M.A.B (2)

2287 Words
Satu – persatu para pelamar kerja masuk ke dalam ruang interview. Kini, giliran Belvina yang masuk ke dalam ruangan.   “ Selamat pagi. “ Sapa Belvina kepada perempuan yang terlihat berwibawa dengan pakaian kantornya, dia yakin pasti wanita itu yang akan menginterviewnya.   “ Pagi. “ balasnya dengan senyuman. “ Silahkan duduk. “   “ Perkenalkan, saya Niana. “ Niana mengulurkan tangannya untuk berjabat dengan Belvina. “ Saya yang akan interview kamu. “   Belvina berjabat tangan dan membalas senyuman Niana.   “ Silahkan perkenalkan diri kamu terlebih dahulu dan apa saja pengalaman kerja kamu. “   “ Baik, bu. “   “ Jangan panggil, ibu. Panggil mbak aja lebih enak. “   “ Oh, iya. “ Belvina mengangguk. Dia mulai memperkenalkan diri dan menjelaskan pengalamannya bekerja, serta menjawab apapun yang di tanyakan oleh Niana.   “ Berarti, kamu sudah pernah bekerja sebagai analis ya di bank? “ tanya Niana dan Belvina mengangguk.   “ Kenapa kamu berhenti? “ tanya Niana lagi sambil melihat – lihat berkas lamaran milik Belvina.   “ Sudah habis kontrak. “ Jawab Belvina.   Niana mengangguk, kemudian dia kembali menatap Belvina. “ Disini, kita lagi butuh posisi sebagai Staff Analis. Biar saya jelaskan sedikit gambarannya ya. “   “ Iya, mbak. “   “ Deskripsi pekerjaannya itu cukup simple, kamu hanya perlu mengecek data orang yang ingin mengajukan peminjaman dana untuk membangun usaha atau pun keperluan mereka. Namun, disini yang perlu kamu perhatikan itu bagaimana cara kamu meloloskan data mereka dengan cara menganalisa. Mengapa begitu? Karena ada banyak sekali data palsu yang mereka ajukan, setelah uang cair mereka akan menghilang. Jadi, disini sangat di butuhkan pemikiran yang teliti. “   “ Baik, mbak. Saya faham! Berarti sistemnya hampir sama seperti menganalis data kredit ya? “ Belvina mengangguk serius. Dia sangat menyukai pekerjaan menganalisa.   “ Betul sekali, Belvina. “   “ Saya yakin bisa mengisi posisi itu dengan baik dan penuh tanggung jawab. “ Tegas Belvina percaya diri.   “ Berikan saya alasan mengapa harus menerima kamu sebagai karyawan  di perusahaan ini? “ pertanyaan dari Niana kali ini membuat Belvina gugup dan harus memutar otaknya untuk berfikir keras agar dapat memberikan jawaban terbaik.   “ Jika saya di terima di perusahaan ini menjadi Staff Analis, saya akan menerapkan 2C dalam program kerja saya. Yaitu, Cermat dan Cekatan. Kenapa saya menerapkan keduanya? Karena sebagai seorang analis tidak hanya memerlukan kecermatan dalam menganalisa data. Meskipun untuk meneliti data tidaklah mudah, tapi Cekatan itu juga perlu agar tidak menghambat dan memperlambat pekerjaan yang seharusnya bisa kita selesaikan dalam waktu singkat. Kedua skill itu harus dimiliki oleh seorang analis dan saya yakin dengan begitu bisa bekerja secara sistematis! “ Belvina mengungkapkan dengan penuh keyakinan dan mengatakan segala yang ada di otaknya dengan lantang.   Niana tertegun mendengar penjelasan Belvina. Dia mengerjapkan matanya beberapa saat sebelum akhirnya mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan lagi kepada Belvina.   “ Selamat kamu di terima bekerja! “ ucap Niana dengan tatapan takjub kepada Belvina. Dia merasa gadis itu berbeda dari pelamar lainnya karena Belvina berfikir logis.   “ Sa—saya diterima bekerja di perusahaan ini? “ tanya Belvina tak percaya. Dia sampai terbata – bata bicara pada Niana.   “ Iya. “   Belvina menjabat tangan Niana. “ Ma—makasih mbak, Niana. Saya terharu banget bisa di terima perusahaan sebesar ini. “ Matanya berkaca – kaca, dia masih tidak menyangka dengan mudahnya di terima di perusahaan Financial Eugene.   “ Kapan kamu bisa mulai kerja? “ tanya Niana.   “ Besok pun saya siap! “ Belvina nampak sangat semangat.   “ Bagus! Kita memang membutuhkan secepatnya Staff Analis karena ada banyak data yang masuk. “ Ucap Niana sambil menyodorkan beberapa lembar kertas ke hadapan Belvina.   “ Kamu baca dulu perjanjian kerja di perusahaan ini, setelah itu silahkan tanda tangan. “ Perintah Niana.   Belvina membaca dengan teliti perjanjian kerja yang tertera di kertas berlembar – lembar itu.   “ Sudah. “ Belvina menandatangani surat perjanjian kerja itu.   “ Oke. “ Niana merapihkan berkas – berkas yang sudah di tanda tangani. “ Biar Saya tegaskan lagi ya, Belvina. Untuk awal, kamu akan di kontrak selama 6 bulan. Setelah itu, kalau kinerja kamu bagus bisa langsung diangkat menjadi karyawan tetap. “   “ Iya, saya sudah faham. “   “ Untuk gaji apa ada masalah? “ tanya Niana lagi ingin memastikan.   “ Tidak. “ Belvina menggelengkan kepalanya, dalam hati dia berkata. ‘ Gajinya dua kali lipat dari pekerjaanku sebelumnya! Tentu saja itu bukan masalah, melainkan sebuah keberuntungan! ‘   “ Satu lagi yang harus kamu ingat, Belvina. Peraturan di perusahaan ini jika kamu mengundurkan diri sebelum masa kontrak habis, maka kamu akan kena denda. Begitu juga jika perusahaan menghentikan kamu secara sebelah pihak tanpa ada keterangan, maka perusahaan akan memberikan kompensasi untuk kamu. “ Terang Niana lagi dijawab anggukan oleh Belvina.   ‘ Siapa juga yang ingin mengundurkan diri dari perusahaan sekeren dan gaji yang besar seperti ini! aku pasti akan betah dan cepat banyak uang untuk membahagiakan orang tua dengan bekerja disini! ‘ batin Belvina.   “ Baiklah, kalau begitu besok saya tunggu jam delapan pagi. “ Niana kembali berjabat tangan dengan Belvina.   “ Terimakasih banyak. “ Belvina segera bangun dari duduknya, lalu keluar ruangan dengan senyuman merekah.   Belvina berjalan menuju lift sambil mengucap syukur tak henti – hentinya. Terlintas di fikirannya tentang anak kecil tadi yang dia berikan uang dan telah mendoakan rezekinya lancar. Belvina jadi merasa, mungkin ini adalah balasan untuk dirinya karena telah berbagi rezeki dengan anak itu.   Bukankah diterima bekerja juga merupakan rezeki? Ya, tentu saja. Setiap kamu memberi sesuatu pada seseorang, maka sang pencipta akan membalas dengan hal lain yang tak terduga.   Belvina menunggu kedatangan lift bersama beberapa karyawan yang juga ingin turun kebawah. Ketika lift datang dan pintu terbuka, baru saja Belvina ingin masuk ke dalam, tiba – tiba seseorang  yang baru saja datang, berjalan cepat mendahuluinya dan menabrak setengah bahunya sampai dia terjatuh terduduk di lantai.   “ Aw….” Belvina meringis, kemudian dia mendongakan kepalanya ke arah dalam lift yang kini sudah terisi tiga orang laki – laki. Dua di antaranya tak asing bagi Belvina, yang satu si pemarah tak punya hati dan satu lagi si baik yang sudah memberikan uang untuk pengemis kecil di depan kantor.   Belvina buru – buru bangun karena merasa malu, lalu bergegas masuk ke dalam lift. Anehnya, beberapa karyawan yang tadi menunggu bersamanya tidak ikut masuk.   “ Kalian gak ikut masuk? “ tanya Belvina sambil menahan tombol agar pintu lift tetap terbuka. Mereka hanya menggeleng saja tanpa menjawab.   “ Oh, oke. “ Baru saja Belvina ingin melepas tombol itu, kemudian lelaki si pemarah itu bergantian menahan tombolnya agar pintu tetap terbuka.   “ KELUAR! “ Perintahnya kepada Belvina.   “ Kenapa aku harus keluar? “ tanya Belvina tak tahu menahu kesalahannya apa.   “ Kamu gak cocok satu lift sama saya! “ tegasnya.   Belvina diam tak mengerti, dia melirik kedua lelaki yang berada disebelahnya hanya tertawa kecil, Lalu Belvina beralih melihat beberapa karyawan di depannya segera pergi masuk ke lift yang berada di sebelahnya.   “ Aku gak mau keluar! “ dengan kasar Belvina menjauhkan tangan lelaki itu yang sejak tadi menahan tombol. Akhirnya, pintu lift pun tertutup rapat dan mulai menuju lantai dasar.   “ Kurang ajar! “ cibir lelaki itu.   “ Barra! Udah sih, biarin aja.  “ Ucap lelaki yang tadi pagi tersenyum pada Belvina, yaitu Zayn.   ‘ Oh, jadi lelaki sombong ini namanya barra! Dasar BARA API! ‘  batin Belvina menahan kesal.   “ Ini cewek ngeselin banget! Udah tadi pagi belain pengemis, eh sekarang gak tau malu, berani – beraninya dia satu lift sama kita! Karyawan lain aja pada ngalah dan dia dengan pedenya ikut masuk! “ Omel Barra panjang lebar dengan alis saling bertautan penuh amarah.   “ HEH! kamu itu jadi laki – laki sensian banget, sih! “ Belvina berdiri di hadapan Barra dengan tatapan sengit. “ Lift ini masih cukup untuk menampung sekitar 10 orang! Atas dasar apa kamu melarang orang lain ikut masuk ke dalam lift yang Cuma ada kamu dan kedua temen kamu ini, HAH? “ protes Belvina semakin membuat nafas Barra terengah pertanda dia semakin emosi. Sedangkan Zayn dan Devo hanya menahan tawa saja melihat akhirnya ada perempuan yang berani memarahi Barra Eugene, selain Niana.   “ Suka – suka saya, dong! “ balas Barra dengan tatapan sinis.   “ Enak aja suka – suka kamu! Emangnya kamu fikir, lift ini punya bapak moyangmu apa? “  balas Belvina.   “ YA! Lift ini emang punya bapak moyang saya! Kenapa? “ Barra mendongakan dagunya. “ Bahkan, gedung ini milik papah saya! “ tambah Barra, tapi Belvina malah tertawa remeh.   Belvina memegang perutnya yang mendadak sakit karena tak kuasa menahan tawanya mendengar Barra berkata seperti itu.   “ Kenapa tertawa? “ tanya Barra memperhatikan Belvina dengan tatapan bingung.   “ Ternyata, kamu itu selain pamarah, juga suka menghayal ya? “ Belvina menepuk – nepuk pipi Barra beberapa kali. “ Bangun! jangan ngimpi! “ ucap Belvina dengan tatapan meledek. Dia tidak tahu saja kalau lelaki yang baru saja dia remehkan itu adalah CEO nya, mulai besok.   “ Apa kamu bilang? “ mata Barra sangat menajam menatap Belvina.   “ Tadi itu, aku bilang kalo kamu kebanyakan menghayal! “ Belvina bertelak pinggang dengan seulas senyuman miring. “ Kepedean banget kamu ngaku – ngaku gedung ini milik papah kamu? “   Barra melongo.   Belvina menyipitkan matanya. “ Denger ya! gedung ini tuh, milik Yazid Eugene, pengusaha terkenal! “ ucap Belvina sambil meletakkan tangan kanannya di atas pundak Barra. “ Apa kamu tau? Pak Yazid itu om saya! “ bohong Belvina dengan pedenya. Sebenarnya dia tidak ingin mengaku – ngaku, tapi karena lelaki didepannya sangat tengil sekali, dengan terpaksa Belvina berlagak sombong.   “ APA? “ Barra terkejut bukan main mendengar ucapan belvina. Sejak kapan dia punya sepupu seperti Belvina. Dia menepis kasar tangan Belvina yang menempel di pundaknya.   Zayn dan Devo ikut tertawa mendengar kebohongan yang baru saja Belvina katakan, tapi mereka tidak ingin ikut campur karena melihat ada yang berani melawan Barra membuat mereka berdua merasa asik melihatnya.   “ Kenapa kaget?  Pasti sekarang kamu malu dan takut, kan? “ jari telunjuk Belvina mengarah tepat di depan wajah Barra. “ Kalau kamu melarang orang lain satu lift denganmu lagi, aku gak akan segan untuk laporin ke pak Yazid biar kamu gak boleh menginjakkan kaki di gedung Eugene lagi! “ tegas Belvina penuh ancaman semakin membuat Barra terheran – heran.   Kedua mata Barra melebar, tangannya terkepal kuat sambil menahan emosi menghadapi gadis dihadapannya.   “ Eh…eh? ngapain kamu melotot kayak begitu liatin saya? “ mata Belvina beralih melihat tangan Barra yang masih terkepal menampilkan urat – urat tangannya. Belvina langsung bisa menebak kalau lelaki itu ingin sekali memukulnya karena kesal.   “ Oh…. Kamu mau ajakin saya berantem? “ Belvina tersenyum remeh seraya mencolek ujung hidungnya. “ Ayo! Kamu fikir saya takut, hah? “ Belvina mengangkat kedua tangannya yang ikut terkepal, lalu memasang ancang – ancang seolah dia menantang Barra untuk saling tinju.   “ Ayo maju kalo berani! “ tantang Belvina berlagak sok jago dengan gaya kuda – kudanya.   Zayn dan devo hanya bisa tertawa kecil saja melihat Belvina menantang Barra untuk maju, tetapi Belvina sendiri malah melangkah mundur.   Sedangkan Barra kini hanya terdiam memperhatikan tingkah Belvina yang sangat aneh sekaligus menjengkelkan.   Mulut Barra sudah melebar ingin mengeluarkan kata – kata menyakitkan yang bisa keluar dari mulutnya, tapi pada saat bersamaan pintu lift terbuka.     TING….     “ Ah, kelamaan! “ Belvina segera menurunkan kedua tangannya. “ Kalau takut bilang, dong! jadi kan, aku gak perlu buang – buang tenaga! “ cetus Belvina seraya berjalan keluar lift.   Belvina menghela nafas lega sambil mengusap dadanya. “ Untung aja dia gak ngelawan! Coba kalau ngelawan? Argh, udah pasti abis tuh dia ditangan Belvi. “ gerutu Belvina sambil melangkah cepat, dia tidak berani menoleh kebelakang. Padahal, kenyataan yang sebenarnya Belvina sangat ketakutan jika tadi Barra akan merespon dirinya ngajakin ribut. Sudah pasti dia akan kalah.   Di saat dirinya merasa bahagia karena telah diterima bekerja, lelaki pemarah itu mengacaukan suasana haru yang Belvina rasakan. Begitulah kehidupan, tidak selalu berjalan mulus, selalu saja ada pengganggu yang terselip di saat kebahagiaan datang.   “ Dasar cowok gila! Aku pasti akan sering ketemu dia karena sepertinya dia karyawan di kantor Eugene! “ cibirnya.   Tawa Zayn dan Devo berderai melihat Barra kini tak bisa berkata – kata lagi selain memasang raut wajah emosi setelah diperlakukan seperti tadi oleh gadis yang baru saja ditemuinya.   “ Kalian berdua bisa diam gak? Jangan sampai gue sewa tukang jahit untuk merapatkan mulut lo berdua?“ ancam Barra membuat tawa mereka berdua terhenti.   “ Iya – iya kita diam. “ Zayn menutup mulutnya dengan tangan.   “ Dasar perempuan lancang! “ geram Barra yang masih merasa emosi meskipun wanita itu sudah tak terlihat. “ Ngaku – ngaku jadi keponakan papah gue lagi! “   Barra melirik ke arah Devo dan Zayn Secara bergantian. “ Kalian liat kan gaya nya tadi? Sok mau ajak gue berantem lagi! Makhluk macam apa dia! “ Barra masih tak habis fikir karena selama ini di lingkungannya di penuhi perempuan yang berwibawa dan menjaga image, namun hari ini dia bertemu yang berbeda dari biasanya.   “ Yang jelas dia manusia, bukan umbi – umbian. “ celetuk Zayn.   “ Gak lucu! “ sahut Barra kesal.   Zayn terdiam, ia masih menahan tawanya.   “ Ngapain dia ada di kantor gue? “ Barra terus saja menggerutu.   “ Mungkin dia sedang melamar kerja? Hari ini kan, ada interview? “ sahut Zayn.   “ Gue yakin kalau kak Niana pasti gak akan terima cewek lancang itu di perusahaan ini! Apalagi, wajahnya itu tidak meyakinkan kalau dia cerdas! “ Ungkap Barra.   “ Jangan lihat orang dari satu sisi. “ Cetus Devo.   “ Kalau satu sisi sudah buruk, maka sisi yang lainnya juga mengikuti! “  jawab Barra tak berdasar. Dia berjalan lebih cepat meninggalkan Zayn dan Devo.   “ Udah, kalau dia ngomong iyain aja biar cepet kelar. “ ucap Zayn di sambut tawa oleh Devo.   “ Bener juga! Gak akan ada omongan yang di denger selain omongan kakaknya, Niana. “ Sahut Devo. ** JANGAN LUPA TEKAN TOMBOL LOVE UNTUK MENSUPORT :)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD