Bab 4

2453 Words
HAPPY READING *** Juliet tidak percaya bahwa ia bertemu dengan Oscar hari ini. Ia tidak habis pikir, kenapa mereka bertemu terlalu cepat. Ada perasaan gelisah menyelimuti hatinya. Jujur ada sedikit takut bertemu dengan Oscar lagi. Yang ia takutkan hatinya bisa jatuh ke dalam pelukan itu lagi. Pertemuannya dengan Oscar tadi tanpa di sengaja tadi membuat pelariannyaa selama dua tahun terasa sia-sia. Dua tahun tidak bertemu, dia dalam keadaan baik-baik saja, bahwa dia terlihat jauh lebih tampan dari yang dulu. Jujur tadi saat bertemu dengan Oscar jantungnya maraton hebat, seolah tidak bisa diajak kerja sama. Metode yang tadi ia lakukan adalah dengan mode melempar pisang yang belum masak. Namanya juga mengingat masa lalu, jadi ia sedikit shock atas pertemuan mereka tadi. Efek pertemuan tadi lumayan membuatnya kepikiran tentang masa lalu. Inginnya tadi ia pura-pura tidak kenal, namun posisi mereka tadi salin berhadapan. Mereka juga dalam tidak sedang menggandengan pasangan, seakan-akan saling menunggu. Walaupun status Oscar dan Rose tidak ada lagi, namun entahlah ia harus aware dengan pertemuan selanjutnya. Apalagi pria itu saat ini sudah memiliki nomor ponselnya. Juliet menatap ke arah jendela yang terbentang, ia memandang view gedung-gedung pencakar langit. Juliet menutup pintu horden apartemennya, ia melirik jam menggantung di dinding menunjukan pukul 21.30. Selama ia di Bali kemarin, ia memang terbiasa tidur awal, ia seorang morning person untuk membantu dirinya me-manage waktu agar lebih produktif. Mungkin cara orang berbeda-beda untuk menjadi produktif. Jika kualitas tidurnya kurang, maka besoknya pagi kepalanya pusing. Meeting-meeting yang harus ia hadiri, dengan begitu ia bisa lebih produktif, dan pikirannya menjadi jernih. Apalagi setiap pagi ia bersemangat menyambut sunrise because I love the changing light sooo much. Juliet melangkah menuju kamar, ia mendengar suara ponselnya bergetar. Juliet menatap ke arah layar persegi itu, tertera nama “Oscar calling.” Ah ya, tadi ia memang sudah mengesave nomor ponsel pria itu beberapa hari yang lalu. Juliet membiarkan ponselnya bergetar ia sama sekali tidak berniat mengangkatnya. Jujur yang ia takutkan saat ini, ketika mereka bertemu lagi maka hatinya akan luluh. Next time jika ia bertemu dengan Oscar lagi, maka ia akan bersikap biasa saja, seolah tidak terjadi apa-apa. Ponselnya masih bergetar atas nama “Oscar calling” ia masih berdebat dengan hatinya apakah ia harus mengangat panggilan itu atau tidak. Juliet duduk di sisi tempat tidur, dengan berat hati, ia lalu menggeser tombol hijau pada layar. “Halo,” ucap Juliet. Oscar bersyukur Juliet mengangkat panggilannya, ia tersenyum penuh arti, “Hai, belum tidur?” Tanya Oscar. “Ini mau tidur,” gumam Juliet. “Jangan tidur malam-malam.” “Iya.” “Sekarang kesibukannya apa?” Tanya Oscar. Juliet menarik nafas, “Sekarang bantu papa aja di kantor, dan ada bisnis juga kecil-kecilan,” ucap Juliet sekenanya, ia tidak akan bertanya balik dengan si penelfon, agar si penelfon sadar bahwa ia tidak welcome. “Sekarang tinggal di mana?” Tanya Oscar. “Saya pikir, kamu nggak perlu tahu, saya tinggal di mana.” “Oke, nggak masalah, nanti saya yang cari tahu sendiri,” ucap Oscar. “Juliet.” “Iya.” “Saya bahagia bisa bertemu kamu lagi,” ucap Oscar, itulah yang ia rasakan saat pertemuan mereka tadi. Juliet hanya diam, ketika Oscar mengatakan bahagia bisa bertemu dengannya lagi. Juliet menelan ludah, ia bingung akan berkata seperti ini. “Saya merasa lega bisa melihat mata kamu lagi.” “Kamu tahu? Saya mengenang obrolan terakhir kita dan membuat saya tersenyum, betapa baiknya kita bersama.” Juliet dan Oscar seketika hening, mereka sama-sama mengingat moment yang di alami bersama dan kemudian sekarang merasa sedih karena tidak dapat memeluknya sekarang. “Kamu sudah mau tidur?” Tanya Oscar. “Iya, saya mau tidur.” “Yaudah kalau begitu, good night Juliet.” “Sama-sama Oscar,” ucap Juliet pelan. Juliet lalu mematikan sambungan telfonya, ia membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Ia menatap langit-langit plafon, dia membawa hati bersamanya, dan kemudian ia bawa dalam pelukan. Sejujurnya ia merasa tidak enak setiap kali dia mengatakan rindu, karena rindu itu tempat satu-satunya mereka dapat menemukannya. *** Keesokan harinya, Juliet bangun pagi, ia sempatkan untuk berolahraga sejenak di apartemen. Jujur ia lebih suka tinggal di apartemen ini dari pada apartemennya yang dulu. Mungkin karena jarak kantornya dan Apartemen tidak jauh, hanya cukup berjalan kaki saja, ia sudah tiba di gedung office. Ia suka di sini, karena pusat perbelanjaan yang sangat lengkap, mall kelas atas, restoran, restoran, dan pusat hiburan. Apartemen ini sangat dekat dengan pusat perbelanjaan Senayan City, Pacific Place, FX Mall dan Plaza Senayan. Di lingkungan apartemennya ada tujuh tower perkantoran, serviced apartement, hotel berbintang dan retail facilities. Selain itu juga apartemen ini diapit oleh 2 jalan utama di Jakarta yaitu jalan senopaty Raya dan jalan Sudirman. Setelah berolahraga, Juliet mandi dan habis mandi ia bersiap-siap untuk ke kantor. Ia menatap penampilannya di cermin. Ia mengenakan rok berwarna coklat dan kemeja putih tanpa lengan. Rambut panjangnya ia ikat ke belakang. Setelah rapi, ia keluar dari kamar, ia melangkah menuju kitchen. Ia membuka lemari, mengambil oatmeal dan ditaruhnya ke dalam mangkuk. Setelah itu ia masukan air ke dalam mangkuk, ia masukan madu sedikit, dan ia masukan ke microwave. Setelah jadi ia menambahkan yogurt low fat dengan toping strawberry, pisang dan blueberry. Juliet duduk di meja makan, ia mengambil remote dan seketika TV menyala. Ia makan dengan tenang, sambil menonton film, sebelum ia pergi ke kantor. Setelah breakfast, Juliet mengambil tas nya di dalam kamar, ia buru-buru untuk pergi ke kantor. Ia melihat ponselnya kembali bergetar, sebelum ia masuk ke dalam lift pribadi. Ia menatap nama, “Oscar Calling” Oh Tuhan, ternyata pria ini lagi menelfonnya. Juliet menggeser tombol hijau pada layar, “Iya, halo,” ucap Juliet, ia masuk ke dalam lift pribadi, lift itu membawanya menuju lantai dasar. “Morning Juliet.” “Hemm, ada apa?” “Kamu kerja hari ini?” “Iya, kerja seperti biasa.” “Nanti kita lunch ya, aku jemput kamu ke kantor.” Juliet mengerutkan dahi, “Tunggu-tunggu, kamu tahu kantor saya?” “Apa yang saya nggak tahu Juliet,” Ucap Oscar, padahal sebenarnya ia belum tahu di mana letak kantor Juliet, yang pasti ia hanya tahu di mana letak head office wanita itu, itupun ia searching di google tempat perusahaan orang tuanya. “Saya nggak bisa hari ini, saya banyak kerjaan. Dan saya nggak bisa lunch sama kamu.” “Owh ya?” “Iya.” “Yaudah kalau begitu, saya jemput kamu setelah pulang dari office.” “Saya pulang kerja langsung pulang ke apartemen Oscar, saya nggak mau ke mana-mana.” Oscar mengerutkan dari, ia menyungging senyum, “Saya tetap jemput.” “Cari aja kalau dapat, after dari office, toh saya juga langsung ke apartemen. Udah lah, jangan ketemu, saya juga sibuk.” Oscar menganalisis ucapan Juliet, “I know, jarak apartemen kamu dan office sangat dekat, saya tunggu di restoran bawah dekat apartemen kamu.” “Restoran.” Oscar kembali berpikir, “Kita bertemu di Susuru, nanti jam lima.” Juliet mengerutkan dahi, “Susuru?” “Kita bertemu di Astha district 8.” Alis Juliet terangkat, ia memang tinggal di District 8, tapi ia masih belum hafal dan belum menjelajahi restoran-restoran yang ada di sekitar apartemennya, karena ia juga baru pindah. “Enggak bisa Oscar. Saya nggak mau ketemu kamu.” “Why?” “Ya, saya emang nggak mau. Enggak ada yang harus kita bahasa dan nggak ada hal yang penting untuk buat kita bertemu. I know, kita punya masa lalu. Ya, masa lalu tetap masa lalu, jangan dibahas lagi.” “Lagian kita juga nggak ada hubungan apa-apa.” “Saya memang nggak bahasa masa lalu Juliet. I just want to meet you, enggak ada hal lain. Saya hanya ingin menanyakan apakah kamu sehat? Bagaimana keadaan kamu? Kamu selama ini tinggal di mana? Sama siapa? Kenapa menghilang? Kenapa nomor telfon kamu tidak aktif? Bagaimana proses menyembuhkan luka di hati kamu.” “Saya hanya ingin ngobrol sama kamu Juliet, nggak lebih.” Juliet menarik nafas, ia menatap security yang berjaga di depan lobby, ia tersenyum kepada security itu dan terus melangkah menuju tower officenya dengan berjalan kaki. Ia memandang beberapa security yang sedang berjaga di tepi jalan. Security itu menyapanya, karena mereka tahu bahwa ia penghuni district 8. “Udah dulu ya, Oscar, saya sudah di office.” “Nanti saya tunggu kamu di restoran itu.” “Yah, enggak bisa. Saya pokoknya nggak mau ketemu kamu,” dengus Juliet, ia mulai jengah menghadapi Oscar yang ingin bertemu dengannya, padahal ia ingin jaga jarak dengan pria itu. Ia tahu Oscar seperti apa, dia tipe pria tidak mau ditolak segala permintaanya dan dia sangat pemaksa. Juliet lalu mematikan sambungan telfonnya begitu saja, ia tidak ingin lebih lama berhubungan Oscar, karena baginya Oscar sangat mengganggu. Tidak butuh waktu lama akhirnya Juliet masuk ke dalam lobby office. Ia melihat pekerja mulai masuk, rata-rata dari mereka menggunakan landyard termasuk dirinya. Juliet masuk ke dalam lift bersama karyawan lainnya. Lift membawanya menuju lantai 26, karena di sanalah office nya berada. Tidak butuh waktu lama akhirnya pintu lift terbuka. Ia melangkahkan kakinya menuju koridor, ia memandang karyawan sudah berada di kubikel, sambutan hangat oleh beberapa karyawan yang melintas di hadapannya. Juliet membuka hendel pintu, ia memandang sekretarisnya sudah berada di ruangannya. Wanita itu membuat teh hangat dan sarapan untuknya. “Pagi bu Juliet.” “Pagi juga Bintang,” sapa Juliet, ia lalu meletakan tas nya di meja. “Berkas laporannya sudah ada di map bu, tolong di periksa lagi.” “Terima kasih,” ucap Juliet. “Oiya bu, nanti jam sepuluh ada jadwal meeting.” “Kamu siapin materi meeting ya.” “Baik bu.” Rutinitasnya sebagai pekerja, ia harus melewati meeting ke meeting lain. Di sini ia sebagai direktur utama, ia mengusahakan dan menjamin keterlaksananya usaha dan kegiatan perusahaan. Ia juga bertugas menyusun rencana kerja, anggaran tahunan, termasuk rencana-rencana lain yang berhubungan dengan pelaksana usaha dan kegiatan perusahaan. Ia juga bertugas menyusun laporan keuangan sesuai dengan standar akutansi keuangan dan berdasarkan prinsip-prinsip pengendalian internal. Ia juga memelihara daftar pemeganng saham. Banyak pekerjaan-pekerjaan yang ia tangani di perusahaan papa nya. Ia sebagai anak tentu saja menjalani pekerjaan ini dengan suka cita, karena ini amanat orang tuanya. Walau papa masih sering pergi kantor. *** Sementara di sisi lain, Oscar masih mencari tahu tentang Juliet di mana kantor wanita itu. Ia mencari akun media social milik Juliet, namun ia tidak menemukannya, Juliet benar-benar sudah tidak kecual Linkedln Corporation yang tertera di beranda google. Oscar tahu bahwa Juliet dan Rose adalah putri dari konglomerat. Juliet anak pertama tinggal di Jakarta, lahir pada bulan September, menyelesaikan pendidikannya di University of Freiburg Jerman, dan sekarang sebagai entrepreneur. Memiliki jiwa bisnis yang sama dengan orang tuanya, sekarang menjabat jabatan penting di Transjaya Group. Oscar mencari alamat kantor Juliet, ternyata benar kantor itu tidak jauh dari gedung office miliknya, karena mereka sama-sama berada di lingkungan Sudirman Central Busines District. Oscar melirik jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 15.30 menit. Oscar melihat suara ketukan dari arah pintu, ia menatap Leon saudaranya di sana. Pria itu tersenyum kepadanya. “Hai Leon,” ucap Oscar memandang saudaranya. “Lo nanti malam sibuk nggak?” Tanya Leon kepada Oscar adiknya yang sedang menatap kea rah layar persegi itu. “Enggak sih, kenapa?” Tanya Leon penasaran. Leon duduk di kursi kosong di hadapan Oscar, ia menatap adiknya cukup serius, “Gue mau undang lo acara di kantor.” “Acara apa? Tumben amat ngasih tau mendadak.” “Acara ulang tahun kantor. Gue sebenernya lupa juga, ternyata direksi udah nyiapin semua. Maklum banyak kerjaan, jadi gue mau undang lo juga. Mama dan papa ikut juga kok, ada beberapa perusahaan ikut hadir. Lo datang ya nanti malam.” “Di mana?” “Di hotel Four Seasons, jam tujuh nanti.” “Oke.” Leon mengeluarkan kartu RSVP dari celananya, dan lalu ia serahkan kepada Leon, “Ini kartu RSVP.” Oscar mengambil kartu itu dari tangan Oscar, “Gue pasti datang.” Leon memperhatikan adiknya, “Lo sibuk banget?” “Iya, sibuk cari data aja sih ini.” “Data siapa?” Tanya Leon penasaran. Oscar tertawa, “Ada deh, mau tau aja lo.” “Siapa tau gue bisa bantu,” Leon tertawa. “Oiya, Blacky apa kabarnya?” Tanya Leon penasaran. “Baik, ada di rumah,” ucap Oscar, ia merupakan salah satu pria yang memelihara anjing yang berbedan kekar dan kuat seperti Pitbull. Anjing yang Oscar pelihara itu memiliki tubuh berotot dan gagah, selain itu memiliki fisik dan mental yang kuat. Wajar anjing yang di pelihara sering menjadi anjing petarung. Adiknya itu sangat menyayangi anjingnya itu. Biasanya setiap pagi Oscar dan Blacky sering jogging di sekitar komplek perumahannya, demi membantu menjaga kesehatan tubuh anjingnya. “Lo enggak pernah ke rumah lagi,” ucap Leon berbasa-basi. “Banyak kerjaan, gue apalagi sering keluar kota mulu.” “Oiya, semenjak pacaran sama Rose, lo enggak pernah gandeng cewek lagi. Emang senggak move on gitu sama Rose?” Tanya Leon menyelidiki. Ia tahu bahwa adiknya itu jika berpacaran dengan wanita, maka akan diperkenalkan kepada keluarga terlebihh dahulu, karena dia tahu bahwa wanita itu layak apa tidak bersanding dengannya. Oscar itu tipe pria yang sudah di doktrin dengan orang tuanya yang menyesuaikan tipe keluarga, baginya all about family’s heritage. Dia selalu menjaga nama baik keluarganya, otomatis wanita yang dia pilih mendekati sempurna. Oscar tertawa, ia melirik Leon, ia tidak menyanga bahwa saudaranya beranggapan seperti itu kepadanya, “Come on, gue udah move on. Gue hanya mencari yang terbaik,” ucap Oscar. “Mama dan papa, ada di sana?” “Iya, ada.” “Lo undang perusahaan lain?” “Yah, undang beberapa.” Leon lalu beranjak dari kursinya, ia memandang Oscar, “Gue cabut dulu ya. Nanti malam jangan lupa datang.” “Oke.” Oscar menatap saudaranya itu keluar dari ruangannya. Ia menatap kartu RSVP ulang tahun perusahaan Leon. Akhirnya ia mendapati kantor alamat Juliet, ia lalu menyungging senyum. Ternyata kantor itu tidak jauh dari kantornya. Ia yakin wanita itu juga tinggal di lingkungan ini. Oscar lalu memberi pesan kepada Juliet. Oscar : “Kita butuh bicara, saya tunggu kamu di lobby.” Setelah itu Oscar beranjak dari kursi, ia mematikan leptopnya. Ia mengambil tas kerjanya, ia lalu keluar dari office. Ia memandang sekretarisnya masih di ruangan. Ia meninggalkan ruangan begitu saja, karena ini sudah jam pulang kerja. Sementara di sisi lain, Juliet mentap notif ponselnya bergetar, ia melihat acara meeting masih berlangsung bersama tim nya. Ia melihat nama Oscar di sana “Kita butuh bicara, saya tunggu kamu di lobby.” Juliet terbelalak kaget luar biasa, bagaimana bisa Oscar tahu alamat officenya. Konsentrasinya lalu buyar begitu saja. “Oh God, bagaimana ia harus menghadapi Oscar,” ucap Juliet pelan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD