinya tak berani untuk menoleh lagi, Alvaro sendiri hanya terdiam sembari sesekali melirik gadis di sebelahnya itu. "Azura," panggil cowok itu lembut. "Hm?" "Gue kangen lo,"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD