3. Alasan

1198 Words
Sambil merapikan sekilas baju yang tengah ia kenakan, kini Syena berjalan menuju salah satu meja restoran yang mana disana tampak seorang pria duduk sendirian setelah rekannya pergi beberapa waktu yang lalu. "Bagaimana Om? Apa suasana restoran ini cukup menyenangkan untuk melakukan pertemuan bisnis?" Pria itu tersenyum melihat gadis muda kini telah duduk dihadapannya, "sangat nyaman. Terima kasih sudah memberikan kesempatan om untuk bisa mencoba restoran yang sangat bagus ini. Restoran ini benar-benar berkembang dengan sangat baik dibanding terakhir kali om kesini." "Masih perlu peningkatan disana sini kok om, makanya aku sengaja undang om kesini untuk menilai. Om kan pasti tahu gimana tempat yang bagus dan enggak, secara aku yakin om sering ketemu orang-orang di tempat yang bagus." "Ah tidak kok, om tidak begitu paham." Syena tertawa, "om bisa aja. Kan om pengusaha hebat yang levelnya udah beda. Aku butuh masukan dari pelanggan level eksklusif seperti om." "Caramu membuat orang lain merasa malu sama saja dengan mamamu." pria itu memperhatikan Syena sambil geleng-geleng kepala. "Aku benar-benar ingin membuat restoran ini menjadi pilihan pertama saat seseorang memikirkan sebuah restoran bagus, aku butuh banyak masukan dari orang lain untuk mewujudkannya." "Kamu ternyata wanita muda yang penuh ambisi positif Syena. Secara pribadi om suka suasana restoran ini, walaupun mengangkat kesan mewah dan berkelas tapi tetap ada sentuhan hangat yang membuat nyaman. Tidak hanya bertemu rekan bisnis penting, om pikir membawa keluarga juga akan sangat nyaman dilakukan disini. Dan yang terpenting adalah makanannya sangat tidak mengecewakan. Om yakin siapapun yang pernah kesini akan kembali lagi dan ini akan berjalan dengan sangat baik." pria itu memberikan penilaian secara lancar sembari memperhatikan suasana restoran malam ini. "Kalau udah Om Prima yang ngomong sih aku akan percaya diri dengan ini semua." Syena menunjukkan wajah sangat bangga dan lega atas jawaban yang Om Prima katakan mengenai restoran. Om Prima tertawa pelan sambil kini menenggak minumannya lalu memperhatikan Syena lagi, "kamu benar-benar sudah dewasa sekali dibanding terakhir kali om ketemu." "Emang seingat om aku sebesar apa?" "Bukankah terakhir kali om lihat kamu saat kamu akan mulai kuliah di Amerika?" "Wah itu sih udah lama banget om." "Iya, sekarang kamu udah gede dan bisa urus bisnis sendiri. Kamu juga tumbuh dengan cantik." puji Om Prima layaknya seorang ayah yang takjub dengan perkembangan putri kecilnya. "Wah makasih loh om udah muji aku, hehe." "Anak-anak tumbuh dengan sangat cepat." "Oh iya om, gimana kabarnya Bara? Aku juga udah lama nggak ketemu dia sejak selesai kuliah." Syena pun akhirnya mulai menjalankan rencananya mulai menyinggung perihal Bara. Tidak main-main, setelah pertemuannya dengan Bara hari itu, ia benar-benar memikirkan cara untuk bisa bertemu pria itu lagi. Ia tidak punya kesabaran lebih jika harus menunggu nomor antrian seperti yang papanya katakan sebelumnya. Dan akhirnya Syena menyusun rencana sendiri dengan cara langsung mendekati Om Prima, papa dari Bara, sampailah kini ia bisa bicara langsung dengan Om Prima. "Kalian sudah lama tak bertemu??" Syena mengangguk, "setelah selesai program sarjana aku cuma sebentar di Amerika dan langsung balik kesini om. Kabarnya Bara lanjut S2 disana ya Om?" Om Prima mengangguk, "kalian sudah sibuk masing-masing, wajar tidak sempat bertemu satu sama lain. Tapi, beberapa waktu yang lalu papa kamu sempat bicara dengan om tentang..." Om Prima tampak ragu melanjutkan kalimatnya. Syena dengan cepat menanggapi, "ah itu..., pasti papa sempat bicara tentang perjodohan ya Om?" "Apa kamu mengetahuinya?" Syena mengangguk sambil menunjukkan senyum canggung, "jadi sebenarnya papa dan mami itu minta aku segera nyari pasangan, tapi ya om tahu sendiri kalau untuk mengurus restoran secara serius aku harus menghabiskan banyak waktu dan tenaga, aku tidak punya waktu untuk bertemu pria dan menjalin hubungan khusus. Jadi aku berpikir kalau papa dan mami pasti tahu yang terbaik untukku." Om Prima terdiam mendengarkan penjelasan gadis cantik dihadapannya itu. "Mungkin papa merasa tertarik pada Bara, tapi aku dengar agak sulit karena banyak yang juga tertarik dengannya. Aku sih paham om, sejauh yang aku tahu Bara orangnya emang baik, dibanding aku sih jauh banget." Syena menjelaskan dengan lebih lanjut. Dengan cepat Om Prima menggeleng, "tidak seperti itu. Tapi apa kamu benar-benar ingin coba bertemu lagi dengan Bara?" Syena melebarkan matanya yang memang sudah besar menatap Om Prima, "eh??" "Sebenarnya Bara sudah bertemu beberapa wanita sebelumnya, tapi masih belum kunjung ada yang cocok." "Kok bisa om?" tanya Syena penasaran. "Bara itu...," Om Prima angkat bahu dan menghela napas lelah tampak seperti tak menemukan kata di benaknya untuk melanjutkan kalimat yang hendak ia ucapkan. Syena memberikan seluruh fokusnya untuk menyimak pria yang menunjukkan wajah lesu dihadapannya itu, "ada apa om?" Om Prima mengusap sekilas wajahnya, "memang ada banyak wanita lain yang ingin bertemu dengan Bara, tapi om tidak yakin kalau Bara memang akan menemukan pasangannya jika ia masih bersikap seperti sekarang. Ini semua terasa akan sia-sia dan om merasa tidak enak dengan orang tua para wanita yang notabene adalah teman-teman om." Syena mengangkat alisnya penasaran mendengar cerita Om Prima yang tampaknya menceritakan sesuatu yang menjadi beban pikiran untuknya. "Maaf om, bukannya mau ikut campur atau gimana, tapi kalau aku boleh tahu ada masalah apa om? Kok om kelihatannya kepikiran banget?" tanya Syena yang sejak awal memang penasaran dengan alasan kenapa seseorang seperti Bara harus kesulitan menemukan pasangan. Om Prima melihat Syena sambil tertawa kecil, "om nggak paham dengan Bara yang nggak bisa alihin hatinya dari wanita yang padahal nggak balas perasaan dia dan lebih memilih pria lain." "Alina?" spontan saja bibir Syena melontarkan nama yang langsung hadir di kepalanya. Tatapan Om Prima tampak terkejut mendengar ucapan Syena, "kamu tahu?" Dengan cepat Syena menggeleng, "eum itu, nggak kok om, aku cuma pernah tahu kalau Bara punya teman cewek yang cukup dekat dengan dia sejak dulu." "Dia mau untuk bertemu wanita lain, tapi tidak ada yang berubah dari dalam dirinya yang membuat semuanya tak berguna. Om berharap dia segera sadar dan peduli pada dirinya sendiri." Om Prima tersenyum simpul pada Syena yang memperhatikannya dengan seksama sejak awal ia bercerita. "Apa itu artinya om nggak akan coba jodohin Bara lagi?" Om Prima lagi-lagi menghela napas lelah seperti orang putus asa, "apa kamu masih mau coba bertemu Bara setelah tahu ini?" "Hm??" Syena agak kaget dengan jawaban Om Prima yang malah balik bertanya padanya. "Sebenarnya om dan mamanya Bara sudah akan menghentikan ini, tapi jika kamu masih mau untuk bertemu setelah tahu hal ini, om akan minta Bara untuk menemuimu." tawar Om Prima langsung pada Syena. Rencana Syena benar-benar berjalan dengan sangat mulus, tujuan akhirnya yang ingin bertemu dengan Bara melalui cara menaklukan Om Prima sudah ia dapatkan, tapi entah kenapa rasa percaya dirinya tidak sebesar di awal. "Tapi itu akan sia-sia dan menghabiskan waktumu saja bukan?" Om Prima kembali bicara karena Syena tak kunjung menjawab. "Aku mau kok Om!" Syena dengan cepat menjawab. "Benarkah!?" "Aku ingin bertemu Bara secepatnya, tapi jangan kasih tahu Bara dulu kalau wanita yang akan dia temui itu aku ya om." "Kenapa??" Syena tertawa malu sambil menggaruk belakang telinganya yang sama sekali tak gatal, "pasti akan sangat canggung karena dulu kami adalah teman kuliah dan sudah lama tak bertemu. Pertemuan tak terduga aku pikir akan lebih nyaman om, setidaknya aku bisa temenan lagi sama Bara." Om Prima mengangguk setuju dengan ucapan Syena, "baiklah, terima kasih ya Syena. Om harap setidaknya kalian bisa berteman dengan baik." . . . . . . . BAKAL UPDATE TIAP HARIIII!!!!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD