AWAL NESTAPA

1002 Words
"Sayang cepat bangun, masa anak gadis jam segini belum bangun juga..ayook, adik mu Rian udah nungguin tuh katanya minta diantar ke toko buku" seruan ibu tercintaku mampu membuyarkan impian indahku. "Iya.. bu, ini hari libur bisa nggak aku nerusin bobo manis nya.." "Ih.. kamu itu gimana mau dapet jodoh coba, jam segini masih bermalas - malasan, ayo.. cepat.." seperti biasa ibu selalu menarik ku paksa. "Iya.. bu iya.., aku bangun" "Nah gitu dong, mau sampai kapan sih kamu kaya gini, gimana kalau udah punya suami bisa makan ati nanti suami kamu lihat istrinya yang malas begini" Sebelum jurus omelan panjang lebar bergegas ku ke kamar mandi. Aku sangat bahagia mempunyai keluarga yang sangat sayang kepadaku. Aku dua bersaudara adik ku bernama Rian yang masih duduk di bangku SMA. Alhamdulilah untuk menopang hidup kami, ibu mempunyai 5 pintu kontrakan. Kami hidup bertiga, ayah telah lama pergi meninggalkan kami bersama selingkuhannya, hingga akhirnya ibu menjadi TKW ke luar negri, waktu itu aku dan Rian masih kecil dan di asuh nenek dari ibu namun sayang nenek meninggalkan kami untuk selamanya setelah ibu kembali. Kini perekonomian keluarga kami stabil apalagi aku sudah bekerja di salah satu perusahaan elit di tempatku. Semua gaji ku serahkan pada ibu untuk mengelolanya, aku salut pada ibu karena dengan uang gaji ku dan hasil kontrakan bisa menambah yang tadinya 5 pintu menjadi 10 pintu. "Alhamdulilah sayang.., kontrakan kita bertambah mudah - mudahan akan selalu bertambah" senyuman ibu tercintaku merekah terpancar raut kebahagiaanya, tak henti ku ucap syukur dengan semua ini. "Iya.. bu aku juga senang banget.." dan seperti biasa adegan pelukan sayang antara aku dan ibu tercinta menyusul Rian yang tidak mau ketinggalan, sungguh situasi ini yang selalu membuatku nyaman, aman dan damai, dan aku berjanji untuk selalu membahagiakan ibu dan adik ku karena mereka lah harta yang paling berharga yang aku punya. Namun itu dulu sebelum aku menikah dengan mas Leo yang kini telah menjadi suamiku. Suami yang seharusnya menjaga, menuntun, menyayangi justru berbanding terbalik.. aku tersiksa. Awal rumah tangga yang harmonis kini berubah, pertengkaran demi pertengkaran kerap terjadi setelah kehadiran orang ketiga.. ya orang ke tiga yang telah menciptakan neraka di rumah tangga ku, bukan hanya itu saja bahkan hampir semua keluarga mas Leo membenci ku mereka ingin aku hanya manut saja mendukung perselingkuhan mereka. Hari - hari ku lalui tanpa ketenangan, hanya amarah yang meluap tak terkendali namun tak bisa ku ungkapkan jiwa ini seolah ada yang mengendalikan hingga tak mampu bersikap, dan aku.. kini terpuruk tanpa ada perlawanan, entahlah.. tenggorokan ku tercekat, keberanian ku menciut. "Walau bagaimana pun juga aku tak akan pernah menceraikan mu Ratih, camkan itu" ucapan yang selalu terdengar ketika ku protes kepada suamiku mas Leo. "Sudahlah.. sebagai istri kamu nurut aja.. yang penting, kan.. segala kebutuhan kamu tercukupi, ngapain sedih.., kamu itu cuma di tinggal kawin.. bukan di tinggal mati.. ribet amat, lagian kamu sih.., nikah udah satu tahun belum juga hamil.. pantas saja Leo berpaling, jadi jangan lebay deh" lagi - lagi ibu mertua ku mendukung anaknya dan malah menyudutkan ku, aku hanya terdiam menahan sakit hati ini, mungkin inilah yang dinamakan sakit tak berdarah tak ku sangka begitu sakitnya. "Maaf.. iy- iya bu" dan hanya itu yang mampu keluar dari mulut ku. Aku pun tak mengerti, padahal hati ini sungguh sudah terbakar api amarah. Seperti biasa setiap pagi aku berkutat di dapur memasak untuk sarapan pagi, setelah itu bersih - bersih, lelah rasanya dengan rutinitas seperti ini, semua ku lakukan karena hanya aku yang nganggur di rumah ini, semenjak menikah dengan mas Leo, aku risent karena mas Leo tidak mau aku bekerja, ia ingin aku fokus menjadi ibu rumah tangga. Sebenarnya aku senang melakukannya, karena permintaan mas Leo namun ketika mengetahui dirinya berselingkuh aku jadi menyesal risent kerja padahal jabatan ku kala itu manager keuangan. Tapi.. ya sudahlah, semua telah terjadi.. dan aku pun masih bingung apa langkahku selanjutnya, karena untuk kali ini pikiran ku masih buntu, dan masih harus bertahan dalam keterpurukan. "Eh.. ada besan, dan ini Rian ya.. udah besar ayo.. silahkan masuk.. udah lama tidak ke sini, tapi... Ratih sedang tidak di rumah bu.. biasa lagi liburan sama Leo.. ayok bu.. duduk" Loh.. siapa yang berkunjung jam segini, tapi.. bentar besan mungkin kah itu ibu ku.. namun kenapa ibu mertuaku berbohong dengan mengatakan kalau aku sedang liburan?, aku pun mengintip dan menguping di balik pintu. "Ibu.. aku kangen.., Rian ah ternyata benar mereka yang datang" gumanku dalam hati, aku tak mengerti kaki ini seolah susah untuk melangkah sekedar menghampiri ibu dan adik ku, dan lidah ini terasa kelu hanya untuk memanggil ibu, aku benar - benar tak mengerti. "Owh.. lagi liburan, kemana bu besan?, padahal saya sangat kangen sekali ingin segera bertemu, soalnya kini di telpon pun susah sekali di hubungi bu" "Itu dia bu besan mungkin mereka lagi benar - benar menikmati liburan tanpa ingin ada yang mengganggu, jadi hp mereka tidak di bawa atau tidak di aktifkan, tapi sudahlah bu besan jangan khawatir mereka sedang berbahagia kini, apalagi mereka sedang program anak, biarlah mereka menikmati kebahagiaannya" "Begitu ya bu besan, ya sudah kalau begitu saya pamit pulang saja, dan ini bu besan ada sedikit makanan ringan untuk camilan" "Waah.., ibu besan repot - repot segala makasih ya.. nanti kalau pulang saya sampaikan kalau bu besan ke sini" "Ya, bu besan terima kasih.. mari.. saya permisi" Ibu dan adik ku Rian pun pergi, sungguh aku tak percaya dengan ibu mertuaku karena telah berbohong, apa maksudnya?, apakah takut ketahuan kalau aku di perlakukan tidak baik oleh mereka?, aku masih bingung dengan semua keadaan yang menimpaku kini. "Tih... Ratih, sini" Panggilan ibu mertua menggema di semua ruangan, bergegas ku menghampirinya. "Kenapa bu..,oh ya.. kayaknya ada tamu siapa bu?" "Bukan siapa - siapa, cuma yang minta sumbangan aja, ini ibu barusan di kasih tetangga kamu beresin ya.." Hatiku sungguh sakit, ibu ku di katakan peminta sumbangan apa maksudnya dari perkataan ibu mertua, bahkan oleh - oleh yang di bawa ibu pun di katakan dari tetangga, aku bingung namun aku tak bisa berbuat apa - apa hanya manut tanpa protes. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD