Bab Dua

857 Words
Sasi masuk ke dalam rumah dengan wajah riang yang tidak pernah ditunjukkannya akhir-akhir ini. Perubahan wajah tersebut tentu saja disadari oleh ketiga pasang mata yang sedang menatap padanya. Papa dan adiknya, Damar, yang lebih dulu tiba di rumah dari kantor mereka sudah bersiap untuk makan malam bersama. Sedangkan Mamanya sehari- hari memang di rumah saja karena sejak menjelang kelahiran Sasi tiga puluh dua tahun yang lalu dirinya sudah memutuskan untuk berhenti bekerja kantoran dan memilih menjadi ibu rumah tangga saja. Kamala, ibu Sasi memandangi suaminya dengan wajah bertanya. Pertanyaan tanpa suara yang dijawab oleh suaminya dalam diam juga. Mereka sama- sama penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi pada putri sulungnya tersebut. Ada apa gerangan dengan Sasi? " tumben kamu riang, biasanya cemberut melulu?" sapa mamanya. " Mama itu senang lho liat kamu begini. Apa itu artinya Mama sudah bisa nentuin tanggal sama tante Velia?" tanya mamanya sok antusias padahal Sasi tahu dengan pasti kalau diam- diam dibelakannya, mereka sudah punya tanggal pasti. Hanya saja mereka seolah- olah masih memberikan waktu bagi Sasi dan Vincent untuk saling mengenal lebih dalam lagi. Faktanya itu hanya kamuflase semata. Mau ataupun tidak dirinya, pernikahan tersebut tetap akan terlaksana juga. " biasanya tu aku selalu riang kok, ma. akhir -akhir ini saja kedamaianku terusik oleh keinginan orang tuaku sendiri," jawab Sasi yang langsung mendapat delikan tidak suka dari Mamanya. " Sasi, kamu mau langsung makan atau mandi dulu?" tanya Papanya menengahi . " langsung makan aja deh, Pa." " dasar jorok," ejek Damar," pantas susah dapat pacar. Untung masih ada yang mau." Sasi cuek saja mendengar ejekan Damar, sehingga membuat Damar menghentikan tangannya yang sedang menyuap nasi. Benar kata mamanya, tumben sekali kakaknya ini tidak marah padanya. Biasanya Sasi gampang sekali tersulut emosi saat diajak bercanda olehnya. " kamu waraskan, mbak?" tanya Damar ngeri," jangan sampai kamu gila sebelum menikah ntar Vincent berubah pikiran,lho." Sasi menatap Damar sambil tersenyum. " tuh kan kamu jadi aneh." " Aku nggak aneh ya." sangkal Sasi cepat," tapi aku memang sedang senang aja karena akhirnya bisa punya bukti kalau apa yang aku sangsikan selama ini tentang bocah itu benar. Aku nggak sekedar mengada- ada untuk menolak rencana pernikahan semata." ucap Sasi yakin. Ucapan Sasi tersebut sukses mendapat atensi bukan hanya dari Damar saja tetapi juga dari kedua orangtuanya. " Maksud kamu apa? ada yang kamu ketahui tentang nak Vincent yang kami tidak ketahui?" tanya Mamanya nggak sabaran? " Tapi bukan akal- akalan kamu sajakan?" tuh kan! mamanya ini memang ajaib sekali, bukannya nanyain persoalannya malah langsung membuat tuduhan pada anaknya sendiri. " ini gak pake akal- akalan apalagi kebohongan. informasi yang Sasi dapat adalah sebuah fakta yang valid." jawab Sasi penuh keyakinan," setelah melihat bukti yang Sasi punya, rasanya kalian semua pasti dengan sukarela membatalkan pertunangan kami." " Sasi." "Mbak!" " Cepat katakan, apa yang sebenarnya terjadi?" meski dengan nada rendah yang berbeda dari nada yang dikeluarkan oleh isteri dan anak lelakinya, Candra wijaya tetap saja terdengar penuh penekanan. Semuanya tentu saja kaget dengan ucapan Sasi tersebut. Meski sebelumnya terus menolak tapi Sasi juga tidak pernah bisa memberikan alasan penolakan yang bisa mereka terima karena alasan yang Sasi berikan cuma karena usia Vincent yang lebih muda dan juga statusnya yang sudah memiliki pacar. Selebihnya tidak ada yang benar- benar serius. Soal usia, mereka menganggapnya biasa karena cuma berjarak dua tahun saja. dan lagi sekali lihat saja orang juga akan tahu kalau secara kepribadian Vincent jauh lebih dewasa daripada Sasi yang cenderung masih kekanak-kanakan. Jelas tidak sesuai dengan usia dan image yang ditampilkannya pada orang lain. sebagai keluarga tentu saja mereka yang lebih tahu Sasi yang sesungguhnya. Bagi mereka, panggilan bocah yang sering Sasi ucapkan jelas tidak cocok sama sekali. sebutan bocah bahkan lebih tepat disematkan pada Sasi sendiri! Kalau tentang Vincent yang masih punya pacar juga sudah mereka konfirmasi dengan jelas. Sebagai teman dekat, Damar bisa memastikan kalau hubungan Vincent dengan Stella benar- benar telah berakhir. setidaknya bagi Vincent. Hanya itu saja keberatan yang Sasi bisa utarakan selama ini. Soal latar belakang keluarga, pendidikan, agama dan pekerjaan jelas tidak perlu diragukan lagi. Sejauh yang mereka lihat dan ketahui rasanya tidak ada masalah. Vincent adalah kandidat menantu terbaik yang mereka temui. " Mereka belum putus." ucap Sasi," aku punya buktinya." Sasi meletakkan ponselnya dimeja. Belum sempat dibukanya kunci ponsel tersebut, Damar bersuara," jangan bilang mbak lihat Vincent ketemuan sama Stella." Sasi menatap kaget pada Damar. " kemarin tuh, Vincent udah cerita sama aku kalau Stella minta ketemuan terus, sudah ditolak tapi tetap ngotot dianya, terpaksa diturutin setidaknya buat terakhir kali. Vincent bahkan minta aku temani tapi aku tolak. Aku mau mereka selesaikan urusan mereka sendiri." jelas Damar," memangnya mbak melihat mereka dimana?" " di cafe." jawab Sasi lemah. Semangatnya menguap entah kemana. " mbak samperin, nggak?" " buat apa?!" sentak Sasi jengkel. " ya kali aja dengan melihat keberadaan mbak bikin urusan mereka cepat selesai." jawab Damar dengan senyum geli membuat wajah Sasi kembali manyun seperti hari- hari sebelumnya. Perkataan Damarpun membuat perubahan pada wajah kedua orang tuanya. Kalau sebelumnya mereka juga sempat merasa was- was dengan kemungkinan buruk yang dibawa oleh putri sulungnya,kini tidak lagi. Dari senyum tipis diwajah sepasang suami isteri tersebut terpancar kelegaan. Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD