End

1185 Words
Relakan dia yang tidak mau di ajak bahagia. Relakan dia meski cinta masih didada. (Farasya Zahid) Benar kata orang, cinta itu tidak harus memiliki. Yah seenggaknya filsafat itu yang gue anut saat ini. Setelah mendengar perasaan Deanova, gue menyadari satu hal. Cinta itu tidak untuk menyakiti. Bila tidak yakin untuk membahagiakan, lebih baik kita tinggalkan. Oh sorry, dua hal rupa nya.hem Gue mengacak rambut gue kesal saat itu di dalam kamar kos gue. Rasanya otak gue sangat penuh. Gue cinta dengan Nova, Nova pun sama, tragisnya gue harus menerima kenyataan bahwa gadis itu malah menolak gue karena impian gue. Gila memang, gue benci situasi itu. Gue seolah diberi dua pilihan, mimpi gue atau cinta gue. Dan sialnya Nova justru telah membantu gue bahkan mengatur untuk gue memilih impian gue. Hem, karena jikapun gue memilih cinta gue, cinta itu sudah jadi milik orang lain. Oh my God. Yah, gue memang harus memilih impian gue, impian dari mama gue, membanggakan keluarga gue. Deal gue akan tetap berangkat, toh Nova juga tidak akan menghalangi gue. Gue mengambil ponsel gue yang tergeletak begitu saja di nakas. Gue mencari kontak Nova, dan mengirimkan pesan. "Va, hari Senin kamu Dateng ke sidang aku kan?". Lima menit berlalu. "Iya, InshaAllah". Balasnya kemudian. "Bawa bunga don't forget", gue tambahkan icon senyum disana. "Ok, tenang aja!". "BolEh request nggak sih, bunganya di ganti rokok LA gitu?". "Nggak akan!". "Pelit, aku bunga buat apaan coba?". "Ya nggak rokok juga kali". "Yaudah kalau gitu, selain bunga ya". "Nggak janji". Tutup Nova lagi. Ruang Sidang Mahasiswa UMS Satu jam lebih tiga menit gue menghadapi tiga dosen pembimbing dan lima dosen penguji. Seperti yang gue perkirakan kedelapan orang didepan gue memberi apresiasi yang sangat baik. Nilai A mudah saja gue dapet dari mereka. Karena memang proyek yang gue kaji dalam skripsi benar-benar baru dan punya banyak manfaat untuk masyarakat. Senyum gue terangkat saat gue membuka pintu sidang. Jika mahasiswa lain akan bersorak gembira atau menangis sedih ditemani sahabat dan orang tercinta. Sedangkan gue hanya mengharap satu nama, namun sepertinya dia tidak ada. Gue harus apa selain tersenyum, yah itung-itung belajar tanpa dia. Ckck. Namun siapa sangka baru tiga langkah gue berjalan meninggalkan ruang itu. Nova datang membawa sesuatu yang terbungkus dengan kain berwarna putih dengan pita ungu. "Luluskan, luluslah, lulus donkk". Nova menggoda gue dengan kerlingan nakalnya. Gue hanya tersenyum kecil, senyum karena bahagia ternyata ada dia di sini. "Iyaaaa". Jawab gue senang. "Nih pesenan kamu", Deanova ngasih gue ayam goreng yang disusun cantik dalam buket. Beneran kado kelulusan yang unpredictable Kita tertawa bersama, bahkan beberapa mahasiswa yang ada di tempat itu ikut tertawa melihat buket ayam tepung goreng yang gue dapet. "Gokil banget sih kamu Va". Nova tertawa lagi, "tapi suka kan?". "He em, suka banget, ayo kita selesaikan!", Gaya gue sok memerintah. Belum sempat kami pergi dari tempat itu, Miss Chandra Dateng menghampiri kami, "waw Farasya Zahid dapet buket ayam goreng, eh salah buket paha ayam goreng dari girlfriend tersayang, remember able banget ini ya". Dosen gue itu ikut antusias melihat buket yang gue bawa. "Cuma agak berminyak sih ya!", Lanjutnya lagi. Lalu kami tertawa. Gue dan Nova hanya nyengir kuda lalu berpamitan, ya bukan apa-apa, gue males aja ma ini dosen satu, selain kepo overdosis, ni dosen seneng banget ngejodohin kita berdua. Kalau dulu sih gue seneng-seneng aja. Lha kalau hari itu, malah jadi salting sendiri kita sih. Di taman edu park kampus dua UMS. G ue dan Nova duduk di dekat danau yang dijadikan habitat hewan-hewan air yang hidup liar disana. Taman itu memang juara bagi gue. Hawa segarnya seolah gue sedang berada di pegunungan saja. Apalagi kicauan burung liar yang semakin membuat tenang. Nova duduk membawa empat bungkus nasi dan satu bungkus besar sambel geprek dan beberapa saus kemasan yang dia dapat dari restoran ayam tepung yang dia jadikan buket buat gue. "Well, let's start the party", sorak Nova sesaat setelah membasuh tangannya dengan air mineral. Seperti biasa Nova akan melahap sambel yang bagi gue nggak banget itu, sedang gue sendiri membalurkan saus tomat pada ayam gue. Kami menikmati makan siang itu dengan suka cita, makan siang yang mungkin akan kami rindukan. "Va, next week aku ke Jakarta". Gue mulai membuka pembicaraan. "Oh ok, mau ziarah ya?". Balasnya usai mengunyah ayam gorengnya. "Salah satunya". "Balik sini kapan?, Pas wisuda atau  gimana?". Gue mengambil air mineral yang Nova siapkan untuk kami, lalu menenggaknya perlahan. "Emm,baliknya kalau gue dari Sydney. Aku nggak ikut wisuda". Nova terdiam sejenak lalu melahap makanan miliknya, "ohh". Katanya. Kami diam beberapa saat, memikirkan apa yang harus kami bicarakan. Rasa tidak rela tiba-tiba hadir didada gue, manusiawi bukan, karena gue akan meninggalkan orang yang gue sayang. Sedangkan Nova, entah apa yang dia rasakan, lega atau tak rela seperti gue.. "Sya, kamu baik-baik disana ya". Tiba-tiba Deanova memandang gue tajam. "Iya, Va. Kamu juga baik-baik ya disini, sama tunangan kamu, siapa namanya, Bayu ya?". Gue netralkan degup jantung gue melihat mata Nova saat itu. Nova mengangguk kecil, mimik mukanya berubah sedikit pilu.. hidungnya memerah mungkin menahan air mata. "Ceritanya kamu udah terima ya sama keputusan aku Sya?". Nova berbicara tanpa melihat wajah gue. "Ya mau gimana, cinta kan nggak harus memaksa, cinta itu merelakan dia bahagia, aduhh sok bijak banget gue Va", gue terkekeh geli dengan kalimat gue. Nova ikut tersenyum, "Alhamdulillah deh Sya kalau gitu, aku tenang jadinya, nggak merasa bersalah banget". "Jadinya ntar kalau ada yang tanya, aku siapanya kamu?, Kamu jawab apa Va?". Tanya gue sedikit menggoda. "Apa ya, sahabat rasa cinta", Nova terkekeh geli. "Nggak kebalik tuh, cinta di rasa-rasain sahabat". Gue tertawa lagi. "Apaan sih, udah ya nggak usah mulai , ntar baper lagi", Nova mengusap tangannya ke lengan kemeja putih gue. "Mbak awas mbak minyak itu", gue menghindar dari tangan Nova tapi terlambat. Dia pun tertawa puas. "Sengaja!", Jawabnya singkat, "lha terus kalau ada yang tanya aku siapa?". Nova ikut berandai seperti gue. "Emm apa ya?, Jodoh yang tidak di takdirin kali ya". Gue dan Nova tertawa bersama, seolah hal ini sudah seperti bahan bercandaan kami. "Bisa aja sih, alay tau". Nova memukul lengan gue lagi. "Va, minyak ya Ampun, ah kamu", gue membersihkan lengan gue dengan tisu. "Gaya bener sih", kata Nova dengan senyum masih di bibirnya. "Ya mau gimana lagi coba, ngenes nggak sih aku Va?". Tanya gue ngegantung meski dengan nada bercanda. "Kenapa?". "Selama ini aku hanya Jagain Jodoh Orang". Kami pun tertawa lepas bersama. Siang itupun kami habiskan bersama. Karena mungkin ini akan jadi yang terakhir kalinya. Kami lepaskan rasa rindu kami, berharap waktu tidak akan bergerak, waktu tetap seperti ini. Tapi siapa kami, hanya makhluk yang menjalankan takdir Illahi Rabbi. ==================End=========== Akhirnya selesai juga ya gaes... Oiya bisa di lanjut di sequelnya ya, Before the destiny. Kisah Deanova dan Bayu tunangannya. Sedikit cerita aja, mereka berdua nih beda usia, beda latar belakang, beda kepribadian. Bakal seru nih gaes.. pantengin ya.. Thanks buat yang udah pantengin nih cerita. Vote and comment ya gaes. Love you... Follow Ig :Dyah Vita K Add sss : Dyah Vyta Semua cerita bisa didapatkan juga di KBM APP store a gaes, dengan nama Author Dyah Vita K8. Juga di w*****d dengan nama author DyahK8. Makasih

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD