6. Pertengkaran

1007 Words
Akhirnya sesi makan makanan pedas itu selesai juga dilalui Nirmala dengan siksaan lidah yang mati rasa dan juga perut yang terasa melilit sebagai efeknya. Kini Reymon berniat mengantarkan Nirmala agar kembali ke rumahnya, tapi sayangnya gadis itu terlalu keras kepala untuk dinasehati. Padahal hari sudah beranjak malam, tapi gadis itu masih saja enggan untuk pulang ke rumah. Satu hal yang terbesit dalam benak Rey saat mendapati sifat keras kepala gadis itu yaitu, dia adalah gadis yang cukup nakal dan kekanakan. Ia cukup heran dengan anak jaman sekarang, mengapa mereka bisa bersikap dengan begitu bar-barnya, rasa etika dan sopan santun yang kurang, juga cenderung lebih egois untuk memikirkan diri mereka sendiri. Nirmala kini tengah mengamati dr.Rey yang duduk di sebelahnya dengan seksama, hingga tanpa sadar dia perlahan jatuh tertidur di kursi penumpang sebelah kemudi. Reymon yang menyadarinya hanya menghela napas panjang, jika diperhatikan dia adalah gadis yang cukup cantik, tapi sayang kelakuannya minus, dan juga dia bukan tipenya. Ia bukan tipe-tipe p*****l yang menyukai gadis di bawah umur, ia cukup tau diri untuk hal itu. "Dasar gadis aneh." Kini Reymon tengah melajukan mobilnya menuju rumah Nirmala, karena dengan tertidurnya gadis itu justru terasa lebih baik. Karena tidak akan ada lagi orang yang berisik dan selalu membuat ulah padanya, apalagi sampai memohon-mohon agar tidak dipulangkan ke rumahnya. Setibanya di rumah Nirmala, ia mencoba membangunkan gadis itu dengan mengguncang badannya pelan meskipun hal itu tidak semudah yang dibayangkannya. "Ternyata gadis ini kebo juga." Reymon berdecak sesaat saat ia tidak berhasil membangunkan Nirmala, ia berpikir sebentar sebelum kemudian menemukan cara yang tepat untuk membangunkan gadis itu. "Banjir, banjirrr!" "Cepat keluar," setelah menyiram wajah gadis itu dengan sebotol air mineral yang kebetulan berada di dashbord mobilnya, akhirnya Nirmala terbangun juga dengan begitu tidak elegannya dan mulut yang megap-megap seperti kehabisan udara. "Ish dr.Rey jahat, masa aku disiram air," Nirmala kini mengusap wajahnya yang basah dengan tampang yang dibuat semelas mungkin sambil menatap dr.Rey. Nirmala sempat berharap akan ada ucapan maaf yang keluar dari mulut dr.Rey setelah dengan teganya dia menyiram Nirmala yang tengah tertidur pulas, tapi sayangnya itu hanya sebuah khayalannya yang harus musnah. "Cepat keluar, aku harus memeriksa pasien." "Dokter ngusir aku?" "Ya," tanpa rasa kasihan dr.Rey mengatakannya yang lantas membuat Nirmala menundukkan kepalanya barang sesaat. Nirmala perlahan keluar dari mobil dr.Rey, tapi sebelum itu ia masih saja menyempatkan diri dengan gerakan secepat kilat untuk mencium pipi dr.Rey yang memandang lurus ke depan, hingga membuat dr.Rey melotot karena kaget dengan aksi nekat yang dilakukan oleh gadis itu. "Dadah dokter love you," dan jangan lupakan kiss bye yang diberikan Nirmala sebelum ia benar-benar keluar dari mobil dr.Rey. Setelah mengatakan hal itu dengan segera Nirmala berlari menuju ke rumahnya, apa yang terjadi barusan kontan saja membuat Rey kembali menarik napas panjang. Kehadiran gadis itu memang benar-benar, entah bisa disebut sebagai sebuah musibah atau malapetaka baginya. Reymon menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir, saat ia hendak melajukan mobilnya meninggalkan rumah Nirmala, ia tiba-tiba mengurungkan niatnya saat mendengar terdapat suara ribut-ribut dari arah rumah gadis itu. Awalnya ia ingin mengabaikan dan tidak ada niat ingin ikut campur, namun ia merasa penasaran dan mulai memperhatikan apa yang sebenarnya terjadi dari dalam mobilnya. "Nirmala, dari mana kamu? Pulang sekolah bukannya pulang malah keluyuran." "Bukan urusanmu," tanpa ada niatan menjawab, Nirmala berlalu begitu saja hendak memasuki rumahnya. "Kau," ayah Nirmala dengan sigap memegang lengan Nirmala dan mencengkeramnya dengan cukup kuat, "siapa yang mengajarimu kurang ajar sama orang tua." "Ayah nggak perlu urusin aku, urus aja selingkuhanmu itu. Lagian orang tuaku sudah mati." Plakkk Tanpa kata sebuah tamparan keras mendarat di pipi Nirmala, ini bukan kali pertama ia mendapatkan hal seperti ini. Ia tidak keberatan, luka yang didapatinya secara fisik terasa tidak seberapa jika harus dibandingkan dengan luka yang ada di hatinya. Inilah alasan kenapa ia sangat enggan untuk pulang ke rumah, baginya rumah bukanlah rumah semenjak ibunya meninggal. Ia saja rasanya sudah tidak betah jika terus-terusan harus berada di rumah ini, ia merasa jiwanya benar-benar terkurung saat berada di rumah ini. Ia ingin kabur dan mengasingkan diri, tapi sayangnya logikanya masih bermain. Paling tidak ia masih harus bisa menyelesaikan sekolahnya disini agar ia bisa bekerja nantinya dan menghidupi dirinya sendiri, baru ia bisa meninggalkan rumah ini dan mencari kebahagiaannya sendiri. Dengan mengeraskan hati Nirmala kini beranjak meninggalkan Ayahnya dan pergi memasuki kamarnya dengan suara debuman pintu yang cukup kencang, tak ia pedulikan lagi apapun di sekitarnya, yang jelas ia hanya ingin sendiri untuk sementara. Ia mengambil foto mendiang ibunya, melepaskan air mata yang sedari tadi ditahannya. Ia tidak sekuat yang terlihat di luar, mungkin orang-orang di luar sana menganggapnya sebagai orang yang konyol, ceria, ceplas-ceplos, dan lain sebagainya. Tapi sesungguhnya siapa yang tau apa yang ada di balik topeng ceria dan tingkah konyolnya, biarlah hanya dia yang tau. Ia hanya akan membagikan topeng kebahahiannya kepada orang lain, tidak dengan rasa sakitnya. Biarlah hanya dia sendiri yang memendam rasa itu, tak perlu orang lain tau dan ikut campur, apalagi sampai bersimpati. Ia tidak ingin dikasihani, karena yang ia tau itu semua hanyalah topeng bagi orang-orang untuk mencari tau lebih dalam tentang masalahnya, tanpa ada niat bagi mereka untuk mencarikan solusi. Di sisi lain Reymon yang menyaksikan pertengkaran tersebut hanya terdiam selalama beberapa saat, ia merasa bahwa sikap Nirmala memang tidak benar dalam berbicara terhadap orang tuanya. Ia terlalu bebal untuk ukuran anak perempuan yang seharusnya menurut terhadap apa kata orang tuanya. Tidak seharusnya ia berbicara sekasar itu kepada Ayahnya, bisa saja Ayahnya hanya menegurnya agar tidak terlalu sering keluar malam dan keluyuran. Hal itu juga cukup wajar mengingat dia juga seorang Ayah, ia juga akan menegur putrinya jika bandel dan susah dinasehati seperti Nirmala. Itu semua tidak lebih karena ia menyayangi putrinya, ia tidak ingin putrinya salah langkah dan justru terjerumus dalam masalah pergaulan bebas para remaja yang banyak terjadi saat ini. Mengendikkan bahu barang sesaat, kini ia kembali melajukan mobilnya kembali ke rumah sakit. Biarlah itu menjadi urusan mereka, Reymon tidak ingin ikut campur. Ia hanya berspekulasi berdasarkan sudut pandangnya. Meski sempat terbesit di hatinya bahwa ia ingin menasehati gadis itu agar tidak terlalu bebal menjadi seorang perempuan, bahwa apa yang dilakukan Ayahnya semata-mata untuk kebaikannya. Tapi yasudahlah, itu berada di luar teritorialnya, lagi pula ia tidak ingin terlibat terlalu dalam dengan permasalahan gadis itu. To be Continued...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD