PROLOG

975 Words
London, Inggris, Darius sedang berada di salah satu klub malam eksklusif bersama teman-temannya saat seorang gadis cantik tiba-tiba mendarat di pangkuannya. Mereka terbiasa berkumpul minimal satu kali dalam sebulan dan hanya ada satu wanita yang bersama mereka, yaitu Christine yang merupakan adik Raphael, teman dekatnya. Wanita itu membantu Raphael untuk mengurus perusahaan keluarganya. Semua orang tahu kalau Christine menyukai Darius, karena Janda satu anak itu memang menunjukkannya dengan terang-terangan. Kalau bukan karena pertemanannya dengan Raphael, Darius pasti sudah mengenyahkan wanita tidak tahu malu yang sedang duduk di sebelahnya ini, yang sekarang tangannya dengan sengaja mengelus paha Darius. Darius menatap dingin pada Christine yang membalas tatapannya dengan senyum menggoda yang membuatnya sangat jijik. Saat dia bermaksud untuk menepis tangan Christine, sebuah b****g mendarat di pangkuannya, tepat dan akurat menindih tangan Christine, yang membuat Christine langsung menarik tangannya seraya memekik kesakitan. "Kau ...!" tuding Christine marah sambil memegang tangannya yang sakit. Begitu juga dengan Darius yang hampir saja melempar siapapun wanita di depannya yang dengan berani duduk di pangkuannya, tapi tangannya berhenti saat dia mendengar wanita itu berkata dengan bahasa Ayahnya. “Om Darius, aku sudah lelah,” kata gadis itu dengan suara manjanya. Wajahnya terlalu belia untuk disebut wanita dewasa. Dia merasa familiar dengan nada suara manja ini, tapi pemilik suara ini seharusnya berada di Jakarta, yang jaraknya hampir dua belas ribu kilometer dari tempatnya sekarang berada. Dia memicingkan matanya menatap gadis yang masih duduk di pangkuannya itu, yang sekarang malah mengalungkan kedua tangan gadis itu, di lehernya. Gadis itu sekarang balas menatapnya manja, dan dengan sengaja mengedip-ngedipkan matanya. Dan yang pasti, gadis itu sama sekali tidak terintimidasi oleh tatapan dingin mematikannya. Gadis itu memiliki wajah khas orang asia yang sangat cantik. Wajah berbentuk hati dengan mata besar dan bulu mata lentik, hidung mancung dan bibir kecil tapi penuh. Wajah cantik itu dibingkai rambut yang di cat ungu pastel, yang membuat penampilannya mirip karakter anime Jepang atau artis K-pop. Walau sudah hampir tiga tahun mereka tidak bertemu dan banyak perubahan pada diri gadis itu, ditambah make up yang sekarang menghias wajah cantiknya, Darius tidak akan lupa pada wajah gadis itu. “Morin?” tanyanya ragu walau dia sudah meyakini jati diri gadis itu. Dan dia dihadiahi senyum indah gadis itu, disertai ciuman di pipi kiri dan kanannya. Hal itu tentunya membuat teman-teman Darius terkejut, namun dia mengabaikan reaksi semua temannya karena terlalu terkejut akan kemunculan gadis itu disini! “Sudah kuduga, Om pasti akan mengenaliku!” seru Morin senang. Dia masih menggunakan bahasa ibunya. “Apa yang kamu lakukan disini?” Darius memicingkan matanya dan menjawab dengan bahasa yang sama. “Memang ngapain orang ke klub malam, Om?” jawab gadis itu polos. Kalimat pertanyaan balasan itu membuat Darius memperhatikan pakaian Morin. Dress mini ketat yang membalut tubuh gadis itu yang sekarang sudah sangat berlekuk. Paha jenjang gadis yang dia ketahui baru berusia tujuh belas tahun itu, sekarang terpampang di pangkuannya dan membuat emosinya mencuat naik. “Ayo pulang!” perintah Darius. Dia tidak mau tubuh keponakannya ini dilihat banyak pria mata keranjang. “Iya, Om, kan tadi aku bilang aku juga sudah lelah,” jawab Morin manja yang membuat Darius semakin memelototi gadis itu. Dari perkataan Morin, berarti gadis itu sudah sejak tadi ada disini dan tadi menghampirinya karena mengenali dirinya. Morin berdiri dari pangkuan Darius dan Darius juga langsung bangkit. Dipikirannya sekarang, dia harus membawa keponakannya ini keluar dari tempat ini sesegera mungkin. Darius kemudian mengambil jaketnya dari sandaran kursi dan menyampaikannya pada tubuh Morin, membuat tubuh gadis itu tenggelam di jaketnya dan gadis itu malah tersenyum semakin mains padanya. Interaksi mereka tidak lepas dari pandangan semua yang ada di meja itu. Mereka semua sejak tadi hanya diam menunggu dengan penasaran, apa yang akan dilakukan Darius pada wanita yang dengan berani duduk di pangkuan pria itu? Bukan hanya duduk di pangkuan, tapi wanita itu juga mencium Darius dan bersikap manja pada pria itu! Darius dan wanita bagai kutub utara dan selatan. Semua orang di dunia ini tahu, kalau CEO Volle Group itu sangat tidak suka didekati oleh wanita. Darius tidak pernah berlaku manis pada wanita manapun, dan karenanya, mereka sangat penasaran pada sosok di depan mereka ini, yang bisa bersikap manja pada Darius dan mendapatkan perhatian pria itu. “Tunggu Darius, kamu mau kemana?” tanya Christine penuh kecemburuan. Dia akhirnya sadar dari keterkejutannya saat melihat Darius hendak pergi setelah memakaikan jaketnya pada gadis itu. Tidak pernah sekalipun dia melihat Darius peduli pada seorang wanita dan sekarang, Darius bersikap lembut dan terlihat melindungi pada wanita itu! Siapa wanita itu? Bahkan wanita itu lebih terlihat seperti anak sekolah daripada wanita dewasa. Jadi tidak mungkin wanita itu adalah kekasih Darius! “Pulang” jawab Darius sambil lalu. “Tapi kita kan belum lama disini,” kata Christine tidak terima, dia mendelik marah pada wanita berambut ungu yang sedang bergelayut di tangan Darius. Gadis itu memandang remeh padanya dan malah menyatukan jemari tangannya dengan jemari Darius, membuatnya semakin marah dan cemburu! “Tidak ada yang menyuruhmu pulang. Mereka masih disini,” jawab Darius cuek sambil menunjuk dengan dagunya ke arah teman-teman mereka yang masih menatapnya tidak percaya, mata mereka sekarang terarah ke tangan Darius dan Morin yang bertautan. “Hm ... Darius, apakah kamu tidak mau memperkenalkan temanmu yang cantik ini pada kami?” tanya Walter, salah satu temannya yang akhirnya bisa bersuara, yang langsung disambut dengan suara riang Morin. “Kenalkan, namaku, Morin, aku sugar babynya uncle Darius,” Kalimat itu membuat semua orang disana terperangah, termasuk Darius yang langsung melotot pada Morin. Sebelum Darius bisa menyanggah perkataan Morin, gadis itu sudah kembali berujar. “Karena aku sudah lelah, jadi kami pulang duluan ya. Silakan kalian melanjutkan bersenang senangnya,” lanjut Morin masih dengan suara riangnya. Dengan percaya diri, dia langsung menarik tangan Darius agar mengikuti langkahnya dan meninggalkan teman-teman pria itu yang masih terganga dan memperhatikan kepergian pasangan itu hingga hilang dari pandangan mereka. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD