Bab 32. Detektif Bruce

1084 Words
DETEKTIF BRUCE                                                                                                                                                                               Prisscot sudah tidak aman. Semenjak penemuan mayat seorang gadis belia di tempat pembuangan mobil. Seketika membuat gempar kota kecil itu. Kota yang terkenal dengan keindahan alamnya. Kecantikan  tenggelamnya matahari. Debur ombak yang menggulung tinggi, musim panas yang lebih panjang, keanekaragaman kuliner yang khas dan wanita-wanita yang cantik.                            Gadis belia itu mati dengan kondisi leher dicekik oleh tali tampar. Kondisi yang sama dengan gadis kedua. Namun disekujur tubuhnya penuh dengan luka goresan benda tajam. Ia memiliki rambut brunnete, mata hijau tua, secara tampilan fisik berbeda dengan gadis kedua. Gadis pertama ini masih belum ditemukan identitasnya. Sudah disebarkan ke seluruh kepolisian di wilayah Prisscot, belum ada yang mengkonfirmasi mengetahui identitas gadis malang itu. Ia dilabeli Jane Doe, sebagai mayat tidak di kenal.                                                                                                                                                                                      Sebelum penemuan mayat kedua, hanya detektif Bruce yang ditugaskan untuk menyelidiki penyebab kematian. Bruce merupakan detektif senior yang memiliki reputasi yang bagus dalam penangkapan pelaku pembunuhan. Ia pernah menangani kasus pembunuh berantai belasan tahun yang lalu. Kasus pencekik gila. Kasus yang melambungkan namanya. Rencana promosi menjadi sersan sudah di depan mata. Namun takdir berkata lain, setelah kasus itu ia menangani kasus pembunuhan dua orang gadis oleh gembong mafia narkoba. Dimana melibatkan para detektif di bagian narkoba. Salah satu korban ada yang selamat. Korban itu yang membantu penangkapan. Karena intensitas bertemu yang tinggi, Bruce terlibat urusan asmara dengan gadis itu. Gadis yang ternyata berusia 15 tahun. Selama ini gadis itu berbohong perihal usianya. Detektif dibagian narkoba melaporkan skandal itu membuat karir Bruce seperti berjalan di tempat.                                       Penugasan Opsir Sam dari bagian asusila dikarenakan mayat gadis kedua seorang stripper. Seorang polisi junior yang digadang-gadang akan cepat kenaikan pangkatnya dikarenakan ayah tirinya seorang kolonel. Meski sebagai polisi di bagian asusila, opsir Sam tidak mengenal Chrystal. Ia mengelak dengan berpendapat, "Hey jangan salahkan aku, tiap hari ada saja cewek baru. Mana aku hafal." Tidak mengenal sebagai Chrystal namun mengenal Jessica Garner, nama aslinya. Bisa dibilang sama saja, sehingga mempermudah penyelidikan. Penugasan opsir Sam ini juga sebagai awal karirnya yang nantinya akan mendapat promosi sebagai detektif di bagian pembunuhan. Kekurangan personil di bagian pembunuhan juga salah satu isu kepolisian Prisscot. Ditambah lagi Bruce mengajukan pensiun dini. Kalau disetujui ia akan pensiun akhir tahun ini.  Bruce memencet bel di pagar rumah besar yang dilengkapi dengan mikrofon dan kamera. "Siapa?" terdengar suara dari speaker kecil. "Detektif Bruce." Bruce mengambil lencana tanda kepolisiannya. Memperlihatkan ke kamera. "Apa kamu datang ke sini perihal kematian putriku?" Suaranya terdengar bergetar. Begitu parau. "Bisa dibilang begitu," ujar Bruce dengan tegas. "Tadi Sam sudah kesini, menanyakan hal itu, bisa tanyakan pada." Kegetiran nampak jelas dari suaranya.  'Sialan Sam, kenapa bocah itu tidak bilang-bilang. Bukannya sudah ada pembagian tugas, dia harusnya bertanya pada orang-orang yang bekerja di kelab tempat Chrystal bekerja.' Tidak kehabisan akal, Bruce mengeluarkan selembar kertas berisi coretan tangan dihiasi gambar-gambar kecil di sudut- sudut kertas. Bruce berkata, "ini surat dari Chrystal yang ditujukan untukmu." Ada jeda lama di sana. "Masuklah." Suaranya bergetar. Pintu pagar tinggi itu otomatis terbuka. Bruce melangkahkan kakinya melewati halaman depan rumah yang ditata dengan apik. Setelah surat itu berpindah tangan dan berada di pangkuan seorang wanita yang masih kelihatan muda. "Apa yang mau kamu tanyakan?" " Sebelumnya saya turut berduka atas meninggalnya Jessica Greener. Kami dari kepolisian Prisscot utara akan membantu mengusut pelaku yang menewaskan putri anda," ujar Bruce berwibawa. "Aku minta tolong cepat temukan pelaku keji itu, aku tidak mau menimpa keluarga yang lain," ujar Mrs Greener dengan air mata membasahi pipinya. Namun tidak ada ekspresi kesedihan di mukanya. Muka tetap terlihat datar seperti tidak mengalami guncangan.  Dalam tangis menderunya ia berkata, " Jessica anak yang baik, sungguh." "Kami percaya Mrs. Greener. Bagaimana sekolahnya? Bagaimana teman-temannya? Adakah yang teramat membencinya?" "Sepertinya tidak ada, memang dia tidak mudah bergaul. Ia cenderung suka menyendiri. Aku bahkan tidak tahu kalau dia sering membolos dan kecanduan ah..." perempuan itu menangis lagi tidak dapat melanjutkan kata-katanya.  "Apa Jessica jarang pulang?" "Akhir-akhir ini jarang, ia selalu berkata menginap di rumah teman wanitanya, aku baru tahu juga kalau ia sering melompat pagar dan kabur diam-diam. Ibu macam apa aku," ujarnya lirih. Ekspresi wajahnya tetap sama. Bruce memperhatikan lebih jelas. Dahinya tidak berkerut, sekitar pipi juga tidak ada garis. Ah Botoks. Wanita ini memakai botoks. "Jangan menyalahkan diri Mrs Greener, kita tidak bisa memutar balik waktu." Setelah tangisan wanita itu mereda, Bruce bertanya, "apakah kamu tahu dia menyewa apartemen di pinggir laut?" "Tidak, aku dan suamiku sama sekali tidak tahu." Mrs Greener menggelengkan kepalanya. "Apakah dia pernah berkonsultasi dengan psikolog?" Pandangan mata Bruce berubah penuh selidik.  "Tidak...tidak pernah. Setahuku. Akh kenapa gadis remajaku menyimpan banyak sekali rahasia." Mrs Greener menutup wajahnya dengan kedua tangannya. "Bisakah aku melihat kamarnya?" tanya Bruce dengan nada suara berat dan dalam yang membuat orang lain segan untuk tidak menuruti permintaannya. Benar saja,  Mrs Greener mengangguk. Ia berjalan memimpin Bruce menuju kamar Jessica. Kamar berdinding putih yang minim pajangan dan hiasan dinding berkesan suram, dingin, tak ada kehidupan seorang gadis remaja. "Kamar ini aku biarkan seperti apa adanya." Mrs Greener membiarkan Bruce berjalan menjelajahi kamar Jessica. Bruce memutar memori dalam otaknya, TKP. Apartemen Chrystal. Sangat jauh berbeda. Dinding apartemen Chrystal penuh dengan poster. Poster anggota band, tengkorak, cowok-cowok seksi, artis-artis tahun 70-an, kolase foto-foto penampilannya di panggung. Mata Bruce berubah setajam elang, mengawasi seluruh isi kamar. Barangkali ada barang yang dapat menghantarkannya menuju hidung pelakunya. Tidak ada. Tidak ada buku harian. Tidak ada coretan-coretan. Bersih. Satu-satunya yang menarik perhatian Bruce adalah Laptop berwarna merah ditempeli sticker bertuliskan Jessica. "Bolehkan saya membukanya Mrs Greener?" Bruce menunjuk laptop itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD