Chapter 03 - Honeymoon

814 Words
Setelah dibuat sangat tercengang oleh penampilan Yaya di acara pernikahan mereka berdua yang digelar sederhana di halaman belakang rumah, kali ini El kembali merasakan hal yang sama saat melihat wanita itu muncul di ruang makan bersama Jasmine yang mengekor di belakangnya. Namun, El langsung mengubah raut wajahnya dengan secepat kilat sebelum ada yang menyadari keterpanaannya akan sosok Yaya yang berpenampilan sangat berbeda. Karena wanita itu terlihat sangat cantik, mewah, dan juga elegan. “Kau membuatku menunggu terlalu lama,” gumam El ketika salah satu pelayannya sudah menarikkan kursi makan untuk Yaya, dan wanita itu sedang bersiap untuk duduk di sana. Yaya langsung menampilkan raut wajah bersalah. Ia lantas berdeham pelan sebelum berucap, “Maaf. Tadi aku bangun kesiangan.” Melihat raut wajah bersalah yang Yaya tampilkan, El jadi merasa tidak tega untuk mengatakan kalau ayahnya— Albert Willy— sempat menunggu kedatangan wanita itu agar mereka semua bisa sarapan bersama untuk pertama kalinya. El hanya mampu menghela napas panjang, dan segera menyuruh pelayan untuk langsung menghidangkan sarapan ke atas piringnya. “Jadi, kita berdua— maksudnya kita bertiga —akan langsung sarapan tanpa menunggu kedatangan ayahmu terlebih dahulu?” Yaya langsung meralat ucapannya begitu menyadari kalau Jasmine juga ikut bergabung bersama mereka berdua. “Hmm. Lagi pula Papa sudah pergi bekerja.” Setelah menunggumu untuk waktu yang cukup lama, batin El yang sengaja melanjutkan ucapannya dari dalam hati saja agar tidak membuat Yaya semakin merasa bersalah. “Tapi, Beliau sudah sarapan, ‘kan?” Yaya kembali bersuara saat pelayan sedang menghidangkan menu sarapan untuknya. “Iya,” jawab El dengan nada malas. Yaya langsung bernapas lega begitu mendengarnya. Meski begitu, ia masih bertanya-tanya dari dalam hatinya, kenapa pagi ini rumahnya El sudah mulai dipenuhi oleh para pelayan yang memakai baju seragam? Padahal kemarin, saat ia datang, tidak ada satu pun pelayan yang kelihatan batang hidungnya. Bahkan acara pernikahannya pun hanya dihadiri oleh El yang berstatus sebagai mempelai pria, pendeta, Albert, Jasmine, Adnan, dan tiga orang sopir yang memakai baju seragam serba hitam. Kemudian mereka bertiga sarapan dengan tenang, dan Yaya tidak berani bertanya apa-apa lagi kepada El yang sedang menikmati sarapannya dalam diam. Ditambah lagi dengan keberadaan Jasmine di antara mereka berdua. Ia jadi merasa cukup segan untuk mengeluarkan kata-kata dari dalam mulutnya. Karena wanita itu terlihat sangat berbeda, dan tidak seramah sebelumnya. Sedangkan para pelayan tadi sudah tidak ada lagi di sana. “Kalau kau sudah selesai makan, segera temui aku di dalam ruang kerja.” El langsung berbicara kepada Yaya saat ia sudah menyelesaikan sarapannya. Yaya kontan mendongak. Lalu menganggukkan kepalanya dengan cepat, karena mulutnya sedang sibuk mengunyah makanan. Sedangkan El segera berlalu dari sana, meninggalkan Yaya dan Jasmine yang hanya akan berduaan saja. *** Yaya mengetuk pintu ruang kerjanya El, tapi tidak ada yang menyahut. Sehingga ia langsung membuka pintu itu, dan mulai melangkah masuk. “Duduklah di situ,” tunjuk El ke arah salah satu sofa, agar Yaya segera duduk di sana. Sementara ia sendiri malah berdiri di dekat jendela kaca. “Kita berdua akan segera pergi berbulan madu ke Swiss.” “Apa?!” Yaya yang terpekik kaget, kontan berdiri. “Kau pasti mendengar apa yang baru saja aku katakan,” ucap El sembari memutar tubuhnya ke arah Yaya yang terlihat sangat shock di dekat sofa sana. “Kurasa ... kita berdua tidak perlu berbulan madu, El.” El mengangguk. “Aku pun setuju dengan pendapatmu, tapi Papa ingin kita berdua pergi berbulan madu. Jadi, mau tidak mau, kita harus menuruti keinginannya itu.” Yaya jadi merasa serba salah, dan ia tidak tahu harus berkomentar bagaimana. “Kau boleh keluar dari sini sekarang. Karena tidak ada lagi yang ingin aku bicarakan, dan mintalah bantuan kepada Jasmine untuk mempersiapkan semua pakaian yang kau perlukan.” Wajah Yaya kontan merengut begitu mendengar ucapan El barusan, tetapi ia tetap menurut, dan segera keluar dari sana. Ia lantas mencari keberadaan Jasmine yang ternyata sudah tidak ada lagi di ruang tengah. Padahal tadi ia sempat meninggalkan wanita itu di sana. Kemudian Yaya berinisiatif untuk bertanya kepada salah satu pelayan yang kebetulan sedang lewat, dan pelayan itu mengatakan kalau Jasmine sedang menerima telepon di dekat kolam renang. “Mmm, J.” Yaya menatap punggung Jasmine dengan pandangan ragu saat sudah berhasil menemukan keberadaan wanita itu. Jasmine kontan menaikkan sebelah alisnya begitu menoleh ke arah Yaya, lalu menyimpan ponselnya ke dalam saku celana. “Ya, ada apa?” “El menyuruhku untuk meminta bantuan padamu, karena kami berdua akan pergi berbulan madu—” “Apa?!” Jasmine berseru cepat dengan kedua mata yang membelalak. Sedangkan bibir Yaya langsung terkatup rapat. Seakan tersadar kalau reaksinya barusan terlihat sangat berlebihan, Jasmine segera mengubah ekspresi wajahnya. Lalu berdeham singkat, dan mulai menatap Yaya dengan pandangan biasa. “Apa yang bisa kubantu?” tanya Jasmine yang langsung membuat Yaya tersenyum, tanpa menaruh curiga sedikit pun. “El bilang, kau harus membantuku untuk mempersiapkan segala keperluanku yang ingin pergi berbulan madu.” “Baiklah.” Jasmine menganggukkan kepalanya. “Memangnya kau dan El akan pergi berbulan madu ke mana?” “Ke Swiss,” jawab Yaya dengan nada lemas. Karena ia sangat berharap kalau rencana bulan madu itu segera dibatalkan. ***** Jangan lupa kasih love, komen, dan share cerita ini ya! Makasih :)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD