Mitha

1206 Words
Selepas mendengarkan perkataan tak mengenakan dari Bayu, Ayu lebih memilih menutup panggilan. Tak ada alasan yang mewajibkan dirinya mendengar ocehan Bayu. Lagian kalo Bima kaya kenapa? Ayu juga tak akan meminta separuh harta lelaki itu, yang terpenting dia bisa menyelesaikan dua tahun waktu perjanjian yang telah Ayu tanda tangani. Semua akan benar-benar berakhir setelah kontrak pernikahan itu terpenuhi. Ayu memang tak ada rencana menikah, setelah putus dari Bima saat sekolah menengah dulu, ia menolak untuk kembali berhubungan dengan pria manapun. Hidupnya sudah cukup ramai dengan keluarga hangat dan teman yang supportif. Kalo ditanya apakah dirinya trauma? Tentu tidak, Ayu malas saja harus kembali berurusan dengan t***k bengeknya percintaan yang penuh melankolis. Tak ada alasan juga untuk dirinya menikah, Ayu tak pernah menyukai adanya anak kecil kecuali adiknya. Itu juga kenapa dia tak terlalu menyetujui perkara ingin Bima memiliki anak dengannya, meskipun untuk memberikan kedua orangtuanya cucu, Ayu tak akan mau. Dia masih punya dua adik yang akan memberikan cucu untuk kedua orangtuanya. Bima juga bisa menikah dengan Mitha setelah bercerai dengannya, tak ad yang melarang lelaki itu menikah lagi setelah bercerai dengan dirinya kan? Jadi untuk apa Ayu repot-repot berusaha merawat anak dari lelaki itu? Ayu beralih mengambil laptopnya, membuka beberapa pekerjaan yang belum ia selesai. Laporan akhir bulan. Ayu memiliki izin cuti cukup lama, tapi tak apalah kalau ia ingin mengerjakannya sekarang. Toh, Ayu juga sedang tak ada pekerjaan lain. "Mbak?" Ayu menoleh, menatap sosok ibu-ibu yang melongo ke dalam kamar. Itu ibu-ibu yang memiliki pekerjaan paruh waktu di rumah Bima ini, ada apa dia memanggil Ayu? "Ada apa?" tanya Ayu membalas. "Saya mau bersihin kamar, boleh?" jawab ibu itu sambil masuk sepenuhnya ke dalam kamar. Sebenarnya kamar ini masih bersih, Ayu dan Bima semalam kan menginap di rumah orang tua Ayu. Namun, tak apalah kalo mau dibersihkan, ia bisa mengerjakan pekerjaannya di halaman belakang rumah. Oh ya! Rumah Bima ini luas sekali, ada kolam renang pula di halaman belakang rumah. Mungkin tempat itu akan menjadi favorit Ayu setelah kamar tidur, apalagi ada hiasan tumbuhan hijau di sekelilingnya. Meskipun Ayu tak bisa berenang, ia menyukai jernihnya air yang menggenang. Tentunya ia ingin sekali bisa berenang, tapi nanti sajalah kalau ada waktu Ayu akan belajar berenang. Selain itu, ada pula lantai dua rumah ini yang digunakan untuk ruang olahraga, balkon, juga ruang kerja Bima. Ayu belum melihat ke sana, tapi kemarin Bima sudah bercerita sedikit tentang denah rumah besar ini. "Yaudah, Bu, bersihin aja. Saya ke halaman belakang aja," balas Ayu sambil beranjak keluar kamar, tak lupa membawa laptopnya. Ayu tersenyum sebelum akhirnya benar-benar meninggalkan kamar, berjalan gontai ke arah halaman belakang. Ayu akan meletakkan laptopnya terlebih dahulu, lalu mengambil sedikit cemilan dengan air dingin. Ayu suka makan, tapi badannya tak gemuk-gemuk sangat kok. Ia memang tak memiliki makanan yang dihindari atau alergi, Ayu bisa memakan semua jenis makanan. Walaupun soal memasak ia tak sejago ibunya, tapi itu sedikit membantu dirinya yang suka makan. Semenjak masuk ke rumah ini Ayu jadi memiliki kembali nafsu makan, padahal sebelum menikah Ayu benar-benar tak ada keinginan makan sedikitpun. Bima sampai menegurnya perihal berat badan kan kemarin. Saat membuka kulkas bisa dilihat berbagai macam buah dan jus buah kemasan berjajar di kulkas rumah Bima, tapi kali ini Ayu ingin membuat indomie saja, dengan telur dan sayur sawi. Ayu mengambil sebuah panci mengisi air dan merebusnya, ia akan membuat indomie rasa ayam bawang. Selain memang enak, tinggal varian itu yang tersisa di kulkas Bima. Satu kebiasaan Ayu mengulek cabai rawit untuk dicampur ke dalam mie instan buatannya, menurutnya jika hanya dipotong rasa pedasnya tak akan berasa. Makanya ia akan merebus cabai untuk bersamaan dengan mienya. Nanti kalau sudah matang akan ia hancurkan mengunakan sendok, lebih berasa pedasnya. Tiga puluh menit mie instan tersebut siap di dalam mangkuk, Ayu membawanya ke halaman belakang, tak lupa menyeduh sirup marjan untuk menjadi pendamping. Sebelum benar-benar duduk, Ayu terlebih dahulu melihat ke dalam kolam. Ia penasaran seberapa dalam kolam ini, entah dari mana rasa penasaran itu, lihatlah dirinya bahkan masih memegang mangkuk berserta satu gelas es sirup di kedua tangannya. Kolamnya cukup dalam memang, tapi Ayu masih bisa melihat dasar kolam karena jernihnya air kolam ini. Lama Ayu memperhatikan, tiba-tiba satu dorongan membuatnya terjatuh ke dalam kolam. Benar-benar terjatuh bersamaan dengan mie dan sirup yang telah ia buat sebelum. "To-tolong ... !" Kaki Ayu tak bisa menapaki dasar kolam, tangannya berusaha meraih sesuatu di atas sana. Ayu tak bisa melihat siapa yang mendorongnya, tapi terlihat sekali orang itu masih berdiri di tempat Ayu tadi. "To-tolong ... !" Ayu masih berusaha, tapi percuma ia tak tau sama sekali teknik berenang. Detik-detik terakhir saat Ayu akan benar-benar tenggelam, ia bisa samar-samar melihat Bima berlari panik menuju kolam. Byur! Bima berenang menghampiri Ayu, menariknya masuk ke dalam pelukan suaminya ini. Bima membawa Ayu keluar dari kolam, sayangnya gadis itu sudah pingsan kehabisan nafas. Bima membaringkan Ayu di samping kolam, melakukan pertolongan pertama saat orang tenggelam. Lelaki itu panik, wajah Ayu sudah pucat pasi. "Kenapa, Pak?" tanya Ibu paruh waktu yang tergopoh-gopoh berlari menghampiri Bima dan Ayu. "Ambilin anduk, Bu, cepet!" jawab Bima masih tetap fokus pada Ayu. Lama Bima berusaha menekan d**a Ayu agar air keluar dari mulutnya, tapi gadis itu masih saja menutup matanya. Tak ada cara lain selain memberikan nafas buatan, saat Bima akan mendekat bibirnya ke arah Ayu tiba-tiba... "Eh?! Kamu mau ngapain?!!" teriak seorang perempuan tak jauh darinya. "Nafas buatan!" "Jangan!" Tak menggubris larang tersebut, Bima lebih memilih cepat memberikan nafas buatan untuk Ayu. Persetan, istrinya dalam bahaya dan tak ada cara lain untuk menolong. Sampai akhirnya Ayu terbatuk dan memuntahkan sejumlah air yang tak sengaja terminum olehnya. Bima bernafas lega, ikut membantu menepuk-nepuk pundak Ayu. "Ini, Pak!" Ibu pekerjaan paruh waktu yang tadi Bima mintai tolong datang, menyodorkan handuk ke arahnya. Bima menerima handuk itu, melekatkan ke tubuh Ayu yang sudah basah kuyup. Kemudian lelaki itu memilih mengangkat tubuh Ayu dan membawanya masuk ke dalam rumah, meninggalkan dua perempuan yang masih terdiam menatap perlakuan Bima kepada Ayu. Bima meletakkan Ayu di atas ranjang, sebelum akhirnya ia pamit untuk keluar sebentar. Ada yang harus ia urusi sebentar. Ayu mengangguk saja, masih syok dengan kejadian yang menimpa dirinya. "Kamu gila ya? Ayu gak bisa berenang!!!" bentak Bima saat dirinya sampai di halaman belakang kembali. Matanya sedikit melirik ke arah kolam yang telah dipenuhi mie setar sayuran yang tadi Ayu bawa, bisa-bisa Mitha mendorong Ayu ke dalam kolam dengan kedalam dua meter ini. "Aku gak tau dia gak bisa berenang, Sayang," cicit Mitha takut. "Ya kalaupun gak tau, gak usah iseng kayak gitu lah! Kamu juga bisa liat dia masih bawa makanan, gak mau berenang! Makanya mata tuh di pake!" Mitha menunduk dalam. Lagipula siapa suruh mendorong seenaknya jidat ke arah kolam renang, bukannya itu salah satu kejahatan ya? Kalau Ayu bisa berenang pun hal itu tidak bisa dibenarkan. Bima masih menatap marah ke arah Mitha, sebelum akhirnya menghela nafas dan menunjuk arah pintu keluar. "Sekarang kamu pulang!" "Tapi kita kan mau nonton!" "Gak, sekarang kamu pulang!" Mitha tak bisa membantah lagi, ia memilih berjalan dengan enggan keluar rumah. Sempat Mitha menatap ke arah Bima, namun wajah lelaki itu masih mengeras marah. Bima lebih memilih kembali menghampiri Ayu yang terbaring di dalam kamar, gadis itu hampir saja kehilangan nyawanya. "Yu? Gak apa-apa?" ×××
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD