Jessica Veranda

1662 Words
"Udah semua, Ve ?" Tanya Hendri saat Ve keluar dari dalam sambil membawa sebuah dus berukuran sedang. "Udah,Om " jawab Veranda. Hendri tersenyum hangat padanya, ia pun berlalu menuju mobil untuk memasukkan koper dan barang - barang Veranda. Ve menghela napas berat nya, ia memandangi rumah sederhana milik keluarga nya. Rumah yang penuh kenangan dari saat ia di lahir kan. Matanya menatap sendu, sungguh berat rasanya ia untuk meninggalkan rumah yang penuh kenangan. Tapi, sekarang ia hanya sendiri, sebatang kara. Ibu dan ayah nya telah lebih dulu pergi untuk selamanya. Tapi ia bersyukur, sahabat Papa dan Mama nya begitu baik. Ingin merawat nya melindungi nya, walau ia sama sekali tidak memiliki hubungan darah. Tapi, ikatan persahabatan kedua orang tua nya dengan Om Hendri dan istri nya sungguh erat melebihi saudara. "Ayo, Ve " ujar Tari, istri nya Hendri. Ve mengangguk. Ia pun membuka pintu mobil dan ikut masuk menyusul sepasang suami istri tersebut. Mobil alphart silver itu pun melaju meninggalkan pelantaran rumah Veranda. Membawa Ve pergi menuju hal yang akan menjadi masa depan nya. "Om, udah urus semua kepindahan kamu ke kampus yang baru. Jadi, lusa kamu udah bisa langsung masuk. " ujar Om Hendri. Veranda menoleh ke depan di mana Om Hendri duduk sedang mengemudi. "Makasih, Om " ucap nya dengan ramah dan juga terharu. Ia semakin merasa sangat beruntung dengan ada nya sahabat Papa nya ini. "Kamu jangan sungkan sama Tante atau Om, ya. Anggap lah kami ini juga orang tua kamu. Kamu sekarang tanggung jawab Tante dan juga Om " ujar Tante Tari, padanya. Ve tersenyum manis, mia mengangguk sungkan. "Iya, Tante " jawab Ve pelan. Ia kemudian mengalihkan matanya keluar jendela mobil. Menatap langit yang cerah siang ini di kota kelahiran nya. Ma, Pa. Ve akan baik - baik saja. Sahabat Papa dan Mama sangat baik. Terimakasih, Pa Ma Batin nya dengan terharu. Kembali ia melirik pada sepasang suami istri yang tengah berbincang santai. Sesekali ia menyaut jika di tanya. *** Mereka tiba ketika hari sudah gelap, Veranda turun dari dalam mobil. Matanya menatap takjub pada rumah besar bak istana di depan nya. Rumah bergaya modern, dengan dua lantai dan juga luas memanjang kebelakang. Tepat saat ia memikul ransel nya, sebuah mobil sport mewah berhenti di samping mobil Om Hendri. Ia memicing matanya pada pintu kemudi yang di buka. Dan muncul sosok pria tampan dalam balutan kemeja biru muda dengan penampilan rapi juga cukup menunjukkan kalau pria itu memang terkesan bersih dan juga rapi. "Nao," Ve menoleh pada Tante Tari yang berjalan menghampiri pria itu. "Ve, kenal kan ini putra sulung Om, namanya Nao" ujar Om Hendri padanya. Mengalihkan perhatian pria bernama Nao itu dari pelukkan ibu nya menjadi menatap nya. Ve sempat tertegun saat Nao tersenyum padanya, membuat Ve juga ikut tersenyum. "Hai.. Nao.. Em.. kamu lebih cantik dari pada di foto " ujarnya dengan senyum yang begitu manis. "Veranda " balas Ve ikut menjabat tangan kekar milik Nao. "Ayo masuk, kamu pasti lelah. Keynal, tolong bantu bawa koper Ve ke kamar nya " lerai Tari membuat Nao dan Ve melepaskan salaman mereka. "Siap, Nyonya besar " ucap Nao sembari menghormat seperti tentara. Ve tersenyum geli melihat tingkah Nao yang tidak mencerminkan usia dan juga pakaian yang ia kenakan. "Kamu ini " ucap Tari menepuk bahu anak nya. "Ayo Ve, kamu pasti butuh istirahat " ujar Tari merangkul Ve agar ikut masuk kedalam. Ve menurut, ia melangkah masuk kedalam rumah yang super mewah itu. Ve samakin di buat kagum akan ke mewahan di dalam nya. Semua benda mewah dan juga ruangan yang begitu luas. Tangga yang berada di tengah ruangan, Tari membawa nya ke lantai dua. Lalu berbelok ke kiri, "Yang ujung sana,kamar nya Nao. Tapi sebenar nya ia jarang pulang. Lebih suka di apartemen nya. Mungkin juga karena lebih dekat dengan kantor nya " jelas Tari menunjuk ke berlawanan arah. Ve mengangguk, ia memasuki sebuah koridor yang hanya bisa di lewati tiga orang, mungkin. Di ujung terdapat pintu kaca yang di tutupi gorden. Yang ia yakini kalau itu adalah balkon. Langkah mereka berhenti di depan sebuah pintu berwaran putih. "Ini kamar kamu sekarang " ujar Tari sembari membuka pintu nya. Ve melongok ke dalam, kamar itu simple luas dan juga megah. Entah kenapa kepala dengan sendiri nya menoleh ke belakang nya. Tepat nya, ke pintu putih yang tepat berada di sebrang pintu kamar nya. "Itu kamar Kinal, putra bungsu Tante. Adik nya Nao. " jelas Tari seolah mengerti dengan tatapan Ve. "Ck.. pasti anak itu belum pulang " lanjut sedikit berdecak. Ve tersenyum. " dia memang sedikit bandel " ujar Tari lagi, membuat Ve tersenyum lebar. "Dan juga galak " celetuk Nao yang datang sambil menyeret sebuah koper besar milik Ve. "Hus.. dia adik kamu " tegur Tari. "Ya ya.. aku tau. Aku belum amnesia, tapi benar kan. Anak Mama itu ganas kayak singa " ujar Nao mengikuti langkah ke dua nya masuk ke dalam kamar yang akan di tempati Veranda. "Nah, kalau kamu butuh apa - apa tinggal bilang aja ke aku. " ujar Nao setelah meletakkan koper di dekat lemari besar yang memiliki empat pintu. "Ini no aku, jangan lupa di catat " lanjut nya lagi meletakkn selembar kartu nama di atas meja yang ada di dekat lemari. Veranda mengangguk, Tari juga tersenyum senang melihat sikap ramah anak sulung nya. "Kamu istirahat aja dulu, pasti capek kan.? Tante harus nyiapin makan malam buat Nao dulu, " ujar Tari berpamitan. Veranda mengangguk, ia mengantar kan Tari ke depan pintu. Lagi - lagi matanya melirik pintu di depan kamar nya yang masih tertutup rapat. Dan kembali masuk kedalam kamar nya. Huft.. Ia menghela napas berat nya, mengitari mata nya ke seluruh ruang kamar nya yang luas. Ia tersenyum tipis, kamar ini sungguh nyaman. Seolah memang sudah tercipta untuk nya. Sebelum memutuskan untuk berberes ia memilih untuk membersihkan diri terlebih dahulu. *** Veranda baru saja selesai berberes saat pintu kamar nya di ketuk dari luar. Ia segera melangkah untuk membuka pintu. "Hai. Udah tidur ?" Sapa Nao, berdiri di depan pintu dengan pakaian yang sudah berganti menjadi kaus biasa dan dengan celana pendek selutut. "Belum, Kak. Ada apa ?" Jawab Veranda dan kembali bertanya. "Enggak, ini dari Mama. Katanya kamu suka minum s**u coklat sebelum tidur " ujarnya memberikan segelas s**u coklat. Ve tersenyum menerima gelas panjang itu. " makasih Kak, jadi ngerepotin " "Enggak kok, gak sama sekali." Ucap Nao dengan tenang. " sebenar nya masih mau ngobrol sama kamu, tapi karena udah malam, dan kamu pasti butuh istirahat. Jadi.. ya.. Good nigth aja deh " lanjutnya sembari menggaruk tengkuk nya yang tidak gatal. Ve lagi - lagi di buat tersenyum oleh sikap Nao. Ia mengangguk, dan Nao pun pamit untuk kembali ke kamar. Ve kembali masuk kedalam kamar nya setelah Nao tidak lagi terlihat. Ia menutup pintu dan meminum sedikit s**u yang di bawa Nao barusan. Bia berjalan menuju nakas untuk meletakkan gelas. Dan kemudian kembali beralih menuju meja belajar yang ada di dekat lemari besar. Mata nya tidak sengaja melirik jam bergambar stich di atas meja. Sudah pukul 10 lewat. Ve menoleh ke arah pintu kamar nya. Entah apa yang di fikirkan nya sehingga ia menggeleng sendiri. Ia pun memutuskan untuk tidur karena mata nya juga sudah sangat berat. *** " Kinall.. bangun.. ya Tuhan anak ini.. Kinall.. " Veranda yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi mengernyit heran saat mendengar teriakan yang ia yakini milik Tante Tari. Setelah meletakkan handuk di tempat nya, ia melangkah keluar. "Aaa.. Mama.. apaan sih, sakit tau. " Veranda bisa mendengar suara erangan dari luar kamar nya. Ia tersenyum mendengar suara yang begitu asing di telinga nya itu. Cklek Pintu di buka secara bersamaan oleh Ve dan keluar nya Tante Tari dari dalam kamar putri nya itu. "Eh, Ve. Kamu udah bangun " ujar Tari menyapa ramah Veranda. Ve mengangguk, ia sedikit mengintip kedalam kamar di sebrang kamar nya. Dan melihat warna kamar yang lebih dominan berwarna hijau. "Biasa lah, anak bungsu tante itu, memang susah sekali bangun pagi. Jadi, ya begini lah setiap pagi membangun kan nya. Jadi, kamu jangan kaget , ya " ujar Tari padanya. Ve mengangguk tersenyum. Tari mengajak nya untuk turun buat sarapan bersama. Ve pun menurut, keduanya melangkah bersama. "Kinal udah bangun, Ma ?" Tanya Nao yang baru saja keluar kamar saat mereka sudah di anak tangga. "Udah, kamu tau adik kamu pulang jam berapa semalam ?" "Jam tiga Ma, Nao semalam yang buka pintu buat dia " jawab Nao. "Pagi, Ve. Gimana tidur nya ? Nyenyak ? " sapa Nao padanya. "Lumayan " jawab Ve dengan senyum. Ketiga nya tiba di ruang makan. Di mana Om Hendri sudah menunggu. Beliau juga menyapa dan bertanya dengan apa yang tadi sudah di tanyakan Nao padanya. Dan di jawab dengan jawaban yang sama. Mereka bertiga sarapan lebih dulu, karena kata Nao jika menunggu adik nya, maka bisa telat ke kantor. Ve hanya terkekeh mendengar jawaban yang di benarkan oleh Om Hendri. "Kinal, sarapan dulu !" Seru Om Hendri yang menoleh keluar ruang makan yang memang tersekat dinding. "Di sekolah aja, Pa. Kinal buru - buru. Duluan ya.. dahhh.. " "Anak itu " gerutu Om Hendri. "Udah lah, Pa. Udah watak nya gitu " ujar Nao. Hendri hanya menghela napas berat. Lalu kembali beralih pada Ve yang tampak tersenyum. "Kamu udah ketemu Kinal ?" Tanya Hendri padanya. Ve menggeleng kepala nya. "Belum om " jawab Ve sopan. "Gimana mau ketemu, Pa. Kinal aja pulang pagi semalam. Terus berangkat buru - buru gitu " ujar Nao sambil menyuapkan nasi goreng ke dalam mulut nya. "Iya juga ya. Ah.. nanti juga ketemu. Siapa tau kalian bisa dekat. Kinal masih kelas 11, kalian pasti cocok berdua " ujar Hendri padanya. Ve mengangguk dalam hati ia juga mengaminkan. Karena ia tidak mungkin kan berjarak dengan anggota keluarga ini.?. Kinal .. Seperti apa orang nya ? Batin Ve dalam hati sedang menerka - nerka watak anak bungsu dari Om Hendri dan Tari. Ia hanya berharap kalau Kinal bisa berteman dan juga ramah seperti orang tua dan kakak nya, Nao.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD