Julia menunggu jawaban Rafael dengan jantung yang berdebar, namun Rafael tidak mengatakan apapun dan hanya menatapnya. Julia tahu saat seorang Werewolf telah memiliki seorang mate, dia tidak akan tergoda oleh yang lain dan akan tetap setia di samping mate-nya. Tapi ia masih manusia, dan ia tidak bisa menahan rasa cemburunya ketika tahu bahwa ada wanita yang mendekati mate-nya. Seolah bisa merasakan kecemburuannya, Rafael segera mengangkat tubuhnya dan membawanya naik ke lantai atas. Ketika mereka sampai disana, Rafael meletakkan Julia di tempat tidur dan langsung mencium bibirnya.
Awalnya Julia ingin memprotes dan menjauhkan tubuh Rafael karena ia tidak menjawab pertanyaannya, namun ia semakin terbawa oleh ciuman itu dan akhirnya membiarkan Rafael memberinya ciuman yang memabukkan. Ciuman Rafael turun ke lehernya, diikuti tangannya yang mulai masuk ke balik pakaian Julia dan menuju payudaranya. Julia mengerang dan meremas rambut Rafael. Julia bisa merasakan bahwa bagian bawahnya sudah basah hanya karena ciuman dan permainan tangan Rafael.
“Rafael…,” erangnya.
Bibir Julia yang menyebut namanya terdengar begitu indah bagi Rafael. Ia segera menjauhkan diri dan melepas semua pakaian Julia sebelum ia melepas celananya sendiri. Setelah semua pakaian yang melekat di tubuh mereka terlepas, Rafael segera melahap bibir Julia. Ia bisa merasakan wanita itu sudah siap untuknya. Bibir penuhnya terus mengerang saat ia mencium bibirnya dan bermain di puncak payudaranya. Kedua tangan wanita itu terus meremas rambutnya, merasakan kenikmatan yang dia berikan untuknya. Rafael menjauhkan diri, menatap sejenak pemandangan wanita di depannya yang masih memejamkan mata karena kenikmatan kecil yang baru saja ia berikan. Kemudian ia mencondongkan tubuhnya dan membisikkan sesuatu di telinganya.
“Mataku hanya menatapmu, Julia…”
Julia tersadar bahwa itu adalah pertama kalinya Rafael menyebut namanya. Ia segera membuka matanya, namun dengan cepat tertutup kembali saat ia merasakan milik Rafael sudah menerobos masuk ke dalam dirinya, membuatnya terkesiap. Rafael segera mencium bibirnya, diikuti dia yang mulai bergerak dengan cepat. Ia mulai mendesah begitu Rafael menjauhkan bibirnya. Ia bisa merasakan bahwa milik Rafael begitu penuh di dalam dirinya. Ia mendesah dengan keras, merasakan siksaan kenikmatan dari milik Rafael.
“Namaku…,” bisik Rafael di telinganya
Suara Julia yang menyebut namanya terus menggema di dalam kamar tersebut, membuat Rafael semakin mempercepat gerakannya. Suara desahan Julia bercampur dengan suara tepukan tubuh mereka. Rafael bisa merasakan bahwa ia sudah berada di puncak, begitu juga dengan Julia. Dan dengan satu sentakan, Rafael memenuhi Julia dengan miliknya, membuat wanita itu meringkuk merasakan miliknya mengalir masuk ke dalam dirinya.
Rafael membuka matanya, menatap wanita di depannya yang bernapas terengah. Matanya masih terpejam dan dadanya bergerak naik turun. Kulit putihnya begitu bersinar oleh cahaya matahari yang menerobos masuk melalui atap kaca di atas mereka. Julia menolehkan kepalanya ke depan dan membuka matanya, menatap Rafael yang masih setia menatap dirinya. Rafael mencondongkan tubuhnya dan menciumnya lembut.
“Kau belum menjawab pertanyaanku,” kata Julia pelan.
“Aku tidak mendekati siapapun.”
“Tapi wanita-wanita itu mendekatimu.”
Julia tahu Rafael tidak akan peduli dengan wanita-wanita di luar sana yang mencoba mendekatinya. Tapi tetap saja, ia tidak ingin wangi parfum yang memuakkan dari wanita-wanita itu harus menempel pada mate-nya. Julia bisa tahu dari wangi tersebut bahwa wanita-wanita itu memakai begitu banyak parfum untuk bisa mendekati Rafael hingga baunya begitu memusingkan, apalagi penciuman serigala begitu tajam.
“Aku sudah mandi untuk menghilangkan baunya,” kata Rafael.
“Bagaimana jika wanita-wanita itu terus memaksa untuk mendekatimu dan memakai lebih banyak parfum?”
“Apa sekarang bauku seperti mereka?”
Julia terdiam, lalu hidungnya mencium udara di sekitarnya. Memang benar bahwa Rafael tidak memiliki bau parfum itu lagi, justru sekarang Rafael memiliki bau dirinya yang begitu tajam karena seks yang baru saja mereka lakukan. Seketika kedua pipi Julia langsung memerah. Rafael mencondongkan tubuhnya dan membisikkan sesuatu di telinganya.
“Aku akan bercinta denganmu setiap hari, setiap menit, setiap detik, sampai hanya baumu yang memenuhi tubuhku.”
Julia menelan ludahnya. Rafael menarik tubuhnya kembali dan menatap mata Julia. Hanya dengan menatap mata kuning tajam itu, Julia bisa merasakan bahwa miliknya kembali basah. Hanya dengan mencium udara, Rafael bisa mengetahuinya. Dengan perlahan, Rafael memasukkan jemarinya kesana, membuatnya terkejut. Julia memejamkan mata dan menggigit bibir bawahnya, menahan desahan yang keluar dari mulutnya karena jemari Rafael yang bermain di dalam miliknya yang sudah sangat basah.
Julia membenamkan kuku-kukunya di kulit bahu Rafael. Hanya dengan permainan jemari pria itu, ia sudah bisa merasakan puncak kenikmatannya yang kedua hampir datang. Seolah merasakannya, Rafael segera menarik jemarinya keluar, membuat Julia membuka matanya dan menatapnya bingung bercampur kecewa. Rafael menciumnya, dan satu tangannya membuka kaki Julia. Rafael memasukkan miliknya dengan perlahan ke dalam Julia, membuat Julia membuka mulutnya karena terkesiap. Ketika ia merasakan milik Rafael sudah masuk ke dalam dirinya sepenuhnya, Julia membuka matanya dan menatap Rafael.
Julia mengangkat kedua tangannya dan menyentuh wajah Rafael. Jemarinya lalu menyentuh matanya. Julia sudah banyak mendengar rumor tentang bagaimana Werewolf Voref yang memiliki tatapan mematikan dan bisa membunuh hanya lewat tatapan itu, tapi yang Julia lihat sekarang adalah tatapan lembut yang dipenuhi dengan cinta. Julia lalu melarikan jemarinya turun ke bibirnya.
“Julia…”
Bibir itu tiba-tiba menyebut namanya, membuatnya terkejut dan kembali menatap mata kuning itu. Rafael mungkin memiliki tatapan yang tajam, tapi Julia tahu tatapan itu berubah menjadi lembut hanya saat menatapnya. Julia mencondongkan tubuhnya dan mencium bibir Rafael, membuat pria itu terkejut karena keberaniannya yang tiba-tiba. Tapi ia membiarkan Julia mengambil alih ciuman tersebut, membawanya ke dalam ciuman yang lembut dan sedikit canggung. Rafael lalu menggerakkan tubuhnya, membuat Julia menghentikan ciumannya dan mendesah. Rafael bergerak seraya telinganya fokus mendengar suara desahan Julia. Ia bergerak tidak terlalu cepat, namun juga tidak terlalu lambat.
Rafael ingat bagaimana pagi ini Rey mendatanginya ke rumah dan mengajaknya pergi ke hotel untuk mengurus sesuatu dengan Manajer disana karena ia sendiri jarang mau mengurus urusan hotel tersebut. Ia merasa kesal karena harus meninggalkan mate-nya dan masih ingin mendekapnya, tapi ia juga tahu ia tidak bisa menolak permintaan Rey. Ketika dalam perjalanan, Rey selalu menanyakan siapa mate-nya karena bau tubuhnya bercampur dengan bau Julia, namun ia tidak mengatakan apapun dan Rey juga tidak menanyakan lebih lanjut karena tahu ia belum ingin mengatakannya. Ia bersyukur akan hal itu karena Rey masih sedikit mengerti dia dibandingkan Rolando. Ketika mereka sampai di hotel, Rafael bisa merasakan tatapan mata para manusia wanita yang menatap mereka berdua. Kebanyakan, orang-orang yang bekerja disana sudah tahu bahwa Rey sudah beristri dan memiliki anak. Namun masih ada saja beberapa wanita yang mencoba mendekati kakak pertamanya itu. Rafael ingat bagaimana wanita-wanita yang memiliki bau menyengat dari parfum yang mereka kenakan itu mencoba mendekatinya dan berbicara dengannya. Beberapa dari mereka bahkan mencoba menyentuhnya. Ia ingat salah satu dari mereka berbicara dengan nada yang menggoda agar mendapatkan perhatiannya dan dia memiliki mata biru. Saat melihatnya, ia menyadari bahwa mata biru milik Julia lah yang terindah. Meskipun ia memakai kacamata hitam untuk menutupi warna matanya, ia tahu bahwa mata biru milik wanita itu tidak semenarik milik Julia. Ia ingat bagaimana mata birunya bersinar di bawah cahaya rembulan saat mereka bercinta di dekat danau, dan bagaimana kulit putihnya yang bergemerlapan karena air yang menempel di tubuhnya. Hanya dengan mengingat itu membuat Rafael hampir mengeras, dan ia ingin cepat kembali ke rumah untuk melihat Julia.
Ia juga sempat mendengar pembicaraan dari wanita-wanita disana yang membicarakan soal dirinya, bahwa ia hampir tidak pernah bicara kecuali pada kakaknya atau ketika ia memerlukan sesuatu. Ia sudah terlalu sering mendengar itu karena ia memang tidak suka terlalu banyak bicara dan hanya bicara seperlunya. Mereka yang bekerja disana tahu bahwa dirinya masih lajang dan tidak tertarik pada siapapun. Karena itu banyak wanita yang mencoba mendekatinya dan berharap bahwa ia akan tertarik pada salah satu dari mereka, meskipun mereka sudah tahu bahwa dirinya sulit tergoda dan didekati. Ia ingat saat wanita-wanita itu menyebut dirinya the Silent Prince karena sikapnya itu.
Dengan satu sentakan, Rafael kembali memenuhi Julia dengan benihnya, membuat wanita itu mengeluarkan desahan puas. Rafael mencium keningnya, matanya, pipinya, lalu bibirnya. Dia tersenyum dalam hati. Untuk beberapa alasan, dia menyukai sebutan itu karena itu memang cocok untuknya.