Hollow

1433 Words
"Kamu pilih aja yang mana, aku setuju aja." Ujarnya saat kami tiba di gerai baju Korea di PIM. Aku hanya mengangguk dan mulai mencari dengan kak Drian mengekor dibelakangku. Aku memilih beberapa sweater, jaket tebal, kupluk, dan beberapa pakaian musim dingin lainnya. Seolah sudah tahu ukuran badannya, tanpa ragu aku mengambil pakaian-pakaian itu. "Cobain kak..." Kami berjalan ke ruang ganti. Kak Drian masuk ke salah satu ruang ganti dan aku menunggu diluar. Aku iseng memeriksa harga baju-baju itu saat seseorang memanggil namaku. "Lexy..." Aku menoleh. Moreno. "Hai.. ngapain kamu disini?" Aku melambaikan tanganku. "Lagi anter kak Drian cari baju." Aku menunjuk pintu. "Ooh.." Dia lalu duduk di sampingku. "Kamu udah dapet pembimbing buat tugas lapangan? Aku masih available kok..." Moreno tersenyum lebar sambil menaikkan kedua alis tebalnya membuatku ingin tertawa. "Kemarin aku udah minta kak Gladys jadi pembimbingku. Kalau kakak masih available temenku aja mau kak? Si Bree.." Wajahnya sedikit kecewa. "Aku sengaja udah tolak yang request aku jadi pembimbing, eh kamu malah sama Gladys.." Suara pintu terbuka membuat obrolan kami terhenti dan mataku membulat melihat kak Drian topless, hanya mengenakan celana jeansnya sambil memandangku tajam. "Lex, bantu aku coba baju ini." Dia menjulurkan sweater dan jaket yang aku rasa tidak butuh bantuan untuk memakainya. Moreno melirikku, dan aku salah tingkah. Harus gitu pamer ke Moreno tubuhnya yang wow.. Wait, kok aku jadi muji? Aku tidak menduga kalau kak Drian lantas menarik tanganku dan mengajakku masuk lalu menutup pintu. "Aku duluan ya Lex.. sampai ketemu di kampus." Suara Moreno terdengar menjauh. "I..iya.." aku menjawab gugup membayangkan apa yang Moreno pikirkan. Tapi otakku teralihkan saat kak Drian mengangkat kedua tangannya ke samping kepalaku. "Kamu suka ketemu dia di kampus?" Dia memandangku lekat. "I..iya.. di..dia kan se..seniorku, otomatis..." aku terbata. Dia terlihat tidak suka kemudian menggumam tidak jelas dan kembali menatapku. "Kak..." Napasku tertahan saat wajahnya semakin mendekat. Mau apa dia? Instingku berkata dia akan menciumku kalau aku biarkan. Aku menahan bibirku dengan tangan dan merasakan bibirnya menempel ke telapak tanganku. Mata kami saling terkunci. "Aku takut... Kamu jauh dari aku." Dia berbisik. Aku masih terpaku saat kak Drian mengambil kaos dan memakainya lalu menggeserku dan keluar dari ruangan kecil itu. Aku merasa pasokan udara di dadaku menipis. Kalau tanganku tidak menghalangi bisa jadi bibir kami..... Aku menggeleng dan menetralkan debaran jantungku lalu keluar. Aku melihat kak Drian sedang di kasir membayar semua pakaian yang ku pilih. Setelah membayar dia mengulurkan tangannya dan entah mengapa aku menyambutnya untuk di genggam. *** Setelah saat itu kami sering pergi berdua sebelum kak Drian berangkat, kami sering keluar makan malam bareng. Tidak ada yang istimewa dan tidak sembunyi-sembunyi juga karena kak Drian selalu berkata jujur saat kakakku menelepon dan bertanya sedang dimana dan dengan siapa. Mama dan papa yang sedang sedikit sibuk ada acara pun tidak terlalu memperhatikan kedekatan kami. Aku semakin merasa nyaman dekat dengan kak Drian. Kak Elle bilang dia tidak bisa kembali ke Jakarta mengantar kak Drian ke bandara karena ada masalah dengan persiapan kantornya. Kakakku itu sempat telepon kemarin memintaku membantu persiapan suaminya berangkat dan mengantarnya. Aku sih tidak masalah selama mereka berdua tidak masalah. Tapi selama itu juga aku merasa ada yang berbeda. Aku seolah merasa kalau tidak di anggap seperti adik ipar. Malah kak Drian seolah memperlakukanku sebagai kekasihnya. Dia sangat perhatian, selalu menyempatkan waktu untuk mengingatkan jam makanku. Dia juga selalu menjemputku kalau pulang kuliah sore atau menungguku dirumah dengan aneka minuman yang dia buat sendiri. Dan aku menjadi sedih memikirkan dia akan pergi sebentar lagi. Malam ini kami pergi jauh sedikit ke puncak. Kami berangkat setelah aku pulang kuliah dan akan kembali malam hari. Perjalanan cukup lancar sehingga tidak lama kami sampai di restoran salah satu hotel mewah disana. Kak Drian bilang nasi goreng iganya enak dan dia memesankan untukku. Dan memang betul rasanya memang luar biasa lezat. Aku selalu percaya dengan pilihannya. Kami ngobrol sambil makan sampai dia menyerahkan sesuatu padaku. "Ini hadiah. Biar kamu inget kakak." Aku tertegun menatap kotak kecil itu dan aku berdebar saat membukanya. Aku melihat gelang cantik. Kak Drian pindah ke sampingku dan memakaikan gelang itu. "Kak.. ini cantik banget." Dia terlihat senang aku menyukai pemberiannya. Aku kembali menatap hadiah itu. "Kamu harus jaga diri kamu baik-baik ya Lex. Kakak jauh, kak Elle juga jauh. Jadi ga bisa jagain kamu." Mataku berkaca-kaca, aku sedih dengan ucapannya. Aku tidak bisa berkata apa-apa. Kak Elle jauh tidak masalah. Masih sama-sama di Indonesia, tapi lelaki di hadapanku ini? Entah sejauh apa jarak kami. Aku hanya memandang lurus ke depan sepanjang perjalanan kami kembali ke Jakarta. Hatiku merasa ada yang kosong. Saat tiba dirumah kami hanya terdiam. Sepertinya Mama dan Papa sudah tidur. Langkahku melambat saat kami naik ke lantai atas. Aku berbalik sebelum membuka pintu. "Thanks ya kak.. udah ajak aku jalan malem ini." Aku tersenyum kecut. Dia hanya diam menatap lantai. Aku berbalik hendak masuk tapi suara kak Drian menghentikanku. "Dek.. besok ga usah anter kakak ya ke bandara.." Aku mengerjap dan kembali membalikan badanku menatapnya. "Tapi kenapa? Kan kan Elle bilang aku harus anter..." Dia menggeleng. Aku menelan salivaku mencoba melawan rasa sesak yang mulai menguasai dadaku. Dia mendekat lalu mengusap pipiku dengan lembut. "Nanti kamu sedih. Kakak ga mau liat kamu nangis. Nanti kakak ga bisa pergi." Hatiku berharap. Tapi aku kembali menenggelamkan harapanku. Siapa aku berani memintanya tetap tinggal? Aku masih diam sambil menggigit bibir. Berkali aku mengerjapkan mata mengusir airmata yang siap jatuh. "Maaf ya.." dia memegang kedua bahuku. "Untuk?" Bisikku. Dia semakin mendekat dan aku merasakan tubuh hangatnya memelukku. Aku memejamkan mata. Tanganku terangkat balas memeluknya. Kenapa rasanya aku tidak mau melepaskannya ya? Entah berapa lama kami saling berpelukan. Kak Drian melepaskan pelukannya dan menjauh sedikit. Aku mengusap cepat air mata dipipiku dan meredam isakku. "Night Kak.." suaraku mencicit saat aku berbalik hendak masuk ke kamarku. "Lex..." Kak Drian memelukku dari belakang. Aku menunduk dan airmataku sudah tidak bisa ditahan lagi. "Boleh aku cium kamu?" *** 3 Years Later "Lexy..." Aku menoleh ke arah suara panggilan itu. Moreno melambai sambil tersenyum saat mendekat. Dia memelukku sesaat lalu menggenggam tanganku masuk ke restoran tempat kami janjian. Setelah melihat menu dan memesan makanan untuk kami berdua, dia menatapku. "Aku kangen banget sama kamu..." Ucapnya. "Lebay!" Sahutku. Dia terkekeh. "Kapan kamu berangkat ke Bali? Aku udah siapin tempat buat kamu stay disana.." Aku mendengus pelan. "Kan aku udah bilang, aku ga mau repotin kamu Ren. Nanti aku cari tempat sendiri aja. Lagian aku masih nimbang-nimbang tawaran kakakku untuk tinggal bareng dia." "Tapi ga enak kan Lex kalo kamu tinggal bareng dia.." potongnya. "Ga enaknya??" "Ya kalo mau berduaan sama kamu tar kakak kamu melotot..." Dia mengedipkan matanya sambil tersenyum lebar. "m***m!!" Jawabku. Kami tertawa lalu makanan kami datang dan aku menikmati malam ini. Sudah hampir dua bulan aku tidak bertemu Moreno. Dia sudah lulus kuliah setahun lalu dan membuka usaha mendirikan hotel bintang 3 di Bali. Setelah berjalan selama 2 tahun dan mengalami peningkatan, Moreno mengajakku kerjasama untuk mengelola jasa tour miliknya disana. Kebetulan aku sebentar lagi lulus dan passionku di dunia pariwisata amat besar, sehingga peluang seperti ini tidak akan aku lewatkan. Moreno yang punya modal, dan aku punya keahlian. Sudah setahun ini aku bolak balik Jakarta-Bali sambil menjalankan usaha tour dan lumayan saat ini kami punya beberapa perusahaan yang menggunakan jasa kami. Aku tengah menyelesaikan thesisku dan akan pindah ke Bali agar fokus dengan pekerjaanku. Hubunganku dengan Moreno? Well, setelah 3 tahun gencar mendekatiku, aku memutuskan memberinya kesempatan dan ini bulan kelima sejak kami resmi pacaran. Moreno cowok yang baik, dia selalu ada bersamaku disetiap hal yang aku lalui. Makanya aku akhirnya menerima saat dia menyatakan perasaan untuk yang kesekian kalinya padaku. Tapi aku bilang aku tidak ingin menikah dulu, umurku baru 21 tahun dan aku masih ingin menikmati pekerjaanku. Dia baru setengah tahun lalu menetap di Bali. Saat ini proyek hotel keduanya tengah berjalan. Dan aku seolah menemukan partner yang sejalan dengan cita-citaku. Aku sudah mengenalkan Moreno pada keluargaku. Begitupun pada kak Elle, yang awalnya menentang hubunganku. Sampai saat ini dia masih tidak menyukai Moreno tapi dia sudah tidak menghalangiku lagi. Entah apa sebabnya dia tidak mendukung hubungan kami padahal Moreno baik. Makanya aku tidak ingin tinggal bersama Ellectra, bukan agar tidak terganggu saat ingin berdua, tapi aku tidak ingin suasana menjadi keruh. Lagipula aku juga tidak ingin bertemu dia. Ya, dia, seseorang yang hingga kini masih berstatus suami kakakku. Seseorang yang entah apa kabarnya sekarang. Drian.. Aku tidak pernah mendengar kabarnya lagi sejak dia pergi ke San Francisco. Aku tidak pernah mencari tau walau sesekali aku mendengar saat kedua orangtuaku bertanya pada kak Elle. Aku sudah melupakan dia, orang yang pernah mencuri hatiku. Orang yang juga mencuri ciuman pertamaku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD