1 – Cara Sederhana Menghangatkan Hati

1932 Words
Sesederhana pandangan mata bertemu, hati pun menghangat dengan wajah bersemu. Cinta memang bisa memberikan dampak sedahsyat itu. ▫◻▫ Layaknya studio dance pada umumnya, di bagian depan dan belakang ruangan terdapat kaca besar untuk memudahkan pelatih mengajari muridnya koreografi baru, di salah satu sudut terdapat sebuah sound system. Sisi kanan dindingnya dicat berwarna putih gading dengan beberapa lukisan yang menghiasi dinding, sementara pintu kayu berwarna coklat berada disampingnya. Terakhir, di sisi lainnya ada jendela besar yang menunjukan sebuah lapangan basket juga gedung bertingkat yang digunakan oleh murid-murid kelas 12.   Lagu milik New Hope Club – Danna Paula yang berjudul Know Me Too Well dengan hentakan irama yang lebih cepat dari aslinya terdengar di setiap sudut studio dance, membuat seorang gadis cantik semakin lincah menggerakkan tubuh indahnya seirama dengan musik, ditambah dengan tatapan kagum teman satu klub serta pelatihnya membuat ia semakin percaya diri dan semangat untuk menunjukkan kebolehannya menari. Tak peduli dengan rambut hitam panjangnya yang sesekali menempel di wajahnya yang penuh dengan keringat, pun ia tak takut jatuh terpeleset karena lantainya yang terbuat dari parket membuat ia bebas bergerak. Setiap gerakan tubuhnya halus namun tetap terlihat tajam. Bukan hanya gerak tubuhnya yang begitu lincah, namun ekspresi wajahnya pun seolah menggambarkan apa yang ingin ia sampaikan lewat tarian serta lagu tersebut. Hingga mampu membuat orang yang menyaksikannya seolah terhipnotis.  Lalu, tubuhnya berhenti bergerak tepat saat musik berhenti berputar. Napas gadis itu memburu akibat lelah, keringat bahkan mengucur dari pelipisnya. Namun, hatinya dipenuhi dengan rasa puas. Terlebih, saat tepuk tangan terdengar menggantikan musik yang sudah tak terdengar.  Aileen Sifabella segera menyunggingkan senyuman manisnya dan sedikit membungkukkan tubuh sebagai tanda terima kasih pada orang-orang yang bertepuk tangan, terutama pada pelatihnya yang sedari tadi menyaksikan dan sekarang melangkah menghampirinya masih sambil bertepuk tangan.  “Keren, Aileen!” puji Nadia merasa bangga. "Kakak yakin lomba nanti kamu masuk tiga besar." Aileen terkekeh malu mendengar pujian sekaligus doa dari Nadia, pelatihnya. "Makasih, Kak. Semoga aku masuk tiga besar nanti," balasnya penuh harap. "Pasti," ucap Nadia. "Kamu harus yakin sama kemampuan kamu sendiri, jangan ragu, oke?"  Aileen mengangguk tegas sebagai balasan disertai senyuman manis.  “Oke, kamu istirahat dulu. Perlombaan memang semakin dekat, tapi jangan memaksakan diri untuk terus berlatih, kamu juga harus jaga kesehatan. Jangan sampai niat kamu terus latihan biar keren di perlombaan nanti, justru malah bikin badan kamu drop dan akhirnya kamu gagal,” kata Nadia mengingatkan.  Lagi-lagi Aileen mengangguk. “Siap, Kak. Aku akan terus berlatih tanpa mengabaikan kesehatanku juga,” balasnya.  Nadia mengangguk puas dengan jawaban Aileen. Lalu, Nadia membalikan tubuh menghadap pada murid-muridnya yang lain. “Oke, Girls! Untuk latihan kita hari ini Kakak akhiri. Vina, persiapkan koreografi grup kamu untuk minggu depan mulai dari sekarang. Perlombaan yang akan kalian hadapi memang terbilang masih lama, tapi kita harus mempersiapkannya sedari sekarang, oke?”  “Oke, Kak!” balas Vina dan teman satu grupnya.  “Untuk yang tidak mengikuti perlombaan, jangan bersantai. Memang ikut atau pun tidak perlombaan ini adalah keputusan kalian, tapi kalian tetap harus latihan untuk terus mengasah bakat dan meningkatkan kemampuan, oke?” seru Nadia.  “Oke, Kak!” balas mereka serentak.  “Kalau begitu, Kakak pamit dulu. Selamat sore.” “Selamat sore, Kak,” balas seluruh anggota.  Setelah mengambil tasnya, Nadia berbalik menepuk bahu Aileen dua kali disertai senyuman manis untuk memberikan semangat lalu melangkah pergi.  Tak lama, beberapa dari murid pun ikut melangkah ke luar ruangan sambil mengobrol. Sayangnya, tak ada dari mereka yang melakukan hal sama seperti Nadia. Tidak ada pujian atau pun memberikan semangat pada Aileen. Mereka berlalu begitu saja melewati Aileen, beberapa dari mereka bahkan memberikan delikan tak suka entah karena apa.  Dari dulu, Aileen selalu bingung. Ia merasa tak pernah melakukan kesalahan pada mereka, tapi anehnya mereka selalu sinis, hanya beberapa orang yang bersikap baik pada Aileen di klub dance ini. Aileen menghela napas pelan, memilih untuk tak peduli dan berjalan ke arah jendela di mana tasnya tergeletak di lantai. Aileen kemudian duduk sambil menyandarkan punggungnya ke dinding kaca. Mengelap keringat dengan handuk yang biasa ia bawa untuk latihan, setelah selesai ia beralih mengeluarkan botol minum dari tas berwarna merah marun favoritnya dan meminumnya hingga habis setengah. Setelahnya, botol minum tersebut ia letakan di dekat tasnya.  “Dia mulu yang dipuji, sampe eneg gue dengernya.”  Kalimat tersebut berhasil menarik perhatian Aileen. Matanya mengarah pada sekelompok gadis yang duduk berdekatan hingga membentuk lingkaran di seberang tempat duduk Aileen saat ini. Beberapa dari mereka melirik ke arah Aileen dengan sinis. Namun, gadis itu hanya mengabaikannya. Terlalu malas untuk menghampiri dan melabrak mereka. Toh, tidak penting juga. Aileen lebih memilih mengalihkan perhatiannya ke luar jendela. Di bawah sana—lebih tepatnya di lapangan—ada tim basket tengah bertanding dengan tim dari kelas lain. Mata Aileen langsung berbinar karena tertarik, perhatiannya benar-benar terfokus pada pertandingan di bawah sana. Tidak memedulikan gadis-gadis di seberangnya yang masih saja menjelek-jelekkannya.  Aileen tiba-tiba mendesah kecewa kala bola yang dilempar oleh salah satu pemain ber-jersey biru tua berhasil direbut oleh pemain dari tim lawan yang mengenakan jersey oranye. Lalu, gadis itu menjerit semangat ketika bola tersebut berhasil direbut kembali oleh tim yang Aileen dukung. Salah satu pemain yang mengenakan jersey biru tua melemparkan bola ke salah satu temannya yang ditangkap dengan sigap, lalu dipantulkan ke lantai sebelum kemudian di lempar ke ring dan masuk dengan mulus padahal jarak lemparan cukup jauh. Mereka langsung bersorak senang karena berhasil mengalahkan tim lawan yang mengenakan jersey oranye.  Aileen tidak tahu siapa saja nama-nama pemain basket yang sedang merayakan kemenangakannya itu, namun senyum cerah mereka begitu menular. Begitu saja kedua ujung bibir Aileen terangkat melihatnya. Ia ikut senang karena tim berbaju biru tua itu menang. Menurutnya, permainan mereka bagus, kerja sama timnya juga bagus. Berbeda dengan tim ber-jersey oranye yang setiap anggotanya lebih emosional saat bola berhasil direbut. Karena pertandingkan basket yang Aileen saksikan telah berakhir, gadis itu kemudian meraih tasnya dan memasukkan handuk. Namun, saat Aileen akan meraih botol minun, botol itu tiba-tiba ditendang oleh seseorang. Sejenak Aileen menahan napas karena terkejut, lalu menghela napas gusar. Ia pikir, gadis-gadis yang sebelumnya berkerumun hanya berani menjelek-jelekkannya. Aileen tidak menduga bahwa mereka juga ternyata berani bertindak kasar untuk alasan yang tidak jelas.  "Sorry, gue ... sengaja," katanya dengan ekspresi yang kentara bahwa ia tak menyukai Aileen.  Aileen mendongak untuk melihat siapa yang sudah menendang botolnya.  Dan dia adalah Mikaela Adhisty. Kakak kelas Aileen yang juga adalah seorang dancer ‘senior’ sekaligus cucu dari pemilik SMA Adhiguna.  Aileen pernah mendengar tentang Mika. Dancer terbaik yang selalu memenangkan segala perlombaan yang ia ikuti, disegani guru-guru karena ia cucu dari pemilik sekolah, dan disukai hampir oleh semua orang karena kecantikan wajah serta tubuhnya. Namun, dengan kelakuannya yang seperti ini apa Mika masih pantas disebut cantik? Rasanya, kecantikan fisik tidak ada apa-apanya jika kelakuannya buruk.  Dengan senyuman miring yang tersungging di wajah cantik Aileen, ia bangkit sambil menyampirkan tasnya di pundak kanan, membuatnya berhadapan langsung dengan Mika. Dalam jarak sedekat itu Aileen bisa melihat dengan jelas iris hitam keabuan yang memandangnya dengan sinis itu. perhatiannya lalu mengarah pada dayang-dayang Mika yang berdiri di belakangnya, memandang sama sinisnya pada Aileen.  Aileen sama sekali tidak merasa takut dengan intimidasi yang coba mereka lakukan padanya. Gadis itu justru balas menatapnya dengan tajam. "Nggak apa-apa, bisa gue ambil lagi, kok," ucap Aileen mengembalikan perhatiannya pada gadis berambut panjang yang ujungnya di-curl itu—masih dengan senyuman miringnya. Mika memutar kedua bola matanya kesal karena apa yang dilakukannya pada Aileen ditanggapi biasa saja. Tak ingin berlama-lama dengan Aileen, ia lalu melangkah melewati Aileen. Tepat saat salah satu dayang Mika melewatinya, Aileen menjegal kaki gadis itu, membuatnya langsung terjatuh dan mendorong punggung Mika hingga Mika pun ikut terjatuh. “Aw! Sialan!” pekik Mika yang merasakan sakit di lututnya.  “Sorry-sorry, gue nggak sengaja!” balas dayang itu takut-takut sambil segera bangkit untuk membantu Mika, begitu pun dengan yang lainnya. Sementara Aileen lagi-lagi mengulas senyum miring. "Sorry, gue ... sengaja," kata Aileen menggunakan kalimat yang sebelumnya Mika ucapkan. Lalu, ia berjalan menjauh dari Mika untuk mengambil botol minumnya dan ke luar dari ruang latihan tanpa memedulikan Mika yang berteriak marah. ▫◻▫ Aileen keluar dari bilik toilet setelah berganti pakaian dengan seragam sekolah. Tangannya mengibaskan jas sekolah berwarna biru tua yang ia kenakan sambil berjalan ke depan wastafel, memerhatikan penampilannya di depan cermin yang sebenarnya sudah sangat rapi. Rambut dan riasan sederhana di wajahnya adalah yang paling utama ia perhatikan. Jemari lentiknya mengusap bibir saat liptint yang ia kenakan terasa berlebih, setelah dirasa cukup ia tersenyum puas. Mengambil tas pundak berwarna merah marun dari atas wastafel, Aileen meninggalkan toilet. Berjalan di koridor menuju kantin tempat ia dan sahabatnya janjian untuk bertemu. Namun, langkahnya terhenti begitu ia melewati ruang latihan taekwondo.  Terdengar suara-suara murid yang sedang berlatih. Aileen mengintip ke dalam lewat celah pintu. Senyumnya langsung terbit saat ia menangkap sosok laki-laki berbalut dobok tengah serius berusaha menumbangkan lawannya. Wajahnya tentu saja tampan dengan alis tebal, mata hitam legam berhias bulu mata lentik yang terlalu cantik untuk seorang laki-laki bertubuh atletis, lalu hidungnya mancung dan bibirnya tipis. Meski ia terlihat dingin dan minim tersenyum, laki-laki itu memiliki aura magis yang justru menarik banyak gadis untuk mendekatinya.  Termasuk Aileen Sifabella. Dan laki-laki itu bernama Zulfan Shakeel. Kakak kelas yang dijuluki si Pangeran Dingin. Aileen memerhatikan sekitarnya, memastikan tidak ada seorang pun yang melihat. Setelahnya, ia membuka pintu lebih lebar dan melangkah masuk. Berdiri di samping pintu dengan pandangan kagum tertuju penuh pada laki-laki bermandikan keringat yang beberapa saat lalu berhasil menumbangkan lawannya dengan jurus-jurus yang tak Aileen mengerti. Ia hanya ingin memandangi pujaan hatinya lebih dekat dan tanpa ada pintu yang menghalanginya.  Tiba-tiba, ponsel Aileen yang berada di saku jas berbunyi cukup kencang hingga berhasil menarik perhatian sebagian orang di ruangan itu. Termasuk Zulfan yang kini sedang memandangi Aileen dengan tatapan jengah.  Sementara Mario yang berdiri di sampingnya langsung bersiul menggoda. “Uhuy! Disamperin Bini tuh,” katanya sambil menaik turunkan kedua alisnya. Zulfan hanya mendengus tanpa berniat menanggapi godaan tersebut. Ia justru berjalan ke sisi lapangan untuk mengambil minumannya.  Ditanggapi seperti itu, Mario mencebik sebal. Lalu, perhatiannya beralih pada Aileen yang sedang menerima telepon. “Kasian gue sama Aileen,” Mario kembali berbicara, kali ini dengan nada prihatin yang begitu kental. Sambil duduk di samping Zulfan, ia melanjutkan, “udah lama ngejar-ngejar cowok tapi yang dikejar nggak suka cewek.”  Sontak, Zulfan yang sedang minum langsung tersedak. Ia melotot pada Mario tak terima dikatai tak suka cewek. “Sembarang lo!” sentaknya.  Mario tertawa puas melihat raut wajah Zulfan. Tangan kanannya lalu memukul bahu Zulfan dan berkata, “Ya kalo gitu lo terima dong tuh cewek. Jahat banget lo ngebiarin cewek secantik Aileen mengejar-ngejari cowok.” “Gue nggak minta dikejar,” balas Zulfan santai sambil memutar tutup botolnya agar tertutup dengan rapat.  Lagi-lagi Mario mencebik sebal kala memandang sahabatnya. “Nggak ada akhlak lu, Fan!” sentaknya marah. “Ya udahlah, besok dan seterusnya Aileen bakal gue gebet.” Mario memerhatikan Zulfan, menunggu reaksi macam apa yang akan laki-laki itu beri.  Namun, tidak ada. Zulfan malah mengabaikannya.  Hal itu membuat Mario mendesah tak percaya. “Waaah, gila. Gue curiga lo beneran nggak suka lawan jenis, Fan. Cewek secakep Aileen lo lewat?!” katanya tak percaya.  Zulfan berdesis sebal. “Berisik lo, Mar!” katanya. Namun, tak urung Zulfan mengalihkan pandangannya pada Aileen dan memerhatikannya lebih lekat dari sebelumnya. Aileen Sifabella gadis yang secara tiba-tiba mengejarnya selama beberapa bulan terakhir tanpa menyerah meski Zulfan sudah sering sekali menolak. Gadis yang juga adalah sahabat dari adik tirinya itu tak pernah menyerah untuk mendekatinya. Padahal, benar apa yang dikatakan Mario, Aileen memang cantik. Sangat cantik malah. Namun, sifat kekanakan Aileen membuat Zulfan tidak tertarik.  “Iya-iya, gue ke kantin sekarang. Ih, berisik banget, sih, lo!” Aileen menggerutu sebal pada sahabatnya di telepon, lalu memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Sebelum gadis itu berbalik pergi dari sana, Aileen melemparkan pandangan pada tempat di mana Zulfan berada. Sedetik kemudian, senyumannya melebar indah dengan jantung berdebar saat pandangan matanya dan Zulfan bertemu.  Hanya beberapa detik saja sebelum kemudian Zulfan membuang pandangannya tepat ketika Aileen mengangkat tangan untuk menyapa. Sejenak, ia merasa kecewa. Namun segera ia tepis perasaan itu dan mengingatkan diri sendiri bahwa ia sudah sering diabaikan jadi tidak perlu lagi merasa kecewa. Aileen harusnya bersyukur mengetahui bahwa Zulfan menyadari kehadirannya. Memikirkannya saja sudah berhasil membuat hati Aileen menghangat. ▫◻▫
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD