PDKT

943 Words
Dua pekan selepas pertemuan hari itu, beberapa kali rendi datang mengunjungi toko donat kami. Dia menyempatkan diri di sela-sela kesibukannya untuk mengunjungi kami hanya sekedar untuk mengantar makanan untuk makan siang atau sekedar membantu kami melayani beberapa pengunjung toko. Pernah sekali waktu dia memesan beberapa pack donat sebagai oleh-oleh untuk mitra kerjanya sekaligus untuk mempromosikan donat kami, begitu katanya. Jangan tanya apa yang aku rasakan, tentu saja aku merasa senang. Aku senang karena list pertemananku bertambah, bukankah ini juga bagus untuk usaha donat kami? Kami mulai intens berkabar via aplikasi obrolan berwarna hijau hanya untuk sekedar saling menanyakan kabar, bercerita soal kegiatan yang kami lakukan seharian atau sekedar untuk mengobrol ringan di sela-sela aktifitas kami masing-masing. Tak jarang dia menggodaku dengan candaan yang membuatku tersenyum sendiri sambil menatap layar ponsel sehingga membuat amel tertawa melihat tingkahku yang mirip orang gila lalu dia akan mulai meledekku. "Ciee ciee seneng bener kayanya" ledeknya. Lalu aku hanya akan tersenyum menanggapi ledekannya. Aku memang tidak pernah menolak ajakan untuk berteman dengan siapapun lain hal jika pertemanan itu mulai menjurus ke arah yang lebih serius maka otakku akan langsung mengirimkan sinyal waspada. Dan untuk saat ini dengannya pun aku hanya menganggapnya sebagai teman. Tidak lebih. Dua pekan mengenalnya, aku menjadi sedikit tau tentangnya. Dia itu orang yang periang, mudah beradaptasi, dia juga seorang pembicara yang baik. Selalu ada saja topik pembicaraan yang menarik di setiap obrolan kami. Bertolak belakang denganku, aku seorang pembicara yang buruk. Ya itu adalah salah satu kelemahanku. Aku benar-benar tak pandai berbicara, aku hanya berbicara seperlunya dan tak pandai berbasa-basi namun aku pastikan aku adalah pendengar yang baik. Aku lebih senang menyimak orang lain berbicara. Jika harus memilih maka aku akan lebih memilih untuk menjadi pendengar setia daripada menjadi seorang pembicara. Entah mengapa, tapi begitulah aku. Menurutku, dengan mendengarkan aku jadi bisa tau apa yang mereka fikirkan. Dengan mendengarkan aku juga jadi belajar karakter mereka. Mempelajari karakter mereka dalam diam. Pernah di suatu waktu, aku mencoba merubah diriku menjadi sedikit lebih berisik dari biasanya namun apa yang terjadi, perubahan itu tak berlangsung lama aku merasa sangat tidak nyaman. Aku merasa asing dengan diriku sendiri. Akhirnya aku memutuskan untuk menjadi pendengar kembali. Sudahlah, jika kita nyaman menjadi diri kita sendiri kenapa harus mencoba menjadi orang lain. Lagi pula semua orang tidak harus berkarakter sama untuk bisa berdampingan, bukan? Jika semua orang suka berbicara lalu siapa yang akan mendengarkan begitu pula sebaliknya jika semua orang mendengarkan lalu siapa yang akan berbicara. Hari ini toko kami cukup ramai pengunjung, beruntung cuaca hari ini tidak terlalu terik. " yu.. " lirih amel sambil memasukan donat yang sudah full toping kedalam box. " hmm, " " bagaimana pendapatmu tentang rendi? " " dia baik " jawabku datar " terus? " amel menghentikan aktifitasnya lalu menatapku menunggu jawaban. Aku hanya mengangkat bahuku sambil terus menghias donat dengan toping coklat. Amel nampak gemas melihat tingkahku. " iih kamu gak asik ah " Aku terus melanjutkan aktifitasku dan tidak terlalu menghiraukan amel yang terlihat cemberut karena mendengar jawabanku. " yuu. " " yaa " " apa kamu gak tertarik sedikitpun sama rendi? Kamu bilang dia baik, aku perhatiin akhir2 ini kamu juga cukup deket sama dia " " ya, dia emang teman yang baik tapi kalau untuk jadi pasangan gak tau deh " " kamu tuh nyari yang kaya gimana lagi sih yu, menurutku rendi itu paket komplit, udah baik, supel, mapan, ganteng lagi, kurang apa lagi coba?" " amel bestiku yang baik hati dan tidak sombong, untuk cari pasangan itu perlu banyak pertimbangan ga cuma cukup baik, mapan dan ganteng aja. Aku pengen punya pasangan yang bisa buat aku nyaman " " emang rendi belum bisa bikin kamu nyaman? " Aku menghentikan aktifitasku lalu berfikir sejenak. Kuhembuskan nafas berat. " entahlah " Obrlan itu menguap begitu saja lalu kami kembali sibuk melakukan aktifitas kami di toko. Sejujurnya aku adalah tipe orang yang sulit mempercayai seseorang dalam hal apapun. Dalam pertemanan pun seperti itu. Aku memang memiliki banyak teman namun hanya beberapa orang teman yang bisa aku percaya. Untuk sekedar sharing masalh pribadiku pun hanya amel yang bisa aku percaya. Ini salah satu yang membuatku sulit untuk bisa membina hubungan yang serius dengan seorang pria. Sore telah tiba, pengunjung toko seramai tadi. Hanya ada dua orang pengunjung yang sedang amel layani. Aku memilih duduk menepi dipojok etalase donat. Kulihat jam diponselku menunjukan pukul 16.45. Sekilas kulihat amel sudah selesai melayani pengunjung tadi lalu dia menghampiriku dan duduk disampingku. Karena toko sudah sepi akupun berselancar didunia maya, mempromosikan toko donat kami dan membaca beberapa postingan teman-temanku didunia maya. 15 menit berlalu, terdengar suara seseorang membuka pintu toko. Aku dan amel saling berpandangan lalu kompak melihat ke arah pintu toko. Seorang pria memakai kemeja rapi berjalan santai memasuki toko. Sekilas dia melihat sekeliling toko lalu pandangannya terhenti pada kami dan dia melemparkan senyum. " hai kak rendi, kok ga bilang-bilang sih mau kesini? " sapa amel riang " hai mel, iya tadi aku gak sengaja lewat jadi aku putusin buat mampir sebentar. Emm, aku ganggu kalian yaa? " " eh enggak kok kak, kebetulan kita juga baru istirahat nih kebetulan daritadi toko rame banget" " kalo gitu gimana kalo aku traktir kalian, kebetulan dideket sini tadi aku liat ada cafe baru, gimana? " " mau banget, kebetulan daritadi belum makan. laper banget " jawab amel penuh semangat dan tanpa malu sedikitpun. " kamu ikut juga kan yu " " emh boleh deh " " yeeeyyy " sorak amel kegirangan " sst harusnya kamu jaim dikit dong mel" bisikku amel hanya tersenyum sambil menjulurkan lidahnya meledekku. setelah kami selesai membereskan semuanya dan menutup toko kami semua bergegas berjalan menuju cafe yang dituju karna memang jarak dari toko kami ke cafe hanya sekitar 200 meter kurang lebih. kami berjalan santai sambil menikmati suasana sore yang indah, amel berada beberapa meter didepan kami. Dia memang tidak pernah berubah, selalu bersemangat kalau soal kuliner. " yu, boleh aku tanya sesuatu " ucap rendi tiba-tiba membuatku sedikit terkejut. " tanya apa kak? " " kamu mau ga nikah sama aku? " " hah?? "
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD