Bab 54. Awal Mula Teror

1038 Words
Aku melihat kaca ruangan rias ini masih ada tulisan merah yang bertuliskan you're next. Sepertinya ditulis dengan lipstik selanjutnya mataku beralih melihat buket bunga yang dipegang oleh Will. Buket bunga itu terdiri dari puluhan bunga mawar putih yang telah dipenuhi oleh cairan berwarna merah. Darah kah? Will mengendus buket bunga itu. Mempelajari baunya. Ia mengernyit dan berkata, "ini cuma sirup." Seketika hal itu membuat sebagian para gadis merasa lega. Buket bunga merupakan hal biasa yang didapat para penari selepas tampil. Para penari seperti kami biasanya mendapat fans, terkadang memang kelakuannya sedikit menganggu. Tapi belum pernah ada kejadian seperti ini. Wajah Joy berangsur-angsur kembali seperti sedia kala. Ia mengambil buket bunga dari tangan Will. Agaknya tidak percaya dengan kesimpulan yang Will berikan. Joy membaui buket bunga itu. "Tidak bisa ku percaya, dasar orang gila." Joy mengumpat dan meletakkan buket bunga itu ke meja. Tetesan cairan merah kental mengalir dari atas buket bunga itu menuju ke tangkai, mengenai tangan Joy. Seketika ia berkata, "yuck, tanganku lengket." "Dasar bisa-bisanya ada orang iseng begini," ujar gadis berdada besar.  "Kirain darah," ujar gadis berpinggul besar. "Mengagetkan saja," ujar gadis berhidung besar. "Huuh menyebalkan." Kasak-kusuk terus terdengar. Beberapa para gadis pergi. Membubarkan kerumunan. Scarlet terbangun dari duduknya. Ia bergerak menuju buket bunga itu. Mengamati sebentar buket bunga itu. Mengaduk-aduk bagian atasnya. Menenggelamkan tangannya pada kubangan cairan merah. Menarik keluar sebuah benda berbentuk persegi tipis. Selembar kartu ucapan. Wajahnya berubah. Ia melirik ke padaku dan berkata, "Angel ini untukmu." Ia menyodorkan kartu ucapan itu. Di dalamnya tercetak dengan huruf kapital dan berukuran besar. ANGEL KAMU SELANJUTNYA. Kakiku terasa lemas. Semua mata terarah padaku.                                                                                             *** Aku menari. Menurunkan bokongku dan menariknya kembali dengan tempo yang telah kuatur. Mengikuti lantunan lagu. Tanganku berpegangan pada tiang bersiap hendak memutarinya. Semua mata mengarah padaku. Sama seperti tadi. Sewaktu Scarlet membaca isi kartu berlumuran sirup merah. Setelahnya mereka bubar. Joy meremas bahuku dan berkata, "berhati-hatilah." Aku mengangguk waktu itu. Kami sepakat tidak melaporkan kejadian ini ke polisi karena menganggap ini hanya kerjaan orang iseng belaka. Lagipula itu cuma sirup golden dengan campuran tiga macam pewarna makanan, merah, biru, kuning dan beberapa tetes larutan tepung maizena sehingga membuat sedikit kental. Seperti darah. Aku baru tahu hal itu dari Joy. Sewaktu kecil dulu ia pernah membuat itu untuk mengerjai cewek sombong yang bertingkah seperti ratu.  Namun siapa lelaki yang menaruh buket bunga itu. Itu yang terus bergelanyut di benakku. Pria yang sama yang menguntitku kah? atau orang lain,  Joy hanya mengatakan ia melihat sosok itu memakai pakaian serba hitam yang menutupi seluruh permukaannya, baik itu tubuh, wajah, rambut, Kaki dan tangannya. Joy melihat hanya sekilas. Seperti bayangan hitam. Sehabis aku berlari keluar dari ruang rias, Joy baru sampai pintu ruang rias dan melihat sosok bayangan itu dari dalam ruang rias lalu menghilang dalam sekejap mata. Berarti aku dan sosok hitam itu berada dalam satu ruangan yang sama dan aku tidak menyadarinya. Bersembunyikah dia di pojok-pojok ruangan atau di balik pintu. Aku tidak bisa membayangkannya. Apalagi kalau ia membawa pisau. Menurut Joy orang itu terlihat menghilang di lorong gudang yang memberi akses lebih cepat ke pintu depan. Will dan Jack sudah menelusuri lorong gudang itu. Menggeledah namun nihil tidak berhasil menemukan jejaknya.   Lantas bagaimana orang asing itu bisa masuk? Pintu ada tiga. Dua di depan dan satu di  belakang. Pintu belakang tetap terkunci. Akses keluar masuk karyawan kelab tetap dari pintu depan. Karena pintu depan terdapat dua. Maka salah satu berfungsi sebagai pintu karyawan. Terkadang tamu VIP atau penampil khusus seperti artis terkenal masuk melewati pintu khusus karyawan. Untuk jam sebelum jam masuk reguler, pintu yang dibuka hanya satu, pintu karyawan yang tentunya dijaga oleh pria berbadan besar-Will. Kalau tidak dari pintu depan kemungkinan yang lain hanya melewati jendela di kamar mandi? ada satu jendela yang bisa membuat orang keluar dari kelab ini tanpa lewat pintu. Namun kalau melakukannya dari luar terbilang cukup sulit. Harus menggunakan alat bantu dan sedikit sempit. Belum apabila memperhitungkan resiko ketahuan. Dari luar akan susah memprediksi adakah orang di dalam yang berada di kamar mandi sehingga dengan mudah memergokinya. Entahlah aku masih tidak dapat membayangkan bagaimana caranya ia dapat keluar masuk. Pertanyaan demi pertanyaan itu menjalar hebat di otakku. Menimbulkan teka teki liar yang tidak menemukan jawabannya. Otakku masih berkutat dengan sosok bayangan hitam itu sampai mataku menangkap seorang pria yang sangat tidak asing. Pria itu memperhatikanku tajam dari tempat penonton. Ia menatap lurus padaku. Tatapannya mengingatkanku pada seseorang dari masa lalu. Seseorang yang ku kagumi sekaligus seseorang lain yang sangat ku benci. Halbert dan...orang itu. Lelaki itu. Mau apa dia berada di sini? Hendak mempermalukanku? Mengolok-olokku? Aku tidak tahu. Apakah dia juga tidak tahu aku berada di sini? Untuk apa dia ada di sini? Atas dasar apa? Apa memang ini hobi tersembunyinya? Hobinya di waktu malam. Menikmati tubuh wanita telanjang yang secara sukarela meliuk-liukan badan berharap dihujani dolar. Dolar dari para pria seperti dia? Tidak dapat ku percaya. Tidak bisa ku bayangkan. Pria yang membuatku menaruh hormat padanya. Pria itu bernama...James...James Quinn. Mr Quinn. Aku menundukkan muka darinya. Mengalihkan pandangan. Berganti memandangi seorang bapak tua yang menegak minuman langsung dari botolnya. Pandangan bapak tua itu menyiratkan hasrat ingin bermain denganku. Ia menggaruk-garuk perut besarnya. Melihatnya membuatku mual. Apalagi jika tahu apa isi dalam kepalanya padaku. Bisa ditebak sesuatu yang menjijikan. Aku tidak kuasa melihatnya lama-lama. Pandanganku beralih lagi pada James Quinn. Ia masih sama. Hanya saja rambutnya sedikit gelap. Sepertinya ia mewarnainya. Membuatnya sedikit terlihat berbeda. Namun garis rahang tegasnya dan mata hijau yang dalam. Membuatku tidak bisa melupakannya. Ia seperti singa. Dalam diam menerkam tubuhku seutuhnya.  Ketika bersiap hendak pulang, aku sengaja menunggu Scarlet agar dapat pulang bersama. Ia masih sibuk membersihkan meja bar dan mengitung total penjualan. Biasanya butuh waktu lebih lama setengah sampai satu jam. Aku Menunggu Scarlet di luar sambil menyalakan rokok. Sampai suara berat membuat rokok yang belum ku nyalakan terjatuh.  "Kamu bekerja di sini sekarang Angel?" James Quinn. Ia memandangiku dari atas ke bawah dan berjarak sangat dekat. Aku bisa mencium aroma parfumnya. Citrus dan mint. Perpaduan aroma itu terasa sangat mencolok. Mengingatkanku pada sosok pria...yang membuntutiku... 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD