Malu

1050 Words
“KAK DION?!!” Bukan, bukan Gita yang teriak, melainkan Keysia. Cepat sekali, Cewek itu sudah kembali sambil membawa botol minum di tangan. Padahal jarak diantara mereka cukup jauh tapi Keysia masih bisa mendengarnya. Agatha mengangguk. Gita mengikuti ucapan Keysia dengan gaya di lebih lebihkan, “Kak Dion?! Aish, setiap sebuat nama Kak Dion, pasti telinga kelelawarnya muncul deh.” Keysia tak menggubris ejekan Gita. “Kak Dion sama Keysia pacaran?” Pertanyaan itu akhirnya bisa keluar dari mulut Agatha. Tidak salah lagi dugaan Agatha melihat respon Keysia yang seperti itu. “Mereka? Keysia kali hahaha. Dia udah suka sama Kak Dion dari awal ospek. Biasa cinta pandangan pertama, tapi sampe sekarang status mereka masih sama-sama aja gak ada perubahan, suka doang jadian kaga hahaha,” Gita tertawa terbahak, menceritakan kisah sang sahabat yang sungguh ironi. Suka sekali Gita meledeki teman temannya itu. “Kenapa gak jadian aja?” Dari raut wajah Kak Dion dan Keysia pun sudah membuktikan jika mereka saling suka, menurut Agatha. Gita dan Clara saling pandang. Clara mengendikkan bahu. “Resiko suka sama cowo gak peka ya gitu.” “Tapi- tadi kak Dion suruh gue titip salam buat Keysia,” polos Agatha. Keysia reflek menggebrak meja. “LO BERCANDA?” Ketika sadar, cepat-cepat dia duduk di kursi kembali. Clara merotasikan bola mata. ”Gak usah teriak-teriak.” Suruh Clara. Keysia tersenyum konyol. “Ya, maap.” Keysia kembali mengulang pertanyaan. “Lo serius, Ra?” Tanya Keysia pernasaran dengan nada yang sedikit dia turunkan. “Seriuss, menurut gue kalian sama-sama suka deh.” Pendapat Agatha biasanya tidak pernah salah duga. Karena dari pihak cowok dan cewek sudah terlihat dengan jelas. Dari tatapan Dion juga sudah membuktikan. Agatha berani jamin itu. “Tuh kan bukan cuma gue doang yang ngerasa. Gue juga mikir gitu Ra. Gue ngerasa mereka sama-sama suka tapi kehalang gengsi aja. Kenapa gak saling jujur aja sih, Key.” Gita gemas sendiri melihat kisah percintaan Keysia. Agatha dan Clara ikut melihat ke arah Keysia. Decakan sebal keluar dari Keysia. “Jangan tanya gue! Dia tuh yang gengsi, gue udah nurunin harga diri tapi masih aja di phpin. Gue juga jadi bingung.” Raut wajah Keysia berubah jadi sedih. Mereka terdiam, kini merasa suasana menjadi agak canggung. Memang masalah percintaan remaja sungguh memusingkan ya. Untung Agatha sedang tidak ingin pacaran. “Pulang sekolah ke mall, yuk.” Lebih baik Clara mengalihkan topik. Dia tahu Keysia sedang tidak ingin membahas masalah percintaan rumitnya itu. “Ayo!” Jawab Agatha antusias. Gita mengangguk. “Ayo! Udah lama kita gak ngumpul berempat. Sekalian juga gue mau ke salon, harus ganti cat rambut lagi soalnya hehe.” Agatha mencebik. ”Udah berapa kali Gita ganti rambut?” Gita berpikir. ”Baru tiga kali bulan ini,” jawab Gita dengan cengengesan. Sudah tidak heran lagi bagi mereka mendengar kabar itu, bahkan Gita pernah cat rambut lima kali ganti warna dalam satu bulan. Luar biasa. “Gue ada rekomendasi film bagus nih, sekalian aja nanti kita nonton,” saran Clara di balas anggukan antusias mereka bertiga. Suasana canggung telah tergantikan dengan keceriaan karena antusias dari mereka berempat. Clara yang mencetuskan ide itu pun ikut tersenyum puas kala merasakan suasana berubah. Cewek itu mengangkat satu tangan, mengambil helaian rambut yang ada di wajahnya lalu menarik rambut itu ke belakang daun telinganya. “Gue juga ada nih film bag-” KRINGG!!! Belum sempat Keysia melanjutkan ucapannya, suara bell istirahat telah berbunyi. Pertanda istirahat telah usai. Keysia, Gita, Clara dan Agatha saling melirik satu sama lain, mendesah kecewa. Makanan yang masih ada di mulut Agatha pun segera dia telan begitu mendengar bell berbunyi. “Ish! Kok cepet banget bunyi bell. Pasti kerjaanya Bu Ambar deh, belum turun nih makanannya, Bu Ambar!” protes Gita pada Bu Ambar, guru bk mereka, padahal guru tersebut tidak ada di sini. Serasa berbicara dengan angin. ”Udah buruan.” Keysia lebih dulu bangun dari duduk di susul oleh Agatha, Clara dan yang terakhir Gita. Dengan bibir mengerucut cewek itu terpaksa bangun. Mereka ber-empat membereskan makanan dan sampah-sampah bekas mereka makan. Selesainya, ke empat serangkai itu meninggalkan kantin yang mulai sepi. *** Di koridor dekat kantin, langkah kaki Agatha terhenti begitu saja ketika merasa ada yang tidak beres dengan tubuhnya. Mereka pun otomatis berhenti. “Kenapa, Ra?” Tanya Keysia. Gita dan Clara menyimak dari belakang. Tangan Agatha bergerak naik memegangi perut. “Kebelet pipis hehe, kalian duluan aja gue mau ke toilet dulu. Toilet deket sini dimana, ya?” Smirk muncul di balik bibir Gita. Tentu saja Agatha tidak melihat itu. “Tuh di sana, lo tinggal lurus aja trus belok kanan nah disitu kan ada ruang musik, di sebelah ruang musik itu toiletnya,” jelas Gita dengan senyum terbaiknya. Sementara Keysia dan Clara terdiam saling memberi kode satu sama lain. Mereka seakan akan tahu maksud dari Gita. “Yaudah gue duluan ya.” Agatha berlalu begitu saja tanpa tahu bagaimana respon sahabat-sahabatnya. Gita, Clara dan Keysia saling pandang penuh arti. Seperti ada sesuatu yang lucu, mereka tiba-tiba tertawa sambil berlalu dari sana. *** Entah kenapa saat masuk pintu toilet, Agatha sudah memiliki perasaan yang tidak enak, namun Agatha mengabaikan perasaan itu. Dia masuk kedalam toilet menuju arah bilik toilet paling pojok yang tidak terkunci pintunya. Akhirnya Agatha dapat bernafas lega usai membuang air kecil. Agatha keluar dari bilik menuju wastafel, membasuh kedua tangan terlebih dahulu sebelum dia benar-benar pergi dari sana. Sudah menjadi kebiasaan sejak kecil Agatha ketika selesai buang hajatan dia akan mencuci tangan. Selagi asik membasuh tangan, Agatha mendengar suara pintu terbuka dari salah satu bilik toilet. Cewek itu mendongak ingin mencari tahu dalang di balik pintu terbukan lewat pantulan kaca. Awalnya Agatha menduga sang pelaku adalah seorang cewek, tapi saat dia melihat ke pantulan kaca… “AAA!! NGAPAIN DI TOILET CEWE!” teriak Agatha. Benar-benar shock. Reflek tangan cewek itu terangkat menutup kedua matanya. Jantungnya berdetak tak karuan. Astaga! Kenapa ada cowok di sini?! Hening. Setelah teriakan Agatha di dalam kamar mandi. Tidak ada suara lagi yang Agatha dengar. Hanya bunyi aliran air dari wastafel sebelah cewek itu. Kening di dahi Agatha mengerut, ia sedikit mengintip dari balik telapak tangan. Loh tidak ada orang? Dia menengok ke sebelah, dan lagi, terlonjak ketika badan cowok itu terlihat. Agatha menelan ludah susah payah. Dengan perlahan, dia menurunkan kedua tangan dari wajah. Semoga dugaanya salah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD