Bali.

2670 Words
  Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan, akhirnya Arjuna, Elina dan Abhimanyu sampai di Bali dan kini sudah berada di salah satu hotel tempat di mana mereka akan menginap.   Secara perlahan, Arjuna membaringkan Abhimanyu di tengah-tengah tempat tidur, lalu duduk di samping Abhimanyu yang sudah terlelap, memperhatikan dengan seksama wajah Abhimanyu yang terlihat tenang dan damai jika saat tertidur.   "Benar-benar tampan." Itulah yang kini ada dalam benak Arjuna tentang gambaran Abhimanyu.   "Pasti akan banyak wanita yang jatuh cinta pada Abhimanyu, apalagi kalau di normal seperti anak lainnya," gumam Arjuna tanpa sadar.   "Astaghfirullah, Astaghfirullah,  Astaghfirullah." Arjuna langsung beristighfar 3 kali, merutuki kebodohannya sendiri yang baru saja mencela makhluk ciptaan Allah.   Jangan sampai Elina mendengar apa yang baru saja terucap dari mulutnya, karena Elina pasti akan sangat sakit hati dan Arjuna tidak mau itu terjadi.   "Tidak ada manusia yang sempurna, setiap manusia pasti mempunyai kekurangan dan kelebihannya masing-masing," lirih Arjuna seraya menggenggam erat telapak tangan Abhimanyu.   Dengan penuh kasih sayang, Arjuna membelai puncak kepala Abhimanyu sebelum akhirnya mendekatkan wajahnya pada telinga Abhimanyu. "Selamat malam sayangnya Om Juna dan Bunda, semoga mimpi indah," bisik Arjuna penuh kasih sayang. Arjuna mengecup kening Abhimanyu tak lupa untuk menyelimuti Abhimanyu dan menyalakan AC agar Abhimanyu tidak merasa kepanasan.   Semua hal yang Arjuna lakukan pada Abhimanyu tak lepas dari pengamatan Elina yang kini diam mematung di ambang pintu kamar. Elina akan memasuki kamar tapi begitu ia melihat Arjuna mengucapkan selamat malam pada Abhimanyu, langkahnya terhenti.   Arjuna menghampiri Elina, mengusap dengan lembut puncak kepala Elina. "Tidurlah, ini sudah larut malam."   "Terima kasih Mas."   Kening Arjuna berkerut bingung begitu mendengar ucapan Elina. "Terima kasih untuk apa Sayang?"   "Karena sudah menyayangi Abhimanyu di saat Ayah kandungnya sendiri tidak menyanyangi dia," lirih Elina dengan mata berkaca-kaca.   Arjuna tersenyum, menatap Elina yang juga sedang menatapnya dengan penuh kasih sayang. "Mas sangat menyayangi kalian berdua dan Mas ingin membuat kalian berdua bahagia."   Air mata Elina semakin mengalir dengan deras begitu mendengar ucapan Arjuna yang terdengar sangat tulus. Arjuna menyeka air mata Elina seraya mengecup kening Elina. "Sudah jangan menangis lagi ya, nanti matanya bengkak, sekarang istirahatlah ini sudah malam." Elina hanya mengangguk dan setelahnya Arjuna pun keluar dari kamar Elina, lalu memasuki kamarnya sendiri yang berada tepat di depan kamar Elina.   Elina menutup pintu kamar, tak lupa untuk menguncinya. Elina tetap harus mengunci pintu kamar dan menyembunyikan kunci tersebut di tempat yang tidak Abhimanyu ketahui, itu Elina lakukan untuk mencegah agar Abhimanyu tidak keluar kamar karena terkadang Abhimanyu suka terbangun di tengah malam.   Elina menaruh tas miliknya di nakas lalu pergi menuju kamar mandi untuk mencuci kaki dan juga wajahnya. Setelah mengganti bajunya dengan setelan piyama, Elina lantas bergabung bersama dengan Abhimanyu di tempat tidur.   Rasanya Elina baru saja terlelap begitu samar-samar ia mendengar panggilan dari Arjuna dan Abhimanyu yang secara bergantian memanggilnya, mencoba untuk membangunkannya.   "Bunda bangun, waktunya sholat subuh." Itu suara Abhimanyu. Abhimanyu kembali mengguncang pelan bahu Elina, membuat Elina mulai sadar dari tidurnya.   Elina mengerjap, melirik Arjuna dan Abhimanyu secara bergantian seraya merubah posisinya menjadi duduk bersandar di kepala ranjang. "Memangnya sekarang jam berapa Mas?" tanyanya dengan suara serak khas bangun tidur.   "Jam 4 dan sebentar lagi masuk waktunya sholat subuh."   Elina mengangguk, menatap Arjuna dengan kening berkerut. "Kok Mas Juna bisa masuk ke sini?"     "Maaf ya, Mas buka pintu kamar kamu pakai kunci cadangan." Sebenarnya Arjuna merasa tak enak, ia takut Elina berpikir yang tidak-tidak tentangnya. Arjuna sudah mencoba berbagai cara untuk membangunka Elina tapi selalu gagal, karena itulah ia memilih untuk memasuki kamar Elina dengan kunci cadangan yang memang ia pegang.   "Enggak apa-apa kok Mas, kalau enggak Mas bangunin pasti aku bangun kesiangan."   Arjuna menghela nafas lega begitu mendengar jawaban Elina. Elina lantas mengalihkan pandangannya pada Abhimanyu yang kini ada dalam pelukan Arjuna. Sama seperti Elina, Abhimanyu masih terlihat mengantuk tapi itu tak akan membuat Elina memanjakan Abhimanyu.   Mungkin Abhimanyu memang belum wajib untuk menjalankan sholat tapi bagi Elina, kebiasaan baik harus di terapkan sejak dini agar saat nanti dewasa, Abhimanyu sudah terbiasa dan akan terasa berat jika sekali saja lalai dalam menjalankan kewajibannya.   "Kak jangan tidur lagi, tidurnya nanti saja habis sholat ya, sekarang Kakak wudhu dulu." Arjuna menurunkan Abhimanyu dari pangkuannya dan Abhimanyu pun bergegas menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu.   "Dia kalau wudhu harus di dampingi Mas karena terkadang suka terburu-buru."   "Ya sudah biar Mas dampingi, bangun ya jangan tidur lagi. Nanti kalau sudah sholat subuh baru boleh tidur lagi." Elina mengangguk dan setelah mendapat jawaban dari Elina, Arjuna segera menyusul Abhimanyu yang sudah memasuki kamar mandi.   Setelah selesai wudhu, Arjuna dan Abhimanyu pamit untuk sholat subuh di mushola yang berada di lantai 1, sedangkan Elina menjalankan kewajibannya seorang diri dan setelah selesai sholat, Elina kembali menaiki tempat tidur, tanpa sadar terlelap, padahal niatnya ingin menunggu kedatangan Arjuna dan Abhimanyu.   Sepulangnya dari mushola yang berada di lantai lantai 1 hotel, Arjuna memutuskan untuk membawa Abhimanyu ke kamarnya. Arjuna yakin kalau Elina sudah kembali tidur dan akan lebih baik kalau Abhimanyu bersamanya.   "Bunda?"   "Kak Abhi tidur sama Om Juna ya, mau?" Abhimanyu yang ada dalam gendongan Arjuna mengangguk.   "Abhimanyu enggak akan tidur kalau lampu kamarnya menyala." Kata-kata Elina beberapa jam yang lalu kembali terngiang-ngiang dalam benak Arjuna dan Arjuna pun mematikan semua lampu kamar, lalu berbaring bersama Abhimanyu di tempat tidur.   "Sebelum tidur kita harus apa Kak?"   "Baca doa."   "Kakak hafal baca doa sebelum tidur."   "Hafal."   "Siapa yang ajarin?"   "Bunda sama Bu gulu."   "Kenapa kita harus baca doa sebelum tidur?"   "Biar kita di jaga dari godaan setan dan tidak mimpi buruk."   "Pintar," puji Arjuna bangga. "Ya sudah, sekarang Kak Abhi baca doanya."   "Bismika Allahumma ahyaa wa bismika amuut."   "Artinya?"   "Dengan nama-Mu ya Allah aku hidup, dan dengan nama-Mu aku mati, Aamiin."   "Aamiin," sahut Arjuna dengan senyum mengembang. "Sekarang kita tidur ya."   Abhimanyu mengangguk, lalu berbalik menghadap Arjuna dan tanpa Arjuna duga, Abhimanyu memainkan daun telinganya dengan mata yanga perlahan tapi pasti mulai terpejam di iringi deru nafasnya yang semakin teratur, menandakan kalau Abhimanyu sudah terlelap begitu pun dwngan Arjuna.                                           ***   Jarum jam di dinding kamar hotel Elina sudah menunjukan pukul 7 pagi. Elina sudah mandi dan kini sedang sibuk berkutat dengan pekerjaannya yang kemarin sempat tertunda. Elina tidak perlu khawatir tentang Abhimanyu karena ia tahu kalau Abhimanyu sedang bersama dengan Arjuna.   Elina yang sejak tadi fokus mengatur jadwal Arjuna sontak menoleh begitu mendengar suara pintu kamarnya terbuka. Senyum manis tersunggging di bibir Elina begitu melihat Abhimanyu. Elina meletakan tabnya di meja saat melihat Abhimanyu berlari mendekatinya.   "Bunda, Abhi sudah mandi." Abhi menaiki sofa yang di duduki Elina, lalu duduk dalam pangkuan Elina.   "Coba sini, Bunda cium dulu." Abhimanyu memajukan wajahnya dan Elina pun mengecupi seluruh wajah Abhimanyu, membuat tawa Abhimanyu lolos. "Iya wangi banget anak Bunda. Abhi mandi sendiri? Atau di mandiin sama Om Juna?"   "Mandi sama Om Juna." Abhimanyu  mengalungkan kedua tangannya pada leher Elina, menyerukan wajahnya di ceruk leher Elina.   "Bunda."   "Apa Sayang?"   "Kenapa bulung Om Juna besal tapi bulung Abhi kecil?" Tanya si kecil Abhimanyu dengan polosnya.     Elina yang sedang makan keripik sontak tersedak begitu mendengar ucapan polos Abhimanyu lain halnya dengan Arjuna yang kini melongo dengan mulut terbuka, sama terkejutnya dengan Elina.   "Uhuk... Uhuk... Uhuk...." Elina terus menepuk dadanya yang kini terasa sakit. Arjuna yang sejak tadi berdiri di ambang pintu kamar segera menghampiri Elina, memberi Elina air minum dengan harapan kalau rasa sakit yang kini Elina rasakan bisa sedikit berkurang.   "Masih sakit?" Tanya Arjuna cemas. Elina mengangguk, masih belum mampu untuk berbicara karena ia masih mencoba meredakan rasa sakit yang kini tenggorokannya rasakan.   "Makanya, kalau makan itu pelan-pelan." Lagi, dengan polosnya Abhimanyu bersuara.   Arjuna dan Elina pun kompak tertawa, gemas melihat tingkah laku Abhimanyu. Abhimanyu turun dari pangkuan Elina, lalu mengambil kotak mainan yang memang wajib di bawa kemanapun ia pergi dab mulai memainkannya.   "Besar eh." Elina sengaja menggoda Arjuna, menatap Arjuna dengan senyum jahil yang kini menghiasi wajahnya.   Arjuna menoleh, menatap Elina dengan mata melotot. "m***m!"   "Siapa yang m***m?" Tanya Elina tak terima.   "Kamu lah masa Mas yang m***m?" Sahut Arjuna tak mau kalah.   "m***m itu apa?" Abhimanyu menatap Arjuna dan Elina yang kini sama-sama diam, bungkam begitu mendengar pertanyaan yang ia lontarkan.   "Kita makan aja ya, Kak Abhi mau makan apa?" Elina mencoba untuk mengalihkan pembicaraan dan sepertinya itu berhasil.   "Abhi mau makan ayam goreng."   "Mas sudah pesan makanan, sebentar lagi juga sampai." Tadi sebelum mandi, Arjuna sudah memesan makanan untuk sarapan jadi pasti akan sampai sebentar lagi.   Benar saja tak berselang lama, makanan yang Arjuna pesan sampai. Mereka pun mulai menikmati sarapan bersama dan tak butuh waktu lama bagi ketiganya untuk menghabiskan makanan yang Arjuna pesan.   "Kak sini, minum obat dulu." Elina memanggil Rafa yang kini sedang bermain bersama dengan Arjuna.   Abhimanyu menghampiri Elina dan meminum obat yang Elina berikan, setelahnya kembali bermain dengan Rafa, merangkai mainan lego miliknya dengan acak.   "Itu obatnya harus di minum setiap hari?"   "Iya Mas."   "Tapi enggak selamamya harus minum obat kan?"   "Mudah-mudahan enggak karena setiap kita kontrol pasti dosis obatnya di turunkan mengingat perkembangan Abhimanyu semakin membaik."   "Syukurlah kalau begitu, semoga semakin baik ya Kak," ujar Arjuna seraya membelai puncak kepala Abhimanyu. Abhimanyu yang sedang fokus pada mainannya hanya mengangguk.   "Mas."   "Hm." Arjuna hanya berdeham dengan fokus yang masih tertuju pada mainan di kedua tangannya. Arjuna sedang membantu Abhimanyu merangkai lego membentuk sebuah  pesawat.   "Nanti malam aku ikut pergi sama Mas?"   "Iya dong, masa Mas pergi sendiri. Kamu mau Mas di godain sama perempuan lain?" Bukan maksudnya Arjuna sombong tapi ia memang kerap kali mendapat godaan secara terang-terangan dari wanita jika ia pergi menghadiri acara pesta seorang diri.   "Memangnya Mas bakal tergoda?" Elina merenggut, kesal saat ia membayangkan Arjuna yang di goda secara terang-terangan oleh perempuan lain.   Arjuna diam, tidak langsung menjawab pertanyaan Elina. Kening Arjuna berkerut dan itu artinya Arjuna sedang berpikir. "Mungkin," jawabnya tak pasti.   "Mungkin?" Tanya Elina dengan sinis. Kedua tangan Elina bersedekap dengan mata yang kini menatap tajam Arjuna.   "Bercanda Bunda." Arjuna tahu Elina sedang merajuk padanya, padahal niatnya kan hanya bercanda.   Perasaan Elina menghangat begitu mendengar Arjuna memanggilnya dengan sebutan Bunda dan kemarahannya pada Arjuna pun menguap begitu saja.   "Cie, pipinya merona." Kali ini giliran Arjuna yang menggoda Elina.   Elina semakin salah tingkah saat Arjuna menggodanya. "Siapa yang merona?" Elina menutupi pipinya, meskipun itu percuma karena Arjuna sudah melihatnya dengan jelas.   "Cie, Bunda malu-malu kucing." Lagi, Arjuna menggoda Elina membuat Elina semakin salah tingkah.   "Mas Juna nyebelin!" ujar Elina dengan nada merajuk.   "Tapi ngangenin kan?" Arjuna menaik turunkan alisnya, kembali menggoda Elina.   "Mas Abhimanyu enggak mungkin kita bawa." Lebih baik Elina tidak lagi menanggapi godaan Arjuna karena Arjuna tidak akan berhenti menggodanya jika ia terus menanggapinya.   "Mas tahu Elina."   "Terus bagaimana?"   "Mas sudah menghubungi Lisa dan meminta agar salah satu rekan kerjanya untuk menjaga Abhimanyu selama kita pergi."   "Siapa mereka?"   "Lisa itu teman Mas, Lisa itu psikolog dan Lisa sudah setuju, nanti Lisa bakalan kirim Maya dan Doni buat jagain Abhimanyu. Jadi kamu enggak perlu khawatir dan kita bisa pergi dengan tenang."   Elina diam, tidak menanggapi ucapan Arjuna. Arjuna melirik Elisa karena Elina tak kunjung bersuara.   "Jangan khawatir Elina, Maya juga teman Mas dan dia juga seorang Ibu, pasti dia bisa menjaga Abhimanyu dengan baik selama kita pergi." Arjuna seolah tahu kegundahan yang kini sedang Elina rasakan.   "Iya, Elina percaya kok sama Mas Juna."   "Oh iya, besok kita jalan-jalan ya."   "Jalan-jalan kemana?" Elina penasaran, kemana Arjuna akan membawanya dan Abhimanyu jalan-jalan.   "Ke pantai, mau kan Kak main air di pantai?"   Arjuna yang sejak tadi duduk di samping Arjuna sontak menggeleng. "Enggak mau," tolaknya tegas.   "Kan sudah aku bilang kalau Abhimanyu enggak bakalan mau di ajak ke pantai."   "Besok aku tetap akan ajak Abhimanyu buat main ke pantai."   "Dia enggak bakalan mau Mas."   "Kenapa enggak mau? Biasanya anak-anak paling suka main di pantai, apalagi kalau main pasir."   "Dia tuh takut, makanya setiap kali aku ajak main di pinggir pantai suka nangis karena takut."   "Itu kan sama kamu, sama Mas kan belum. Nanti biar Mas yang bujuk biar dia mau main di pantai."   "Terserah Mas Juna." Lebih baik Elina mengakhiri perdebatan yang terjadi karena Elina yakin kalau   "Kalau hari libur, Abhimanyu suka tidur siang gak?" Abhimanyu diam, tidak menjawab pertanyaan Arjuna karena ia sedang fokus pada mainannya.   "Kak Abhi, kalau ada yang bertanya harus di jawab ya, jangan diam saja." Elina menegur dengan halus Abhimanyu.   "Enggak suka," jawab Abhimanyu sambil menggeleng.   "Kalau hari libur biasanya aku ajak tidur siang Mas, biasanya habis sholat dzuhur baru tidur." Elina akhirnya bersuara, menjawab pertanyaan Arjuna.   "Sampai sore?"   "Enggak Mas, biasanya cuma 1 jam atau paling lama 1 jam 30 menit."   "Kenapa enggak sampai sore?"   "Kalau sampai sore, nanti malamnya dia susah tidur dan yang repot aku juga."   "Suka ikut les gak?"   "Mungkin semester depan Mas, tapi dia maunya les memanah."   "Ya bagus dong, itu melatih konsentrasi." Elina mengangguk, setuju dengan apa yang Arjuna katakan.   "Terus kalau les berenang mau gak? Setahu Mas, berenang juga bagus untuk anak spesial seperti Abhimanyu."   "Enggak mau, nanti Abhi tenggelam." Bukan Elina yang menjawab pertanyaan Arjuna tapi Abhimanyu. Meskipun fokus Abhimanyu pada mainannya tapi ia mendengar dengan jelas apa yang Arjuna katakan.   Arjuna sontak terkekeh begitu mendengar jawaban Abhimanyu. "Kalau kita bisa berenang, Insya Allah enggak akan tenggelam Kak."   "Enggak mau, Abhi takut tenggelam," jawab tegas Abhimanyu. Arjuna dan Elina kembali terkekeh dan seharian ini mereka habiskan untuk di hotel. Arjuna menemani Abhimanyu bermain sedangkan Elina fokus bekerja.   Malamnya, Arjuna dan Elina pergi menghadiri acara pesta pernikahan Putra Pak Dhanu, menitipkan Abhimanyu pada Maya dan Doni. Tadinya Elina pikir kalau Maya dan Doni itu adalah sepasang suami istri tapi ternyata Ibu dan Anak. Abhimanyu tentu saja senang saat bertemu dengan Doni. Bahkan Abhimanyu langsung mengajak Doni untuk bermain lego dan Doni pun tidak menolak.   Atjuna dan Elina pulang pukul 9 malam dan begitu keduanya sampai di hotel di mana mereka menginap, Elina mendapati Abhimanyu yang sudah terlelep dengan pulas di kamar, sementara Maya dan Doni sedang menonton televisi di ruang tamu.   "Terima kasih banyak ya May karena sudah mau menjaga Abhimanyu."   "Sama-sama Arjuna, kalau begitu aku pamit pulang ya, kasihan Doni sudah mengantuk."   "Ok, hati-hati ya bawa mobilnya."   "Salam buat Elina ya Jun."   "Siap, nanti aku sampaikan." Maya mengangguk dan setelah pamit pada Arjuna, Maya dan Doni pamit undur diri.   Tak berselang lama setelah kepergian Maya dan Doni, Elina keluar kamar dan sudah berganti pakaian."Mas, Mba Maya sama Doninya mana?" Elina tentu saja bingung saat tidak melihat Maya dan Doni duduk di ruang tamu.   "Baru aja pulang."   "Loh kok pulang sih? Padahal aku belum bilang terima kasih loh sama Mba Maya dan Doni karena sudah mau menemani Abhimanyu."   "Udah Mas wakilkan dan Maya juga titip salam buat kamu."   "Padahal seharusnya Mas tahan dulu ih, aku juga mau kasih sedikit uang jajan buat Doni."   "Doninya sudah mengantuk dan masalah uang, sudah Mas selesaikan sebelum Maya dan Doni datang."   "Sini biar aku ganti, habis berapa?"   "Sebaiknya kita juga tidur, sudah malam." Arjuna mengabaikan pertanyaan Elina dan itu membuat Elina kesal.   "Ma—"   "Mas tidur duluan ya Sayang." Arjuna mengevup kening Elina, pergi keluar kamar tanpa menunggu respon dari Elina. Elina merenggut, kesal karena Arjuna selalu saja menolak saat ia membahas masalah uang.                                            ***   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD