Bab 12

1009 Words
Fito memandang Fida lekat - lekat. Tidak mengalihkan pandangannya meski untuk sekejab saja. Tatapannya mengunci Fida dalam kenangan yang nyaris sudah terlupakan. Fida seolah kembali kemasa lalu. Fito yang ada dihadapannya adalah Fito yang dulu dikenalnya.. Ya, Fitonya telah kembali ... Menyadari hal tersebut entah kenapa membuat hati Fida lega jadinya. Perasaan bertanya - tanyanya selama ini menjadi terjawab sudah. Ganjalan dalam hatinya sirna seketika. Fida tidak akan menganggapnya sebagai balas dendam atas ego dirinya yang selama ini seakan tergadai karena perselingkuhan Fito. Fida hanya merasa lega saja ... Apakah itu karena dirinya merasa benar dengan asumsinya selama ini ? Gagal move on dan harapan mungkin sudah bercampur menjadi satu dalam diri Fida. " kamu masih cantik, bahkan lebih cantik dari dulu ". Dari banyaknya kalimat yang ada, entah kenapa Fito malah memulai pembicaraan mereka dengan kata - kata tersebut. Fida bukannya merasa ge er, sama sekali tidak. Selain karena sudah sering mendengarnya. Baik yang tulus ataupun yang sekedar berbasa basi saja. Fida bukanlah orang yang suka memandang orang lain dari fisiknya. Bagi Fida, cantik dan ganteng relatif saja. Tiap orang memiliki penilaiannya sendiri. kalau untuk kepribadian mutlak baginya. Hanya orang yang memiliki kepribadian yang baik saja yang akan bertahan lama menjadi temannya. " Kamu terlihat semakin dewasa sekarang " ucap Fito kemudian. Dari tadi pandangannya seakan memindai Fida dengan lekat. " Tua maksudmu ? " tanya Fida " rasanya wajar saja karena memang begitu adanya " Fito menggeleng ," Dewasa bukan berarti tuakan ? kamu tidak pernah gagal membuat aku terpana " ralat Fito cepat. terdengar sangat garing tapi kenyataan yang dirasakan oleh Fito selama ini. " waktu sudah lama berjalan dan kita mengalami banyak perubahan " ucap Fida pada dirinya sendiri. Fito mengangguk membenarkan. Orang yang sukses selalu tekun dengan jalan yang telah dia pilih. Para pecundang begitu mudah memutar haluan demi mengejar kemilau semu. " Aku adalah pecundang yang mengharapkan kesempatan kedua " kata Fito pelan. Kentara sekali kurang percaya diri dengan permintaan hatinya pada Fida. Fida tidak segera menjawabnya. Perlu pertimbangan matang baginya untuk menentukan sikap atas masa depannya. Ada juga seseorang yang harus ia pertimbangkan sebelum mengambil keputusan. " Kapan kamu akan menikah ?" tanya Fida mengalihkan topik pembicaraan. Fida tidak akan lupa kalau Fito telah memiliki tunangan. " Kapan saja ," jawab Fito memancing perhatian Fida. Benar saja, rona wajah Fida sedikit berubah mendengar jawabannya. Fito bersorak girang dalam hatinya. " Tapi pastinya tidak dalam waktu dekat ?" Mata Fida mengirimkan pertanyaan mengapa pada Fito. " Menunggu calon mempelai wanita siap dulu. Aku juga belum sembuh total. Tidak lucukan kalau aku nanti bersanding sambil memakai kruk. Fida hanya tersenyum tipis sebagai reaksi atas cerita Fito. " Kamu kapan siapnya ?" tanya Fito. Fida berusaha tersenyum meski terlihat masam. " Kamu harus sudah siap saat aku sembuh nanti " " Aturan darimana itu ?" tanya Fida sewot ," Kalau kamu mau menikah duluan silahkan saja tidak perlu menunggu aku " Fito mengerutkan keningnya ," Ya nggak bisa dong, aku memang harus menunggu kamu. Kamukan calon mempelai aku !" Fida melongo mendengarnya. Kenapa jadi dirinya yang dilibatkan ? " Aku hanya akan menikah dengan kamu bukan dengan orang lain, jadi selama apapun aku akan menunggu." Kapan dirinya setuju? " Aku sudah dijodohkan " Darah Fito mendidih mendengarnya ," dengan siapa ?" Fida tidak menjawabnya. " Pasti dengan dokter itukan ?" Fida mengangguk pelan. " Apa kamu mencintainya ?" Kembali Fida bungkam. " Jangan menikah dengannya! aku mohon jangan menikahi dia. Tunggu aku, aku akan mendatangi Om dan Tante " Fida memandang Fito ragu. Apa orangtuanya akan menerima kehadiran Fito lagi. *** " Bagaimana perkembangan hubungan kamu dengan dokter Ryan ? Apa sudah mengarah ketahap yang lebih serius ?" Papa Fida bertanya dengan harapan agar anaknya segera menikah. Sesantai - santainya seorang Hawari Manaf dalam memandang masa depan tetap saja berubah jadi sibuk menunggu anak semata wayangnya untuk menikah. Dia tidak bisa menahan diri lagi. Tujuan hidupnya begeser seiring dengan pertambahan usianya. " Orang tua Ryan menanyakan kapan bisa berkunjung untuk berkenalan dan melamar kamu " kali ini Mama Fida yang bersuara. " Kami belum sejauh itu ma " jawab Fida. Mama Fida menatap anaknya seksama ," itu karena kamu yang tidak mau membuka diri " sebut Mamanya ketus. Capek juga melihat anaknya terpuruk berlama - lama. Sudah banyak waktu yang ia berikan agar Fida bisa menyembuhkan luka hatinya. Tapi Fida seakan menikmati masa patah hatinya. Seandainya saja ingin memperturutkan perasaan hatinya sebagai seorang ibu, sudah lama dokter Jelitasari mendatangi Fito untuk membalaskan rasa sakit hati anaknya. Namun sebagai insan terdidik dan dewasa ia menahan diri demi anaknya bisa belajar akan kegagalan yang ia rasakan. Hidup tidak selamanya mudah, dan Fida harus merasakan kepahitan juga. Jelitasari yakin akan ada pria baik yang akan mencintai anaknya dengan tulus nantinya. Besar harapannya kalau orang itu adalah dokter Ryan yang berasal dari lingkungan profesi yang sama dengann dirinya. Fida menatap Mamanya kaget bercampur kesal, begitupun dengan cara mamanya menatap Fida. " Kamu harus bangkit dari tempatmu terpuruk " ucapnya tak kalah tajamnya yang dihadiahi sebuah gelengan dari suaminya. Hawari tidak ingin anak dan isterinya jadi bertengkar. " Aku sudah bangkit sejak lama " jawab Fida tak terima dengan tuduhan Mamanya. " kalau begitu buktikan pada kami " balas Mamanya ," Terima lamaran dokter Ryan " " Mama ! " sahut Fida ," Pernikahan bukanlah hal sepele, aku tidak mau gegabah dalam mengambil keputusan ." " Cepat bukan berarti gegabah, kita semua sudah tahu latar belakang Ryan seperti apa jadi tidak bisa dianggap sebagai keputusan yang gegabah juga. Kamu sendiri juga tahu kalau Ryan sudah menaruh perasaan sejak lama " Fida tidak pernah bisa menang bila berdebat dengan mamanya. Dengan terpaksa Fida menatap papanya meminta pertolongan. " Papa berikan waktu sebentar lagi, Kalian harus lebih sering bertemu supaya lebih mengenal lagi " putus Papanya yang ditanggapi dengan delikan sebal oleh mamanya. Fida tidak bisa tidak tersenyum melihat raut pasrah dari Mamanya. Saat sedang seperti ini selalu mamanya yang jadi pihak mengenaskan karena ulahnya dengan sang Papa. Fida bukannya tidak tahu kalau kepasrahan mamanya juga karena rasa sayangnya pada Fida. tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD