Bab 2

1420 Words
Seperti biasa kakek ingin setiap pagi keluarganya berkumpul di meja makan agar hubungan mereka bisa lebih dekat, pagi ini kakek juga meminta Zahra dan Gabriel ikut sarapan bersamanya. Ada beberapa hal yang ingin dia sampaikan ke Gabriel dan juga Zahra tentang rencana pernikahan mereka yang akan segera dilangsungkan beberapa minggu ke depan.   "Kamu temanin Zahra mempersiapkan pernikahan kalian," ujar kakek sambil menggigit roti bakar yang disiapkan pelayan.  "Maksud kakek?" Gabriel yang sedang sarapan langsung menghentikan menyuap nasi goreng ke dalam mulutnya. "Iya temanin Zahra mempersiapkan pernikahan kalian, seperti cari undangan, souvenir, gaun dan foto prawedding," kata kakek dengan antusias. "Aku? Dia? Foto prawedding? Ya ampun, kakek ini apa-apaan sih, apa kata mitra kerja aku di kantor kalau istri penerus Cassanova Group berwajah buruk rupa," tolak Gabriel.   Wajahnya akan sangat malu kalau sampai mitra kerjanya melihat foto dia berdua dengan Zahra. Bisa rusak citranya sebagai laki-laki mata keranjang yang sudah melegenda itu. "Sekarang zaman sudah canggih, Iuka di wajah bisa disamarkan dengan editan," kata kakek tidak mau kalah.   "Au ah pusing dengan kemauan aneh kakek, kalau mau urus ya urus saja sendiri, gue sibuk dan lagi banyak pekerjaan,” kata Gabriel ke arah Zahra.   Zahra tidak peduli dengan perdebatan kakek dan Gabriel, dia masih menikmati sarapan paginya dengan tenang karena dia tahu sekeras apapun Gabriel menolaknya, dia tidak akan bisa melawan keinginan kakek. "Temanin dia, kakek pemilik perusahaan dan kakek perintahkan kamu menemani dia hari ini.” ujar kakek agar Gabriel mau menemani Zahra hari ini walau dengan menggunakan ancaman kekanakan seperti tadi.  "Selalu mengancam aku dengan materi, kakek kira aku tidak bisa hidup tanpa uang kakek?” Gabriel semakin emosi ditantang oleh kakek menggunakan materi. "Bisa … kamu pasti bisa, tapi kakek yakin ego kamu tidak akan membiarkan harta milik kamu jatuh ketangan orang lain kan?”ujar kakek balas menantang Gabriel.  Gabriel termenung mendengar ucapan kakeknya yang 100 % betul itu, dia bukannya tidak bisa cari uang sendiri tapi egonya yang tinggi tidak akan membiarkan dia kalah dari wanita buruk rupa yang sedang duduk santai di sebelah kakeknya. "Lo orang bukan sih, tanpa ekspresi begitu,” Gabriel menatap wajah Zahra yang hanya diam dan tanpa ekspresi mendengar cacian dan makian dari Gabriel. "Terus kamu mau aku apa? Nangis? Sedih? Atau apa,”jawab Zahra dengan wajah datar.   Bagi Zahra melihat sikap uring-uringan Gabriel sudah lebih dari cukup, dia bahagia walau tidak bisa ditunjukkan dengan raut wajahnya.  "Semuanya!”balas Gabriel dengan nada tinggi.  "Semua perasaan itu telah hilang sejak lama, jadi jangan harap aku akan mengeluarkan tangisan walau separah apapun kamu menyakitiku,”balas Zahra dengan mata tanpa berkedip.   Airmatanya sudah habis dan kini dia hanya ingin hidup lebih bahagia walau harus melalui rintangan dulu yaitu menaklukkan hati Gabriel yang masih tertutup kebencian kepadanya.  "Aneh, lo itu benar-benar aneh! Kakek dapat di mana sih wanita seperti ini?” tanya Gabriel ke kakeknya dengan rasa penasaran yang menggelayuti hatinya.   Bisa-bisanya kakek menjodohkan dia dengan wanita tanpa perasaan seperti Zahra, setahunya wanita normal akan sangat tersinggung diperlakukan buruk seperti dia memperlakuka Zahra sejak mereka bertemu.  "Bukan kakek tapi...” ucapan kakek terpotong saat Zahra menatap kakek tanpa berkedip. "Sudahlah kek, di meja makan jangan membahas hal yang tidak penting, lebih baik kita lanjutkan sarapan kita,” lanjut Zahra sambil menyuapkan nasi goreng ke mulutnya.   Gabriel yang muak dengan Zahra meninggalkan meja makan. "Hilang sudah selera makanku dan lo siap-siap kalau memang mau pergi sama gue,” ujar Gabriel sambil menunjukkan jarinya ke arah Zahra lalu berlalu menuju kamarnya dengan mulut masih menggerutu dengan kesal. Setelah melihat Gabriel pergi, kakek melihat ke arah Zahra, "Dia yang membawamu untuk berkenalan dengan kakek 10 tahun yang lalu tapi sekarang dia mempertanyakan lagi kenapa bisa kamu berada di rumah ini,”ujar kakek dengan napas berat.    "Lupakan dan jangan pernah mengungkit masalah itu kek," Zahra membersihkan piring bekas makan Gabriel dan mulai mencucinya. "Zahra sudah nak letakkan saja di sana, pelayan sudah ada dan kamu siap siap saja untuk pergi dengan Gabriel," ujar kakek saat melihat Zahra dengan sigap membersihkan sisa sarapan mereka.  "Cuma sedikit kok kek, lagian aku mau belajar jadi ibu rumah tangga, tidak selamanya  aku akan tinggal di sini dan dilayani pelayan," balas Zahra dengan senyum lembut dan melihat senyum Zahra kakek kembali menghela napas.  "lya kakek mengerti maksud ucapan kamu Zahra," balas kakek dengan lemah.  Zahra memutuskan setelah mereka menikah mereka akan mandiri dan hidup terpisah dari kakek, karena Zahra ingin Gabriel belajar menjadi kepala rumah tangga dan menjadi suami yang lebih bertanggung jawab. Zahra melihat foto usang yang dia simpan disebuah diari. Zahra mengusap penuh kerinduan dengan sosok yang ada difoto itu.   "Kak,sampai kapan aku harus menunggu kakak mengingatku lagi?" airmata menetes dan mengenai foto usang itu. Tok tok tok "Non, sudah ditunggu tuan muda di bawah," Zahra mendengar Maryam berteriak memanggil namanya.  "lya sebentar," Zahra mengambil tas dan ponselnya, dia melangkah dengan tegap menyusul laki-laki yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. "Terima kasih," ucap Zahra saat Maryam memasangkan jaketnya. "Maryam," panggil Zahra dengan lembut. "Ya Nona.”   “Tolong kamar aku dibersihkan dan buku yang ada di atas meja tolong dibakar saja," ujar Zahra dengan ramah. "Baik nona, saya akan membakar buku itu sesuai dengan perintah nona Zahra." Gabriel yang ingin mengambil ponsel yang tertinggal mendengar pembicaraan dua wanita itu dan dia penasaran buku apa yang hendak dibakar oleh Zahra. "Gue harus mengambil buku itu sebelum dibakar Maryam," ujar Gabriel dalam hati. Setelah memastikan Zahra turun, Gabriel memanggil Maryam dan menyuruhnya mengambil segelas air minum. saat Maryam diyakininya sudah pergi dengan buru-buru dia masuk ke kamar Zahra dan melihat sebuah buku dan langsung mengambilnya. "Buku apa ini? Kenapa buku ini sampai lo gembok dan dibakar?" Gabriel dengan sigap mengambil buku lain untuk menggantikan buku yang dia ambil dan segera keluar dari kamar Zahra.   Gabriel kembali ke posisinya semula agar Maryam ataupun Zahra tidak sadar kalau buku yang disuruh Zahra sudah ditukar dengan buku lain. "Ini tuan muda minumnya," Maryam menyerahkan segelas air ke tangan Gabriel. "Kamu minum saja, saya tidak jadi haus," Gabriel masuk ke kamarnya dan menyimpan buku itu di lemarinya. "Nanti akan gue baca setelah menemani wanita buruk rupa itu," ujar Gabriel masih dengan wajah kesal karena harus menemani wanita yang dibencinya sehariaa.   Gabriel sengaja melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Zahra yang masih trauma dengan kecelakaan yang membuat dirinya cacat hanya bisa diam membisu dan hanya keringat dingin yang keluar dari dahinya. "Ga … Gabriel, tolong jangan terlalu kencang nyetir mobilnya, aku takut kita mengalami kecelakaan," Zahra memegang pegangan di sampingnya dan bersuara dengan gemetaran. "Wahhh ternyata ini ya kelemahan lo," bukannya memperlambat tapi Gabriel malah mempercepat laju mobil yang dikendarainnya. "Please, berhenti!" karena ketakutan Zahra memohon supaya mobil yang dikemudikan Gabriel di hentikan. "Loh bukannya kita mau..." "Berhenti atau aku loncat!" Gabriel yang melihat Zahra hendak membuka pintu, menjadi panik dan menghentikan mobilnya dengan menekan rem dengan sekuat tenaganya. "Gila lo ya, kalau kita mati gimana!" hardik Gebriel dengan suara keras,   Sebuah bayangan tiba-tiba muncul di kepala Gabriel, kepalanya langsung berdenyut saking sakitnya. "Kakak …" Gabriel melihat bayangan wanita muda memanggilnya. "Argggggg," Gabriel memegang kepalanya yang terasa sakit.  "Kamu kenapa?" tanya Zahra panik saat melihat Gabriel memegang kepalanya dengan kedua tangannya. "Kakak …”  Lagi-lagi bayangan itu kembali muncul. "Gabriel, kamu kenapa sih?" Zahra yang ketakutan melihat Gabriel kesakitan, mengguncang — guncangkan badan Gabriel. "Sakittttt obattttt tolong ambilkan obat di sakuku," katanya masih meringis menahan sakit yang mendera kepalanya. Zahra sibuk mencari obat yang diletakkan Gabriel di celananya. Zahra semakin panik melihat air mata keluar dari matanya Gabriel.   “Apa sesakit itu sampai dia mengeluarkan air mata?” tanya Zahra dalam hati. "Ini obatnya..." Zahra mengambil botol minuman dan memberi obat itu kepada Gabriel. "Aku saja yang bawa mobilnya, kita pulang lain kali saja perginya," ujar Zahra dan dia berniat mengubah posisi duduknya. "Tidak! Kita pergi sekarang, gue tidak mau kakek ngerecoki hidup gue lagi kalau sampai rencana hari ini dibatalkan," ujar Gabriel sambil menggeleng-gelengkan kepalanya agar rasa sakit itu hilang. "Tapi kamu sedang sakit," balas Zahra.  "Sudah tidak apa-apa, jangan sok kuatir," Gabriel kembali melajukan mobilnya dan kali ini dengan kecepatan biasa. Di hatinya selalu bertanya siapa wanita yang memanggilnya kakak dan kenapa kepalanya selalu sakit saat berusaha mengingat siapa wanita itu. "Itu aku..." kata Zahra dalam hati.   Sesampainya di toko Gabriel sengaja menunggu di mobil saat Zahra sibuk memilih gaun pengantin dan juga keperluan pernikahan mereka, sesekali Gabriel melirik ke arah Zahra yang selalu berbeda raut wajahnya saat sedang berbicara dengannya dengan raut wajah saat berbicara dengan orang lain. “Wanita aneh,” gumam Gabriel. Zahra melirik sekilas ke arah mobil dan dia bisa melihat Gabriel diam-diam mencuri pandang ke arahnya. “Calon suaminya tidak turun, mbak?” tanya pelayan toko dengan tatapan mengejek Zahra. Zahra menghela napas berat mendengar pertanyaan pelayan toko itu. “Laki-laki mana yang mau turun dan menemani wanita buruk rupa seperti saya?” ujar Zahra sinis. Pelayan toko memilih diam dan enggan menyindir Zahra lagi saat Zahra melihatnya dengan tatapan membunuh. Gabriel merasa bosan dan memilih keluar dari mobil lalu mengeluarkan kotak rokok dari dalam saku celananya, dia mengambil sebatang rokok lalu menghidupkannya agar rasa bosannya hilang. “Gabriel,” panggil Zahra. Gabriel melihat Zahra mendekatinya, dia membuang wajah ke arah lain sedangkan Zahra langsung mengambil rokok yang dihisap Gabriel lalu membuangnya ke tanah. “Lo!” Gabriel yang kaget langsung mengarahkan tunjuknya ke wajah Zahra. “Nanti asma kamu kambuh,” balas Zahra singkat lalu dia kembali masuk ke dalam toko. Gabriel terpana melihat sikap Zahra barusan.   ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD