Chapter 1

1522 Words
Vani baru saja tiba di Jogja untuk sebuah acara di perusahaannya. Ia seharusnya tinggal di vila bersama papa dan mamanya. Hanya saja Vani datang belakangan karena dirinya harus mengurus sesuatu terlebih dahulu. Bayu dan Flora telah berangkat kemarin sementara dirinya baru berangkat hari ini dan ia tiba saat menjelang tengah malam di Jogja.  Mengingat lokasi vila yang cukup jauh dari bandara dan saat ini menjelang tengah malam, Vani pun memilih untuk menginap di hotel terlebih dahulu. Ia memang telah mempersiapkannya. Terlebih lagi, dirinya memang sangat lelah karena harus mengurus beberapa pekerjaan sebelum berangkat. Menginap di hotel hanya malam ini saja dan besok ia menuju vila adalah pilihan terbaik saat ini.  Matanya benar-benar mengantuk jadi ia segera melangkah begitu pintu lift terbuka.  Ketika berada di depan pintu yang akan menjadi kamarnya malam ini, Vani segera menempelkan kartu akses sehingga pintu pun terbuka. Ia segera masuk dan disambut oleh lampu yang padam. Rasa lelah dan kantuk begitu menyerangnya sehingga ia langsung menjatuhkan diri di atas kasur. Bahkan tanpa merasa perlu merepotkan diri untuk menghapus make up-nya atau berganti pakaian, Vani langsung memejamkan matanya dan tertidur. ------------- Vani terbangun keesokan harinya dengan tenaga yang telah terisi penuh dan siap untuk menjalani. Semalam ia benar-benar kelelahan sehingga sudah tidak peduli dengan make up yang belum dibersihkan serta pakaian yang belum diganti. Ia tidak menyesali hal itu karena dirinya sudah benar-benar mengantuk dan lelah. Vani pun bangkit dari tidurnya dan menoleh pemandangan kamar. Semalam gelap karena lampu tidak dinyalakan dan Vani pun malas menyalakan lampu karena dirinya memang lebih senang tertidur dalam keadaan lampu mati. Hanya ada sedikit penerangan dari lampu kecil di atas nakas sehingga ia bisa melihat posisi ranjang. Tasnya bahkan ia letakkan begitu saja di atas lantai. Ketika menoleh ke sisi kanannya, Vani pun membulatkan mata kemudian menjerit. "Aaaaaa!" Suara jeritan karena terkejut itu pun membangunkan seorang lelaki yang sejak tadi masih tertidur. Lelaki itu terbangun dan juga ikut terkejut menatap Vani. Keduanya saling membuka mulut karena merasa terkejut. "Kok bisa?" tanya mereka bersamaan dengan terkejut. ---------- "Maaf ya. Aku kemarin nggak ngecek kamar dulu." Vani sungguh merasa bersalah karena ia salah masuk kamar hotel. Kesalahannya itu juga dipermulus oleh kartu akses yang entah mengapa bisa terbuka pada pintu kamar hotel milik Bram. Vani salah memasuki kamar dan kartu akses itu justru dapat membuka pintunya. Ia tidak sadar bahwa dirinya salah masuk kamar dan tidak menyalakan lampu. Dirinya tidak menduga hal tersebut akan terjadi. "Nggak papa. Salah pihak hotelnya juga." Mereka semalam tidur satu ranjang tanpa disengaja. Keduanya bahkan sama-sama tidak tahu bahwa tidur satu ranjang.  Bram tertidur terlalu pulas karena merasa lelah setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan. Sementara Vani yang juga lelah karena lembur dan perjalanan malam hari. Vani sebenarnya jadi merasa cemas saat tahu ia baru saja terbangun di ranjang seorang lelaki. Meski mereka berdua sama-sama tidak sadarkan diri saat itu terjadi, Vani takut terjadi sesuatu antara dirinya dan Bram yang tidak disadari oleh keduanya. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi saat kita tertidur bukan? "Tetep aja salahku juga nggak ngecek dulu." "Nggak papa, Kak. Udah kejadian juga." Bram sebenarnya masih merasa terkejut namun juga takjub karena perempuan yang menyasar masuk ke kamarnya adalah Vani. Rasanya menggelikan saja saat pagi hari terbangun ada gadis itu di sebelahnya. Mereka telah memberitahukan permasalahan kartu akses kepada pihak hotel. Pihak hotel pun meminta maaf atas kesalahan teknis yang terjadi. Akan tetapi Bram tidak keberatan atas hal itu. Ia justru berterima kasih dalam hati karena bisa mendapatkan momen kebetulan yang sangat berharga seperti ini. ------------ Untuk pertama kalinya Vani merasa sangat bodoh dalam hidup karena ia melakukan kesalahan seperti itu. Semoga saja tidak ada yang mengetahui hal seperti ini, terutama Devan. Ia pun segera pergi meninggalkan hotel setelah dirinya selesai mandi dan sarapan.  Setidaknya kejadian semalam membuatnya memiliki pengalaman baru sehingga harus lebih berhati-hati lagi ke depannya.  Begitu tiba di vila, Flora langsung menyambutnya dengan senang. "Akhirnya sampe ya." "Iya, Ma." "Kamu istirahat dulu ya." "Masih pagi gini masak istirahat, Ma. Papa kemana?" "Papa lagi kunjungan ke rumah temen Mama." "Temen Mama?" "Iya. Tante Saras. Kamu jadi mau jalan-jalan sama Risa?" "Kayaknya engga, Ma. Risa nyampenya besok dan aku mau beresin berkas juga." Flora pun menghela napasnya. "Kamu ini sama banget kayak Papa kamu. Kerja teros." Vani pun hanya bisa menyengir kuda. "Kamu mau ikut ke rumah Tante Saras, ngga?" "Pengen sih. Kapan, Ma?" "Nanti siang. Mama sama Papa mau sekalian nginep juga disana. Deket kok dari sini." "Nanti malem? Kan Papa dateng ke acara nikahan itu." "Oiya. Mama sampe lupa. Jadi Papamu bilang katanya kamu aja yang dateng." "Loh, kok gitu?" Vani pun merasa terkejut. "Itu kan kondangan berkedok bisnis, jadi biar kamu latihan dapetin proyek yang diminta Papamu. Kayak Devan waktu dia ke Puncak sama Elsa." Vani menatap tidak percaya kepada Mamanya.  "Ini beneran Papa yang minta?" tanyanya curiga. Pasalnya Bayu akan sangat bersemangat bila sudah membahas mengenai pekerjaan. Lalu sekarang melihat Bayu yang seolah membebaskannya begitu saja dalam mengurus pekerjaan membuat Vani merasa aneh. Terlebih tujuan Bayu datang ke Jogja sebenarnya adalah untuk menemani dirinya mengurus beberapa pekerjaan disini. "Iya, Vani." "Terus ngapain Papa ikutan ke Jogja kalo nggak jadi dateng nanti malem?" Flora pun menyengir kuda. "Papamu modus aja pengen dateng ke Jogja sama Mama. Katanya mau nostalgia mengenang dulu waktu liburan berdua pertama kesini." ----------- "Iya, Sa. Nyebelin banget nggak, sih?" "Ya gimana ya, Van. Nggak papa deh. Biar orang tua kamu honeymoon juga sekali-sekali." "Aku emang nggak bisa ngelarang, sih. Tapi kalo tau gitu kan aku bisa dateng sama kamu ya. Atau sama Yoga." Terdengar suara tersedak di seberang sana. "Kenapa, Sa?" Lalu kemudian terdengar suara kekehan di seberang sana. "Ya tau sendiri kan aku bisanya nyusul besok. Terus soal Yoga, cieeeee." "Astaga, Sa. Dia kan yang paling gercep dan alvailable kalo soal beginian." "Iya deh iya. Temen yang sering nganter kemana-mana ya." "Iya." Kemudian terdengar suara deheman di seberang sana. "Kenapa lagi, Sa?" "Enggak. Gatel aja ini tenggorokan." "Oke. Pokoknya besok kabarin nyampe bandaranya jam berapa." "Siap, Bu Bos! Tapi sedih banget di Jogja cuma dua hari." "Makanya ngambil proyek jangan banyak-banyak." "Biarin aja. Kamu juga suka lembur banyak-banyak." Vani pun hanya bisa terkekeh. Ia lantas mengalihkan pandangan ke depan karena mobil yang dikendarainya telah tiba di depan hotel tempat acara yang akan ia hadiri. "Ya udah. Aku udah sampe, nih. See you besok, ya." "Semangat, Vani!" --------- Vani menghela napasnya setelah berhasil berbincang dengan Pak Handoko. Beliau adalah salah satu target partner yang dibutuhkan oleh Bayu agar proyek perusahaannya berhasil. Untungnya Vani pintar berbasa-basi sehingga lelaki paruh baya itu menjadi tertarik untuk berbincang lebih lanjut dengannya mengenai penawaran yang Vani berikan.  Tugas dari Bayu hanyalah membuat pak Handoko mau mengatur waktu berbincang dengan Bayu. Akhirnya kepergian Bayu ke Jogja bukan hanya sebatas menikmati waktu berduaan dengan Flora. Sebenarnya Vani tidak masalah dengan hal itu. Ia hanya merasa masih kesal karena Bayu bisa-bisanya memintanya datang sendiri ke pesta ini. Vani hanya merasa malas bila datang sendiri karena ia tidak mengenal banyak orang di pesta ini. Hanya beberapa saja. Lalu berita menyebalkannya adalah ia belum melihat orang dikenalnya berada di pesta ini. Padahal seharusnya ia melihat beberapa rekan bisnis yang pernah bekerja sama dan akrab dengannya. "Hai, Vani." Vani menoleh ketika ada orang yang menyapanya. Rasanya ia ingin segera meninggalkan pesta ini saja begitu tahu siapa yang datang menghampirinya. Akan tetapi meski dalam hatinya ia mengumpat, Vani tetap memberikan senyum terbaiknya. "Halo, Jay." "Ternyata kamu juga dateng kesini ya. Aku ngga nyangka kita bisa ketemu di Jogja." "Iya. Kamu juga disini ternyata." "Kamu makin cantik aja." "Terima kasih." Vani mulai merasa tidak nyaman karena Jay memandangkan begitu lekat sejak tadi. Ia akan biasa saja bila memang Jay memandangnya dengan normal. Sayangnya lelaki itu menatapnya lekat dengan pandangan yang berbeda. "Denger-denger, adik kamu udah nikah ya?" Vani pun menganggukkan kepalanya. Seraya mendengarkan Jay yang berbicara, matanya sejak tadi meneliti setiap tamu yang datang. Barangkali ada yang ia kenal sehingga dirinya bisa beralasan untuk tidak berbincang dengan Jay saat ini. Ia sangat risih dengan lelaki itu. Bisa-bisanya Vani berjumpa dengan Jay sekarang di tempat dan waktu yang sangat tidak tepat seperti ini. "Iya, Devan udah nikah. Udah punya anak juga bahkan." "Wah. Cepet ya. Kamu kapan nikahnya? Udah ada calon?" Vani pun hanya bisa tersenyum menanggapi pertanyaan itu. "Kalo belum, aku mau ngelamar." Vani pun hanya bisa terkekeh untuk menanggapinya. "Kamu dateng kesini sama siapa, Van?" "Ke Jogja? Bareng Mama Papa." "Bukan, ke pesta ini. Aku daritadi nggak ada lihat Om Bayu sama Tante Flora." "Aku.." Jay pun mengangkat satu alisnya seraya menanti Vani menjawab pertanyaan darinya. "Aku dateng sama Bram." Vani mengembangkan senyumnya ketika melihat Bram yang melintas di belakang Jay. Entah apa yang menyebabkan lelaki itu bisa hadir disini. Yang jelas, Vani benar-benar berterima kasih. "Bram?" tanya Jay dengan kernyitan di keningnya. "Iya." "Mana Bram? Pengen kenalan." "Bram!" Vani pun memanggil Bram yang berdiri tidak jauh darinya. Lelaki itu pun menoleh dengan cepat dan terdiam sejenak sebelum akhirnya tersenyum ketika menyadari yang memanggilnya adalah Vani.  Jay pun membalikkan tubuhnya dan menatap Bram dengan pandangan menilai yang sangat kentara. "Sini." Bram pun melangkah mendekati dengan rasa bingung namun ia tidak terlalu memperlihatkannya. "Oh ini." "Ha-" "Iya, ini Bram." Ucapan Bram yang hendak menyapa gadis itu segera dipotong oleh Vani. Vani bahkan menarik tangan Bram dengan cepat sehingga kini ia merangkul lengan Bram dan mereka bersebelahan. "Hai. Kertajaya Prawira." Jay yang sejak tadi memasukkan tangannya ke saku celana pun mengeluarkan tangannya untuk berjabatan dengan Bram. Bram yang masih tidak mengerti apa yang terjadi pun memilih untuk menjabat tangan lelaki itu. "Bramantyo Wiguna." "Ouh. Anaknya Om Wiguna, ya? Keluarga Wiguna. Oke, i see." Jay pun menganggukkan kepalanya merasa paham. Bram masih terdiam dan menatap lelaki di hadapannya ini. Ia tidak mengenalnya dan tidak tahu kenapa harus berkenalan dengan lelaki ini. Yang paling membuatnya bingung adalah Vani yang tadi sempat merangkul lengannya. "Bram ini siapanya kamu, Van? Maksudnya-" "Pacar aku," ucap Vani cepat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD